Pencabulan Santriwati di Trenggalek

Kiai Divonis 14 Tahun Penjara Karena Hamili Santriwati, Ponpes di Kampak Trenggalek Akan Ditutup

Kemenag Trenggalek akan mencabut izin operasional ponpes di Kampak Trenggalek yang kiainya divonis 14 tahun penjara karena mencabuli santriwati

Penulis: Sofyan Arif Chandra | Editor: eben haezer
Sofyan Arif Candra/TribunMataraman
SIDANG VONIS - Terdakwa Kiai Rudapaksa Santriwati, Imam Syafii alias Supar (52) Jalani Sidang Vonis di Pengadilan Negeri Trenggalek, Kelurahan Sumbergedong, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Kamis (27/2/2025). Supar Divonis 14 Tahun Penjara dan Denda Rp 200 Juta Subsider 6 Bulan serta Membayar Restitusi Rp 106.541.500 Subsider 1 Tahun Penjara 

TRIBUNMATARAMAN.COM | TRENGGALEK - Kementerian Agama Kabupaten Trenggalek akan menutup pondok pesantren di kecamatan kampak, Kabupaten Trenggalek, yang kiai-nya divonis 14 tahun penjara karena mencabuli santriwati hingga hamil dan melahirkan seorang anak. 

Kepala Kemenag Trenggalek, Mohammad Nur Ibadi mengatakan telah bersiap mengajukan surat tertulis kepada Direktorat Pondok Pesantren Kementerian Agama RI untuk melakukan pencabutan izin operasional (Ijop) Pondok Pesantren tersebut.

"Kami segera melakukan langkah tertulis kepada Direktorat Pontren untuk melakukan pencabutan akan tetapi begitu kami komunikasi dengan pihak terkait ternyata ada upaya hukum dari yang bersangkutan," kata Ibadi, Selasa (4/3/2025).

Baca juga: Syafii Kiai Kampak Trenggalek Ogah Sesali Perbuatannya Usai Hamili Santriwati: Divonis 14 Tahun

Kemenag tidak ingin terburu-buru mengambil langkah sebelum inkrah dan memilih menghormati proses hukum atau banding.

"Tatkala sudah inkrah maka akan kami tindaklanjuti," lanjutnya.

Menurut Ibadi, jika memang sudah inkrah dan dinyatakan bersalah, Ijop pondok pesantren yang berlokasi di Desa Sugihan, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek tersebut harus dicabut.

Karena arkanul mahat pendirian pondok pesantren ada yang tidak terpenuhi yaitu mempunyai kiai dengan sanad ilmu yang jelas.

"Kalau kiai nya sudah ditetapkan salah maka rukun yang utama dan pertama sudah tidak terpenuhi, sehingga harus diajukan untuk dilakukan pencabutan," kata Ibadi.

Dalam kesempatan itu, Ibadi memastikan sudah tidak ada aktivitas di pondok pesantren karena satu persatu santri merasa takut dan trauma dengan adanya kasus ruda paksa tersebut.

"Di pondok pesantren sudah tidak ada aktivitas karena pondok sudah ditinggal oleh santri dan masyarakat trauma," pungkasnya.

(sofyan arif candra/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved