Pencabulan Santriwati di Trenggalek

Tindakan Mas Ipin Bupati Trenggalek Menanggapi Pencabulan Belasan Santriwati Ponpes di Karangan

Berikut tindakan Pemkab Trenggalek setelah terjadinya kasus kekerasan seksual pada belasan santriwati di sebuah ponpes di Karangan, Trenggalek

Penulis: Sofyan Arif Chandra | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/sofyan arif candra
Bupati Trenggalek, Mas Ipin 

TRIBUNAMTARAMAN.COM - Pemkab Trenggalek memberi perhatian besar pada kasus kekerasan seksual terhadap belasan santriwati di sebuah pondok pesantren di Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek. 

Dalam kasus ini, dua tersangkanya adalah kiai pemilik ponpes, serta seorang anak lelakinya. 

Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin memastikan korban akan mendapatkan pendampingan selama pengusutan dugaan kasus pencabulan yang dilakukan oleh pemilik pondok pesantren dan putranya itu.

Baca juga: Polisi Menahan Kiai dan Putranya yang Diduga Mencabuli Belasan Santriwati di Trenggalek

"Pemkab bersama kepolisian berpihak kepada korban, dan kita akan menegakkan keadilan setegak-tegaknya apalagi ini kasusnya kekerasan seksual," kata Mas Ipin, sapaan akrab Mochamad Nur Arifin, Jumat (15/3/2024).

Mas Ipin mengaku, kasus tersebut sudah diobservasi oleh Pemkab Trenggalek melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak lebih dari sebulan.

Dalam melakukan observasi tersebut petugas melakukannya dengan hati-hati dalam mendekati korban P dan keluarganya agar tidak ada upaya pembungkaman terhadap korban dari pihak-pihak lain.

"Karena ada korban yang malu untuk lapor, jadi kita kumpulkan bukti - bukti terlebih dahulu, lalu lapor ke kepolisian," lanjutnya.

Menurut Mas Ipin, tidak ada yang salah dengan pendidikan pondok pesantren apalagi di Trenggalek sudah deklarasi diri sebagai pesantren ramah anak dengan menggandeng UNICEF (United Nations International Children's Emergency Fund) (Dana Darurat Anak Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa).

"Ini murni salah oknum person di dalamnya, kedepan kita akan lakukan assessment secara acak, kita tanya apakah di sekolah mengalami perundungan atau tidak, ada kekerasan atau tidak," ucap politisi PDI Perjuangan ini.

Dengan begitu skrining lebih awal bisa dilakukan jika memang terjadi perundungan atau kekerasan tanpa menunggu adanya laporan dari korban.

"Kita tugaskan Dinsos dan dinas pendidikan untuk melakukan semacam survei bagaimana pengalamannya di lembaga pendidikan tersebut," pungkasnya.

(sofyan arif candra/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved