Penyiksaan Anak di Rumah Aman

Terungkap, Anak Korban Kekerasan di Rumah Aman DP3A-PPKB Surabaya Lebih Dari 1 Orang

Anak yang menjadi korban kekerasa di rumah aman milik DP3A-PPKB Kota Surabaya diduga lebih dari 1 orang.

|
Editor: eben haezer
ist
Ilustrasi 

Alif menduga anak 17 tahun itu bukan satu-satunya korban.

Pihaknya diam-diam telah mewawancarai anak lain yang pernah merasakan tinggal di shelter tersebut. Hasilnya, ada salah seorang anak lain mengaku juga pernah mendapat perlakuan serupa.

"Dia disuruh push up 100 kali. Lalu jalan merayap. Matanya pernah dikasih minyak dengan alasan ruqiyah. Tapi, anak itu mendapat perlakuan tersebut dari orang yang berbeda," ungkapnya.

SCCC sendiri sebagai lembaga yang konsen terhadap masalah anak miris dengan dugaan kekerasan tersebut. Pasalnya dalam regulasi peradilan pidana anak berhadapan dengan hukum harus tetap dilindungi.

Contohnya saja ketika si anak tidak boleh diborgol maupun mengenakan baju tahanan ketika dihadirkan di ruang sidang.

"Memang bentuk perlakuannya harus berbeda. Tidak bisa disamakan dengan orang dewasa yang terkena perkara. Penegak hukum dari polisi, jaksa, maupun hakim harus mengantongi lisensi Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) ketika menghadapi perkara anak," terangnya.

Oleh karena itu, kata Alif, SSSC  meminta polisi segera melakukan investigasi.

Menurutnya, penegak hukum sudah paham menangani masalah anak. Terlihat polisi menitipkan si anak itu di shelter. Namun, kenyatannya justru ada fenomena salah kaprah di luar institusi itu.

(tony hermawan/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved