Kisah Inspiratif
Kisah Petani Gen-Z dari Lamongan: Pilih Jalan Sepi Demi Masa Depan dan Ketahanan Pangan
Kisah Wajid Akbar Musyafa Petani Gen Z asal Kediren Kalitengah Lamongan, Menjadi Sosok Membanggakan Orangtua dan Pahlawan Ketahanan Pangan
Penulis: Farid Mukarom | Editor: faridmukarrom
Selama sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah berupaya keras untuk mencapai swasembada pangan dan menjaga kestabilan ketahanan pangan. Menurut Mentan, upaya ini sudah menunjukkan hasil positif, termasuk adanya peningkatan signifikan dalam alokasi pupuk bersubsidi.
“Presiden telah meningkatkan alokasi pupuk dari 4,73 juta ton menjadi 9,55 juta ton. Ini adalah kabar baik bagi seluruh petani, termasuk yang ada di Jawa Timur,” jelas Amran.
Mentan juga menekankan bahwa Indonesia saat ini sedang berada dalam fase transformasi dari pertanian tradisional menuju pertanian modern. Langkah ini penting untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
“Swasembada pangan membutuhkan produksi minimal 34 juta ton per tahun agar cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk Indonesia. Karena itu, pemerintah telah menginisiasi kebijakan cetak sawah baru seluas 3 juta hektare di seluruh Indonesia,” tutupnya.
Butuh KUR yang Selaras dengan Petani
Di sisi lain Berdasarkan Sensus Pertanian 2023, jumlah petani di Indonesia mencapai 29,34 juta jiwa, turun sekitar 7,45 persen dari tahun sebelumnya.
Dari sisi usia, mayoritas petani berusia di atas 55 tahun, sementara petani berusia di bawah 44 tahun mengalami penurunan. Jumlah petani muda, dengan rentang usia 19–39 tahun, hanya 6.183.009 orang atau sekitar 21,93?ri total petani di Indonesia.
Penurunan jumlah petani dan minimnya minat anak muda untuk bertani merupakan ancaman serius bagi upaya mewujudkan ketahanan pangan. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini, salah satunya adalah tren industri digital.
Pilihan Akbar, seorang pemuda yang memilih menjadi petani di usia muda, bisa dibilang sebuah anomali.
Sebagian besar pemuda seusianya mungkin lebih memilih bekerja di kantor, menjadi konten kreator, atau berwirausaha. Namun, ia memilih jalan sepi: menjadi petani.
Jika melihat lebih dalam, keengganan anak muda untuk menjadi petani disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, sektor pertanian skala kecil yang dikelola secara perorangan atau kelompok belum memiliki prospek ekonomi yang menjamin kesejahteraan.
Kedua, keterbatasan sarana produksi. Sebagian besar petani masih menggarap lahan secara manual dan belum memiliki alat serta mesin pertanian (alsintan), sehingga produktivitasnya rendah dan berdampak pada ketahanan finansial.
Ketiga, akses pasar yang terbatas. Petani skala kecil umumnya hanya dapat menjual hasil panen kepada pengepul dan jarang mengolah gabah menjadi beras karena bergantung pada kondisi cuaca. Ketergantungan ini membuat margin keuntungan semakin kecil.
Kendala yang dialami Akbar merupakan cerminan permasalahan petani di Indonesia. Padahal, jika melihat regulasi, seharusnya kesulitan petani dapat teratasi karena payung hukumnya sudah ada.
Salah satunya diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2025 tentang KUR dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2025 tentang Kredit Usaha Alsintan (Kredit Alsintan).
Namun, dalam praktiknya, realisasi Kredit Alsintan masih sangat kecil. Total penyaluran KUR hingga 11 Agustus 2025 mencapai Rp162,62 triliun atau 56,57?ri target Rp287,47 triliun kepada 2,79 juta debitur.
Dari jumlah itu, penyaluran Kredit Alsintan untuk sektor pertanian hanya Rp24,62 miliar kepada 34 debitur pada periode Januari–Juli 2025. Angka ini sangat kecil dibandingkan potensi sektor pertanian, yakni hanya sekitar 0,015?ri total nilai penyaluran KUR nasional.
Petani seperti Akbar mungkin termasuk di antara mereka yang sulit mengakses KUR karena skemanya tidak sesuai dengan karakteristik usaha tani.
Pola angsuran bulanan tetap jelas tidak cocok dengan siklus pertanian yang bergantung pada musim dan cuaca. Usaha pertanian juga tidak menghasilkan arus kas bulanan tetap karena pendapatan baru diperoleh saat panen, umumnya setiap 3–6 bulan untuk komoditas seperti padi, jagung, cabai, dan sayur.
Persoalan ini menunjukkan bahwa banyak petani muda di desa sebenarnya bersemangat, namun terkendala skema pembiayaan yang tidak fleksibel. Mereka memiliki potensi untuk memperluas usaha dan meningkatkan produktivitas, tetapi terbentur pada ketentuan kredit yang tidak memberikan masa tenggang (grace period) sebelum panen.
Karena itu, perlu ada reformasi desain KUR agar selaras dengan realitas di lapangan. Salah satunya dengan mengawal implementasi Permenko Perekonomian No. 12 Tahun 2025 yang memberi opsi pola pembayaran musiman (seasonal payment) untuk KUR pertanian, serta penerapan grace period hingga enam bulan untuk komoditas tertentu.
Selain itu, perlu didorong pengembangan KUR Klaster berbasis koperasi, BUMDes, atau korporasi petani agar risiko pembayaran dapat ditanggung secara kolektif.
Jika kebijakan ini dijalankan dengan serius, bukan tidak mungkin kita akan semakin sering mendengar kisah sukses petani milenial generasi baru petani yang tangguh secara ekonomi, terampil secara manajerial, dan berperan penting menjaga ketahanan pangan sembari meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Mataraman
(tribunmataraman.com)
Kisah Inspiratif
Wajid Akbar Musyafa
Petani Millenial
Petani Gen Z
Petani Millenial Lamongan
tribunmataraman.com
Eksklusif
| Kisah Andri Seorang Kurir yang Jadi Pahlawan Pendidikan Lewat Rumah Belajar Gratis di Surabaya |
|
|---|
| Cerita Guru Tunanetra di Sidoarjo Dimudahkan Mengakses Layanan BPJS Kesehatan |
|
|---|
| Guru SMK YP 17 Pare Sukses Raih 2 Pernghargaan di Ajang Mandalika Essay Competition 3 di Lombok |
|
|---|
| Kisah Sukses Imam Syafi'i: Menghasilkan Cuan Melalui Seni Kaligrafi di Tuban |
|
|---|
| Sosok Ipda Tri Wulandari: Perjalanan Inspiratif Sebagai Polwan dan Upaya Mencegah Kejahatan Seksual |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/mataraman/foto/bank/originals/Kisah-Wajid-Akbar-Musyafa-Petani-Gen-Z-asal-Kediren-Kalitengah-Lamongan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.