Fatwa Haram Sound Horeg

Pendapat Bijak KH Zahro Wardi Soal Fenomena Sound Horeg yang Difatwa Haram

Berikut pendapat bijak KH Zahro Wardi, dewan pengasuh Ponpes Darusasalam Trenggalek soal fenomena sound horeg yang dilabeli haram

Penulis: Sofyan Arif Chandra | Editor: eben haezer
ist
Ilustrasi Sound Horeg 

TRIBUNMATARAMAN.COM | TRENGGALEK - KH Zahro Wardi, Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam, Desa Sumberingin, Kecamatan Karangan, kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, angkat bicara perihal fenomena sound horeg yang tengah ramai diperbincangkan publik

Menurutnya, sound horeg tidak bisa disikapi secara sepihak sehingga muncul fatwa haram.

Gus Zahro, sapaan akrabnya menilai perlu pendekatan yang lebih bijak, menyeluruh, dan melibatkan banyak pihak dalam menyikapi sound horeg di tengah masyarakat.

Ia menilai perdebatan yang selama ini muncul lebih banyak disebabkan karena pandangan yang parsial atau hanya melihat dari satu sisi saja.

"Kalau saya amati, pro kontra soal sound horeg itu bermula dari pandangan-pandangan yang parsial. Ada yang melihat dari sudut fikih, ada dari pemerintah, dan ada juga dari pelaku sound horeg itu sendiri. Tiga-tiganya harus dikumpulkan, jangan parsial-parsial," ujarnya, Selasa (9/7/2025).

KH Zahro menyoroti sejumlah hasil bahtsul masail dari beberapa forum fikih seperti di Banyuwangi, Pasuruan, hingga An-Najah Denanyar yang menyatakan sound horeg haram secara mutlak. 

Namun, menurutnya, fatwa tersebut terlalu melihat dari sisi negatif tanpa memberikan solusi ataupun rekomendasi.

"Tidak ada solusi, tidak ada rekomendasi, dan juga tidak menghadirkan pelaku sound horeg. Bahkan, tidak ada pandangan dari ahli kesehatan seperti dokter THT atau dari pemerintah," lanjut Dosen Fikih Kebangsaan Program S2 Ma'had Ali Lirboyo, Kediri tersebut.

Di sisi lain, ia melihat pemerintah selama ini mendukung eksistensi sound horeg.

Hal ini ditunjukkan dengan adanya pembahasan yang berencana menjadikan sound horeg sebagai bagian dari karya intelektual nasional.

"Kalau kita lihat, di beberapa daerah seperti Banyuwangi, Jember, Blitar, sound horeg justru menjadi ikon. Pemerintah daerah terlihat mendukung karena dianggap bisa mendongkrak ekonomi lokal dan menarik wisatawan," terang KH Zahro.

Pandangan berbeda juga muncul dari para pelaku sound horeg. Mereka merasa tidak melakukan kesalahan karena hanya menyediakan jasa hiburan sesuai permintaan masyarakat. Bahkan, menurut mereka, kegiatan tersebut memberi lapangan kerja dan hiburan gratis bagi warga.

Melihat fakta ini, KH Zahro mengusulkan agar semua pihak duduk bersama dalam forum bersama yang melibatkan ulama, pelaku, pemerintah, ahli kesehatan, dan tokoh masyarakat. Tujuannya untuk merumuskan kebijakan yang adil dan proporsional.

"Kalau hanya melarang tanpa solusi, masyarakat justru akan melawan. Faktanya, setelah ada fatwa haram, malah banyak show besar-besaran digelar. Ini membuktikan bahwa pendekatan yang dilakukan masih belum menyentuh akar masalah," tambahnya.

KH Zahro juga menegaskan bahwa kehidupan masyarakat saat ini sulit dipisahkan dari penggunaan sound system, baik dalam kegiatan keagamaan, sosial maupun budaya.

"Karnaval, takbiran, hajatan. Semuanya pakai sound. Jadi jangan asal dilarang. Yang perlu adalah pengaturan batas suara, waktu penggunaan, dan lokasi. Jangan sampai merusak atau mengganggu," pungkas Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Trenggalek itu.

(TribunMataraman/Sofyan Arif Candra)

editor: eben haezer

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved