Koperasi Merah Putih

Kades di Tulungagung Mengeluh, Tak Ada Yang Mau Urus Koperasi Merah Putih Tanpa Digaji

Para Kades di Tulungagung mengeluh karena tidak ada yang mau mengurus koperasi merah putih jika tidak digaji

Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/david yohanes
MASUK BUS - Perwakilan 188 orang terdiri dari Kepala Desa, Lurah, BPD, dan LPM dari Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur masuk ke dalam bus yang akan membawa mereka ke Surabaya, Rabu (30/4/2025). Rencananya mereka akan mendengarkan arahan rencana pembentukan Koperasi Merah Putih dari Gubernur Jawa Timur. 

TRIBUNMATARAMAN.COM | TULUNGAGUNG - Para Kepala Desa (Kades) dan Lurah di Kabupaten Tulungagung menerima pengarahan pendirian Koperasi Merah Putih di Pendopo Kabupaten, Jumat (2/5/2025).

Namun sejumlah Kades masih masih kebingungan menjalankan koperasi yang diinisiasi pemerintah pusat ini.

Salah satunya adalah Kades Jarakan, Kecamatan Gondang, Suad Bagiyo.

Baca juga: Stafsus Menteri Koperasi Temui Kades dan Lurah di Tulungagung Bahas Pembentukan Koperasi Merah Putih

Salah satu yang dipertanyakan adalah para pengurus yang bekerja secara sukarela, tidak digaji.

"Kalau saya tetap optimis koperasi ini bisa berdiri. Tapi kalau dijalankan hanya oleh sukarelawan, tidak ada yang mau," ucapnya.

Suad mencontohkan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang banyak dijalankan tanpa digaji.

Para pengurus akhirnya banyak yang mengundurkan diri, sehingga BUMDes tidak banyak yang bisa berkembang.

Menurutnya, cukup sulit mencari sukarelawan yang menjalankan sebuah koperasi. 

"Saat ini paling hanya 2 atau 3 BUMDes yang maju karena tidak mau bekerja tanpa digaji," tegasnya.

Pada tahap awal ini setiap desa didorong untuk membuat badan hukum Koperasi Merah Putih.

Setelah itu koperasi menentukan jenis usahanya, lalu mengajukan permodalan di Bank Himbara.

Suad pun usul supaya ada 3 pengurus yang mendapatkan gaji, setidaknya Rp 1 juta per bulan untuk 1 tahun pertama.

"Siapa yang mau kerja tanpa dibayar? Alokasikan saja misalnya Rp 40 juta setahun untuk para pengurus," tambahnya.

Bagi Suad, mendirikan koperasi baru tidak sangat gampang.

Namun menempatkan orang untuk mengisi pengurus akan butuh usaha lebih.

Warga yang baru lulus kuliah pun tidak mau menjadi sukarelawan.

"Jenis usahanya nanti dikhawatirkan justru akan mematikan usaha yang sudah dijalankan warga. Misalnya jualan beras, apa tidak mematikan toko kelontong," ucapnya.

(David Yohanes/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer 
 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved