Liputan Khusus

Demo Agustus : Penangkapan Massal dan Dugaan Kekerasan Eksesif di Jawa Timur

KontraS Surabaya temukan dugaan kekerasan berlebihan polisi saat demo 29–30 Agustus 2025 di Jatim, ratusan ditangkap termasuk puluhan anak

|
Penulis: Farid Mukarom | Editor: Sri Wahyuni
Farid Mukarrom
Konferesi Pers KontraS Surabaya soal temuan adanya tindakan kekerasan oleh aparat keamanan pada Selasa (23/9/2025). 

Dari jumlah tersebut, 657 orang dibebaskan, sementara 209 orang ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka, termasuk 79 anak-anak.

Temuan tersebut berbeda dengan data Kepolisian Daerah Jawa Timur yang menyebut 997 orang ditangkap, terdiri dari 582 orang dewasa dan 415 anak-anak.

Dari jumlah tersebut, 682 orang dibebaskan, dan 315 orang ditetapkan sebagai tersangka. Data kepolisian tidak merinci berapa jumlah anak yang ditetapkan sebagai tersangka.

KontraS Surabaya menemukan bahwa dalam melakukan penangkapan  polisi menggunakan kekerasan berlebihan, sewenang-wenang dan tidak hanya menyasar demonstran, tetapi juga warga bisa dan anak-anak.

Praktik-praktik represif ini telah menimbulkan dampak besar, terutama bagi anak-anak yang ikut terseret dalam kasus tersebut.

Data Resmi Polda Jatim Soal Penangkapan Kerusuhan 29-30 Agustus 2025
Data Resmi Polda Jatim Soal Penangkapan Kerusuhan 29-30 Agustus 2025 (Ist)

Koordinator Divisi Advokasi KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir, menilai operasi penangkapan pasca-demonstrasi 29–30 Agustus 2025 menunjukkan ketidakmerataan penggunaan diskresi hukum di berbagai daerah.

“Terdapat perbedaan perlakuan kasus di tiap kepolisian daerah di Jawa Timur. Misalnya, di Blitar, Malang, dan Jember sebagian besar anak dilepaskan dengan kewajiban wajib lapor. Sementara di Surabaya, Sidoarjo, dan Kediri, banyak anak justru diperlakukan layaknya orang dewasa dan menghadapi proses hukum,” jelas Fatkhul.

Menurutnya, situasi ini menunjukkan lemahnya komando dan pengawasan yang melahirkan disparitas hukum antar wilayah  Kepolisian Daerah Jawa Timur.  Hal ini tercermin dalam perbedaan penanganan tahanan selama di kantor polisi.

"KontraS mencatat banyak tahanan, baik dewasa maupun anak-anak, mengalami perlakuan tidak manusiawi berupa pemukulan brutal hingga penyiksaan, baik saat penangkapan maupun ketika berada di kantor polisi,” ujarnya.

Tidak hanya itu, muncul pula laporan tentang dugaan pelecehan seksual yang dialami sejumlah tahanan.

Pelanggaran lain yang disorot adalah paksaan mencukur rambut.

"Menurut laporan atau aduan yang masuk ke kami, mayoritas orang yang ditangkap di Surabaya dipaksa dicukur rambutnya oleh polisi," jelasnya.

Fatkhul menjelaskan, anak-anak yang sudah dibebaskan pun masih mengalami kesulitan karena perangkat komunikasi dan barang pribadi mereka disita tanpa dikembalikan.

Selain itu, KontraS menemukan adanya kriminalisasi pemikiran.

Kriminalisasi pemikiran yang dimaksud adalah tindakan penyitaan buku filsafat, teori kritis, Marxisme, hingga anarkisme, lalu menjadikannya barang bukti untuk mengaitkan individu dengan dugaan penghasutan.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved