Pencabulan Santriwati di Trenggalek

Kemenag Trenggalek Pertimbangkan Menutup Ponpes Tempat Pencabulan Santriwati oleh Kiai dan Anaknya

Kemenag Trenggalek mempertimbangkan untuk menutup Ponpes di Karangan Trenggalek yang seorang santriwatinya dicabuli oleh kiai dan anak kiai.

Penulis: Sofyan Arif Chandra | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/sofyan arif candra
Masduki (kiri) dan Faisol Subhan Hadi (kanan) usai Menjalani Sidang Putusan di Pengadilan Negeri Trenggalek 

TRIBUNMATARAMAN.COM | TRENGGALEK - Majelis hakim Pengadilan Negeri Trenggalek telah memvonis kiai dan anak pelaku pencabulan terhadap santriwati di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek dengan hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Agama atau Kemenag Trenggalek bertindak cepat dengan menyurati Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Pendis) Kementerian Agama RI.

Surat itu intinya adalah pertimbangan untuk mencabut izin operasional (ijop) pondok pesantren yang dikelola oleh Masduki (72) dan Muhammad Faisol Subhan Hadi (37) tersebut.

"Kami akan mengajukan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yaitu Ditjen Pendis untuk meninjau ulang atau mempertimbangkan mencabut izin yang dimaksud," kata Kepala Kemenag Kabupaten Trenggalek, M Nur Ibadi, Selasa (1/10/2024).

Baca juga: Kiai dan Anaknya yang Cabuli Santriwati di Karangan Trenggalek Terindikasi Pedofil

Ibadi menjelaskan, dalam Ijop pendirian pondok pesantren dicantumkan nama kiai yang sudah divonis 9 tahun penjara. Hal tersebut mempengaruhi 5 syarat arkanul mahad (rukun pesantren) yang harus terpenuhi dalam pendirian pondok pesantren.

Ibadi akan berkoordinasi dengan Ditjen Pendis agar peninjauan atau pencabutan Ijop tersebut segera bisa dilakukan.

"Kami koordinasikan dulu dengan Pak Dirjen Pendis agar segera diperhatikan dan mendapatkan atensi khusus, karena memang masalahnya khusus yang perlu mendapatkan perhatian secara intensif," tegasnya.

Untuk nasib dari santri sendiri, menurut Ibadi, kepada mereka akan diberikan pendampingan dengan memberikan afirmasi dan fasilitasi, salah satunya jika ingin pindah ke pondok pesantren lainnya.

"Kami fasilitasi yang orang tua inginkan, yang penting hak-hak santri bisa terpenuhi, terutama hak untuk memperoleh pendidikan jangan sampai terganggu," terang Ibadi.

Namun demikian dari informasi yang ia terima, pondok pesantren tersebut sudah tidak mempunyai santri lagi, walaupun untuk siswa di sekolah formal yaitu SMP dan MA masih ada.

"Tapi (untuk sekolah) beda dengan pondok pesantren walaupun di dalam payung yayasan yang sama," pungkasnya 

(sofyan arif candra/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved