Pernyataan Sikap Komite Internasional Indonesia Bergerak Soal Tragedi Tewaskan 9 Warga Sipil
Pernyataan Sikap Komite Internasional Indonesia Bergerak Soal Kasus Tragedi Kematian 9 Warga Sipil dari Aksi 28-31 Agustus 2025
TRIBUNMATARAMAN.COM | MELBOURNE - Gelombang demonstrasi besar-besaran melanda berbagai wilayah Indonesia sejak 25 hingga 31 Agustus 2025.
Aksi ini mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap kebijakan ekonomi pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming yang dinilai pro-elit dan abai terhadap keadilan sosial.
Isu yang memicu kemarahan massa antara lain kebijakan pajak yang dianggap memberatkan, eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, pelibatan militer dalam ruang sipil, hingga pembagian jabatan politik tanpa mempertimbangkan kompetensi.
Situasi kian memanas setelah pemerintah menyetujui kenaikan pendapatan bulanan anggota DPR hingga 20 kali lipat dari rata-rata upah minimum pekerja.
Baca juga: 11 Anak Jadi Tersangka Pembakaran Gedung DPRD Kabupaten Blitar, Berikut Kata Kapolres
Alih-alih meredam ketegangan dengan dialog, aparat kepolisian justru merespons dengan tindakan represif. Dalam aksi yang berlangsung 28–31 Agustus, setidaknya sembilan warga dilaporkan meninggal dunia.
Mereka adalah Affan Kurniawan (21), Muhammad Akbar Basri (25), Sarina Wati (26), Saiful Akbar (43), Rusdamdiansyah (25), Rheza Sendy Pratama (21), Sumari (60), Andika Lutfi Falah (16), serta Iko Juliant Junior (18).
Sejumlah korban disebut meninggal akibat tindak kekerasan aparat, mulai dari dilindas kendaraan taktis hingga dugaan penganiayaan.
Kematian ini menimbulkan duka mendalam sekaligus kecaman dari berbagai kalangan.
Komite Internasional Indonesia Bergerak menilai respons pemerintah telah melanggar prinsip demokrasi.
Mereka mengecam pernyataan Presiden Prabowo yang menuding gerakan rakyat sebagai upaya makar dan terorisme.
Menurut komite, stigmatisasi tersebut hanya menjadi dalih untuk membungkam kritik sekaligus membuka jalan bagi tindakan represif hingga kemungkinan pemberlakuan darurat militer.
Melalui pernyataan resmi, komite mengajukan 11 tuntutan, di antaranya:
1. Presiden melalui Kapolri untuk menghentikan kekerasan polisi terhadap demonstran dan
bebaskan seluruh demonstran yang ditahan secara sewenang-wenang.
2. Presiden untuk menghentikan pembungkaman ekspresi berupa pemutusan dan
pembatasan akses dan manipulasi informasi digital, tekanan pada institusi pers dan
perguruan tinggi, maupun kriminalisasi kritik.
3. Presiden untuk membentuk Tim Independen untuk melakukan investigasi kasus
pembunuhan Affan Kurniawan, Muhamad Akbar Basri, Syahrina Wati, Syaiful Akbar,
Rusdam Diansyah, Rheza Sendy Pratama, Andika Lutfi Falah, Sumari, Iko Juliant
Junior, dan korban kekerasan aparat bersenjata lainnya, yang bekerja dengan
transparan dan akuntabel.
Khawatir Aksi Massa Anarkis, Ribuan Siswa di Kecamatan Tulungagung Ikuti Pembelajaran Daring |
![]() |
---|
11 Anak Jadi Tersangka Pembakaran Gedung DPRD Kabupaten Blitar, Berikut Kata Kapolres |
![]() |
---|
Sempat Bikin Resah Warga, Kapolres Tulungagung Akui Ada Pemberitahuan Unjuk Rasa 4 September |
![]() |
---|
Pria di Lumajang Habisi Nyawa Teman Dekat Mantan Istri, Cinta Segitiga Diduga Jadi Penyebab |
![]() |
---|
Demi Menjaga Keamanan, Aliansi Mahasiswa Tulungagung Rela Menyampaikan Aspirasi di GOR Lembupeteng |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.