Berita Terbaru Kabupaten Trenggalek

Alasan Ponpes Ploso selalu Sowan ke Pondok Pesantren Durenan Trenggalek Setiap Lebaran Ketupat

Inilah alasan dan riwayat mengapa Ponpes Al Falah di Ploso Kediri selalu berkunjung ke Ponpes Babul Ulum di Durenan Trenggalek

Penulis: Sofyan Arif Chandra | Editor: eben haezer
dok.prokopim kab trenggalek
SOWAN KIAI - Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin mendampingi Pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Kediri bersilaturahmi ke Pondok Pesantren Babul Ulum, di Desa Durenan, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek, Minggu (6/4/2025) malam. Pondok pesantren Babul Ulum sudah berdiri ratusan tahun dan menjadi cikal bakal perayaan Lebaran Ketupat di Kabupaten Trenggalek.   

TRIBUNMATARAMAN.COM | TRENGGALEK - Pengasuh Pondok Pesantren Al Falah, Ploso, Kabupaten Kediri, KH Nurul Huda Djazuli selalu menyempatkan diri untuk silaturahmi ke Pondok Pesantren Babul Ulum, di Desa Durenan, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek saat momen lebaran ketupat.

Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Babul Ulum, Muhammad Al Haidar, tradisi tersebut tidak pernah dilewatkan setiap tahunnya.

Salah satu alasannya karena ikatan saudara antara kedua pengasuh pondok pesantren.

Baca juga: Dampingi KH Nurul Huda Ploso, Mas Ipin Bupati Trenggalek Sowan Ulama Sambut Hari Raya Ketupat 

"Kalau keluarga Al Falah memang rutinan pasti kesini karena Bu Nyai Rodliyah Djazuli lahirnya di sebelah ndalem (rumah pengasuh Pondok Pesantren Babul Ulum)," kata Gus Haidar sapaan akrab Muhammad Al Haidar, Rabu (9/4/2025).

Nyai Rodliyah Djazuli merupakan ibu dari KH Nurul Huda Djazuli.

Nyai Rodliyah atau Nyai Roro Marsinah merupakan putri dari KH Mahyin bin KH Mesir Durenan Trenggalek bin Kiai Yahudo yang merupakan pendiri Ponpes Babul Ulum Durenan.

"Jadi masih ada ikatan keluarga antara Ploso dengan Durenan," ucapnya.

Lebih lanjut, esensi dari tradisi kupatan sendiri memang halal bihalal antar masyarakat maupun dengan kiai dan ulama.

Sedangkan di Kecamatan Durenan, halal bihalal difokuskan pada lebaran ketupat karena pada hari H Idul Fitri, halal bihalal dikhususkan untuk keluarga terdekat.

"Kakek-kakek kami dulu mengajarkan setidaknya setelah puasa ramadan lalu hari Raya idul Fitri, besoknya puasa Sunnah Syawal. Jadi masyarakat dulu itu mau sowan tidak berani karena tuan rumah puasa," jelasnya.

Lebih lanjut, Haidar sendiri tidak mempermasalahkan jika di Kecamatan Durenan sendiri pada tahun ini tidak diselenggarakan arak-arakan atau pawai gunungan ketupat. 

Menurutnya pawai gunungan ketupat hanyalah hiasan agar lebaran ketupat lebih meriah sedangkan inti lebaran ketupat adalah silaturahmi.

"Tahun ini (arak-arakan) ditiadakan memang murni (keinginan) masyarakat sendiri karena belum ada kesempatan untuk menjalankan, tapi tradisi arakan ketupat itu baru 10 tahunan sedangkan tradisi silaturahmi, open house tetap berlangsung," pungkasnya.

(sofyan arif candra/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved