Berita Terbaru Kota Blitar

Kampung Pande Besi di Kota Blitar Tetap Eksis Bertahan dari Gempuran Alat Pertanian Pabrikan

Eksistensi Kampung Pande Besi di Kota Blitar yang masih bertahan di tengah alat pertanian dari Pabrikan. Begini sejarahnya.

|
Penulis: Samsul Hadi | Editor: faridmukarrom
Samsul Hadi
Gunarjo, salah satu pande besi yang masih bertahan di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Era kejayaaan perajin cangkul di Kampung Pande Besi Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, redup bersamaan munculnya alat pertanian modern pabrikan.

Gempuran mesin pertanian buatan pabrik yang masif menjadi senjakala bagi para pande besi. Mereka yang tak mampu bersaing akhirnya gulung tikar.

Dari puluhan pande besi di Kelurahan Gedog, kini tinggal segelintir orang yang bertahan, salah satunya, Gunarjo (47).

"Banyak pande besi di sini (Kelurahan Gedog) yang tutup. Mungkin sekarang hanya ada tiga pande besi yang masih aktif produksi, salah satunya saya," kata Gunarjo ditemui di rumahnya, Rabu (28/2/2024).

Ketika itu, Gunarjo bersama dua pekerjanya terlihat sibuk memproduksi cangkul di belakang rumahnya.

Satu pekerja bagian menyepuh atau membakar lempengan besi yang menjadi bahan membuat cangkul. Lempengan besi yang selesai dibakar ditempa berulang kali untuk membentuk cangkul.

Satu pekerja lagi bagian merapikan lempengan besi yang baru saja ditempa menggunakan mesin gerinda. Sedang Gunarjo sendiri bagian merancang bentuk cangkul dan finishing.

"Dulu, aslinya pande besi dikerjakan lima orang. Empu yang merancang, lalu ada panjak ngarep yang membuat bakalan cangkul, terus panjak ngikiran yang bagian merapikan, panjak nggogol atau tukang tempa, panjak mburi dan panjak ubub bagian menyepuh," ujar bapak tiga anak itu.

Gunarko
Gunarjo, salah satu pande besi yang masih bertahan di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar.

Karena pesanan tidak seramai dulu, kata Gunarjo, sekarang pandai besi rata-rata dikerjakan dua sampai tiga orang saja.

Sekarang, untuk meringankan pekerjaan produksi, Gunarjo sudah menggunakan mesin tempa bantuan dari Disperindag. Sebelumnya, ia menempa lempengan besi secara manual menggunakan tenaga manusia.

"Sekarang, kalau dikerjakan lima orang, hasilnya tidak nutut. Jumlah pesanan dan biaya operasional tidak sesuai," ujarnya.

Gunarjo merupakan generasi ketiga sebagai pande besi. Ia meneruskan pekerjaan turun temurun sebagai pande besi dari kakek dan ayahnya. Bahkan, kelima saudara kandungnya juga menjadi pande besi.

Tapi, dari lima saudaranya, sekarang hanya Gunarjo dan kakak sulungnya, Katiman yang masih bertahan menjadi pande besi. Sedang, pande besi milik tiga saudaranya yang lain sudah tutup.

"Saya lahir dari keluarga pande besi. Bapak saya dulu juga tukang pande. Saya lima bersaudara dan semua juga pernah jadi pande besi. Dari lima saudara, sekarang hanya dua orang yang bertahan jadi pande besi, saya dan kakak pertama saya," katanya.

Sejak kecil, Gunarjo memang sudah terbiasa dengan kehidupan pande besi. Ia mengaku ketika masih kelas 5 SD sudah bisa pande besi.

Halaman
1234
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved