Berita Terbaru Kabupaten Trenggalek

Wawancara Eksklusif: Novita Hardini Istri Bupati Trenggalek Buka-bukaan Alasan Nyaleg DPR RI

Novita Hardini, istri Bupati Trenggalek menyatakan ingin menjadi anggota Legislatif demi

Editor: eben haezer
Sofyan Arif Chandra/Tribun Mataraman
Novita Hardini, istri Bupati Trenggalek 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Pemilu 2024 diwarnai tampilnya istri para kepala daerah di Jawa Timur yang maju sebagai caleg.

Satu diantaranya adalah Novita Hardini yang merupakan Istri Bupati Trenggalek,Mochamad Nur Arifin.

Novita tercatat sebagai caleg DPR RI dapil Jatim VII (Ngawi, Ponorogo, Trenggalek, Pacitan dan Magetan) dari PDI Perjuangan. 

Meski merupakan pendatang baru, Novita Optimistis terpilih pada Pemilu 2024.

Salah satu alasannya adalah pengalaman sosial Novita yang menjabat sebagai Ketua TP PKK Kabupaten Trenggalek, serta elektabilitas Novita yang cukup moncer jelang Pemilu 14 Februari 2024 mendatang. 

"Salah satunya saya ingin mengawal aspirasi perempuan," kata Novita saat hadir dalam Talkshow Politik Tribun Series bertajuk 'Istri Kepala Daerah Rame-Rame Ikut Nyaleg (Numpang Pamor, Mau Saingi Suami atau Panggilan Hati)' di Studio TribunJatim Network, Rabu (17/1/2024). 

Bagi Novita, keputusan untuk maju ke politik didasari oleh keinginan yang kuat untuk memberikan manfaat yang lebih besar. Lantas seperti apa dukungan sang suami hingga pandangan Novita mengenai persaingan politik di Pemilu mendatang?. 

Simak selengkapnya dalam petikan wawancara yang dipandu oleh Manajer Editor Online TribunJatim Network Mujib Anwar berikut ini ;

Bisa anda ceritakan mengapa akhirnya terjun ke politik?

Novita : "Sebenarnya jauh sebelum menikah, saya sudah seorang aktivis. Dimulai sejak sekolah saya sudah membiayai diri sendiri.

Saya bertekad untuk membahagiakan kedua orang tua. Bermanfaat untuk keluarga besar. Kemudian membelikan rumah untuk ibu saya bahkan sebelum menikah dengan Mas Arifin, itu di mata saya sudah bagian pergerakan politik perempuan yang notabene perempuan di Jawa, waktu itu masih erat kaitannya dengan patriarki.

Saya pun mengalami itu. Disitu saya berani untuk mendobrak budaya patriarki itu dan dengan keberhasilan yang memang saya buktikan.

Saya lulus kuliah tanpa membebani orang tua, sampai akhirnya saya menikah dengan Mas Arifin.

Ketika saya menikah, saya juga terlibat beberapa perbincangan.

Tadinya Mas Arifin anak band, kemudian jadi bakul panci sampai Mas Arifin terjun ke politik ini bagian dari hasil diskusi ranjang kami.

Karena kami biasa diskusi. Akhirnya membentuk kontrak pemikiran beliau sehingga membuat beliau memberanikan diri untuk berangkat sebagai wakil bupati tahun 2015.

Nah setelah menjadi istri wakil bupati, otomatis saya menjadi wakil ketua TP PKK dan ketika beliau dilantik menjadi Bupati Trenggalek saya menjadi Ketua TP PKK.

Perjuangan ini menjadi lengkap ketika saya melihat ada banyak sekali masalah sosial di Kabupaten Trenggalek yang notabene ternyata saya lihat banyaknya bantuan sosial, jaminan sosial yang digelontorkan pemerintah tidak mengubah secara signifikan angka kemiskinan waktu itu di tahun 2016-2017.

Akhirnya pergerakan saya mulai dari membuat sekolah khusus perempuan. Ini sedang perbaikan dan penyempurnaan karena di dalam undang-undang dan peraturan kementerian desa, setiap dana desa itu wajib untuk dialokasikan pemberdayaan perempuan, pendidikan perempuan.

Nah kemudian saya bergerak melalui UMKM Perempuan Perintis Indonesia saya punya 15.000 member perempuan. Ini inisiatif saya tanpa anggaran APBD APBN dan ini memang murni pembelajaran saya dalam lebih mengenal lagi dunia pelayanan. Nah ternyata ketika saya bergerak bahkan ini saya tidak membawa previllege sebagai istri Bupati. 


Kenapa tiba-tiba tertarik Nyaleg?


Novita : Pertama, semakin tahu bahwa angka partisipasi perempuan yang berani untuk menjadi pemimpin itu rendah.

Kedua, ada beberapa anggota legislatif perempuan yang sudah ada di DPR RI atau DPRD provinsi bahkan di Kabupaten itu belum sepenuhnya menyuarakan kebutuhan tentang perempuan, kelompok rentan, disabilitas dan lain sebagainya bahkan pendidikan politik perempuan di desa juga belum ada. Nah ini yang menjadi semangat saya.


Pilihannya kenapa DPR RI?


Novita: Sesuai dengan kebutuhannya. Mas Ipin sebagai eksekutif, kepala daerah tidak bisa membangun Kabupaten Trenggalek seorang diri dengan anggaran APBD yang sangat-sangat terbatas yakni 1,8 T dibagi banyaknya pos anggaran. Tentu banyak hal yang belum bisa tercover.

Contoh Kabupaten Trenggalek dengan saya dampingi gitu ya sebagai Ketua TP PKK dan juga pendampingan UMKM, PAD kita meningkat jadi dari 2022, Rp 202 miliar kemudian 2023 jadi Rp 548 Miliar. Kenaikannya signifikan. Kemiskinan turun dari 16 persen jadi 12 persen. 

Tapi dari angka-angka itu apakah kita sudah punya kapabilitas untuk membenahi infrastruktur jalan, nah ini penting banget. Ibu-ibu hamil bisa melewati jalan yang sama, anak-anak sekolah melewati jalan yang sama. Nah ini menjadikan saya, Mas Ipin harus punya dekengan pusat nih. Tujuannya adalah bagaimana mempercepat pembangunan yang ada di Mataraman. 


Artinya keputusan Nyaleg DPR RI ini pilihan anda sendiri?

Novita: Saya sempat berdialektika dengan Mas Arifin. Suatu ketika kita minum teh bareng. Secara spontan saya bilang niat saya untuk menjadi DPR RI.

Sontak Mas Arifin terdiam. Terus Mas Arifin sempat bilang tidak mengizinkan. Bunda saya juga tidak mengizinkan.

Oh tidak apa-apa biar takdir yang mengatur ini bagaimana. Dan kamu harus lihat kapabilitas saya juga sebagai perempuan.

Nah terus itu saya sampaikan di Tahun 2022 awal, kemudian saya membuktikan kepada mas Arifin dengan cara bekerja. Bunda juga selalu merestui. Anak-anak juga sangat support. 


Ketika istri kepala daerah Nyaleg. Tanggapan orang kan pasti macam-macam. Ada yang support, beberapa juga ada yang nyinyir karena mengganggap numpang ketenaran suami. Bagaimana anda menanggapi hal itu?


Novita: Saya memandang kehidupan ini sebagai seni. Termasuk politik ini adalah seni.

Lalu kita melihat bahwa seni kehidupan ini ada yang positif dan negatif. Itu juga sudah saya alami jauh sebelum saya jadi calon.

Jika pembahasannya adalah caleg, maka persepsi publik itu seharusnya tidak menjadi pengaruh bagi saya. Karena saya jelas-jelas sendiri di sini sudah membulatkan tekad dan tahu apa sih yang harus saya tuju.

Tujuan saya adalah kebermanfaatan. Jadi untuk menuju kebermanfaatan itu warna-warna yang ada di dalam sepanjang perjalanan, itu hanya sebagai sebuah warna yang menyempurnakan saya, yang mematangkan saya. Itu tidak menjadi pengaruh bagi saya. 

Tidak masalah dan mereka punya hak untuk untuk menilai saya. Tapi saya tetap fokus pada tujuan saya yaitu untuk mempercepat pembangunan yang ada di Kabupaten Mataraman ini. Yaitu Kabupaten Trenggalek, Ponorogo, Pacitan, Ngawi dan Magetan. 

Apakah justru anggapan nyinyir itu jadi motivasi tersendiri?


Novita: Kegagalan bagi saya itu satu. Yaitu kalau kita terpengaruh dengan omongan orang lain gitu. Jadi kalaupun ada nyinyiran, itu gak masuk ke saya. 


Sebenarnya apa sih cita-cita terbesar dari Bunda Novita dengan memilih Jalan politik sebagai caleg?

Novita: Pertama, sebagai perempuan hal yang paling susah untuk kaum perempuan itu adalah keberanian. Berani dan tatag. Ketika saya berdiri disini, saya ingin semua perempuan yang ada di Indonesia itu menjadikan saya sebagai simbol pergerakan mereka. Untuk mengambil keputusan itu juga butuh keberanian.

Kedua sebagai ibu, perempuan juga bisa berkarya sejajar dan setara dengan kaum lelaki termasuk dalam dunia pelayanan publik. Ketiga dengan adanya penambahan kursi yang mewakili keterlibatan perempuan, tentu segala hajat hidup dan perlindungan pembangunan yang mana itu erat kaitannya dengan perempuan ini lebih diperhatikan, lebih merata ke seluruh pelosok negeri.

Karena hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia itu berjenis kelamin perempuan. Dan perempuan di mata saya, mereka adalah pelopor peradaban. Perempuannya sukses, suami dan anaknya sukses.

Coba kalau saya tidak terdidik, pola pikirnya hanya bergantung suami. Itu normalnya perempuan begitu. Tapi kenapa perempuan harus terdidik, agar dia menjadi teman perjuangan yang setara.

Tahu suaminya pulang bawa uang nih kalau saya ya sebagai ibu Bupati, ini uang dari mana, bekerjanya benar atau enggak, ini halal atau enggak. Pada akhirnya akan mengantarkan suami untuk amanah. Jadi kuncinya bagi saya adalah di perempuan.

 

(yusron naufal putra/tribunmataraman.com)

Editor: eben haezer 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved