TRIBUNMATARAMAN.COM - Ketua PC PMII Tuban, Abid Rohman mengatakan sejumlah anggota PMII terluka akibat bentrokan dengan polisi saat demo PMII Tuban di depan gedung DPRD, kemarin (16/8/2023).
Seperti diketahui, demo PMII Tuban ini mulanya digelar di depan kantor Pemkab Tuban, namun kemudian bergeser ke depan kantor DPRD karena mahasiswa gagal bertemu Bupati Tuban.
"Ada 3 atau 4 kader kami yang mengalami luka atas tindakan represif kepolisian dan juga OPD yang ada," kata Ketua PC PMII Tuban, Abid Rohman saat konferensi persk kemarin.
Baca juga: Mahasiswi PMII Mengaku Jadi Korban Pelecehan Seksual Oleh Polisi Saat Demo Berujung Bentrok di Tuban
Ia menjelaskan, kader yang ikut unjuk rasa mendapat pemukulan, penganiayaan dan tindakan kekerasan lainnya.
Dengan adanya kejadian tersebut, pihaknya beserta seluruh kader menuntut pertanggungjawaban dari pihak kepolisian maupun OPD Pemkab.
"Kami akan menuntaskan permasalahan ini dan kami akan menuntut atas kekerasan pada aksi kali ini," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau PC PMII kabupaten Tuban, Jatim, menggelar unjuk rasa untuk mengkritik kepemimpinan bupati Tuban, Aditya Halindra Faridzky, Rabu (16/8/2023).
Baca juga: BREAKING NEWS - Demo PMII di Tuban Ricuh, Mahasiswa Dibanting dan Dikeroyok Polisi
Demo PMII Tuban ini berakhir ricuh. Terjadi bentrokan antara mahasiswa dengan polisi yang melakukan pengamanan.
Mahasiswa memulai unjuk rasa di depan kantor Pemkab Tuban, Rabu (16/8/2023) siang.
Dalam aksinya, mahasiswa membawa banner bergambarkan foto Bupati Lindra dengan memberikan tulisan raport merah.
"Kita beri raport merah untuk Bupati," teriak orator aksi.
Mahasiswa menjelaskan, Bupati Lindra gagal dalam mengentaskan kemiskinan.
Selain itu juga gagal dalam menangani kasus angka stunting bagi anak.
"Bupati gagal dalam mensejahterakan masyarakat Tuban," tegas ketua PC PMII Tuban, Abid Rohman.
Saat sedang berunjuk rasa di depan kantor Bupati, mahasiswa mendapat informasi Bupati sedang berada di gedung DPRD Kabupaten Tuban.