Fatwa Haram Sound Horeg

Polemik Fatwa Haram Sound Horeg, ini Kata Ketua PD Muhammadiyah Trenggalek

Berikut tanggapan ketua PD Muhammadiyah Kabupaten Trenggalek atas fenomena sound horeg yang mendapat cap haram dari MUI Jawa Timur

Penulis: Sofyan Arif Chandra | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/david yohanes
ilustrasi sound horeg 

TRIBUNMATARAMAN.COM | TRENGGALEK - Polemik penggunaan sound horeg kembali mencuat pasca munculnya fatwa haram dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. 

Ketua Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Trenggalek, Wicaksono, menilai bahwa fatwa tersebut penting untuk dijadikan pedoman moral bersama, walaupun tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Setahu saya, fatwa MUI itu sebatas imbauan moral, tidak punya bobot hukum positif. Karena namanya imbauan, maka hanya yang cocok akan mengikuti, yang tidak cocok biasanya tidak (mengikuti)," kata Wicaksono, Selasa (15/7/2025).

Baca juga: VIRAL Sound Horeg Bikin Karnaval di Mulyorejo Kota Malang Ricuh, MUI Ikut Angkat Bicara

Namun demikian, jika masyarakat memiliki kesadaran hukum dan pertimbangan moral yang baik, maka fatwa keagamaan justru bisa lebih efektif ketimbang aturan hukum tertulis.

Yang menjadi masalah, menurut Wicaksono kesadaran hukum dan moral sebagian masyarakat masih rendah.

"Atas nama pribadi dan institusi, Muhammadiyah mendukung fatwa tersebut karena banyak sisi positifnya. Kalau ditepati, tentu ada keuntungannya bagi masyarakat," tegasnya.

Menurut Wicaksono, penggunaan sound horeg yang berlebihan tidak hanya mengganggu kenyamanan masyarakat, tetapi juga berpotensi mengabaikan nilai-nilai ibadah. 

Ia menekankan perlunya keseimbangan antara kegiatan hiburan dan kewajiban keagamaan.

"Hiburan tetap bisa jalan, tapi jadwal salat jangan sampai dikorbankan. Jadi sound-nya dibatasi, jangan los-losan," tambah Wicaksono.

Ia juga menyinggung penggunaan sound dalam kegiatan Peringatan Hari Besar Nasional (PHBN) di bulan Agustus yang kerap berlebihan bahkan tak jarang mengganggu kekhusyukan ibadah.

Muhammadiyah Trenggalek bahkan sebelumnya telah menyampaikan keprihatinan kepada Badan Kesbangpol terkait hal tersebut.

"Sudah bukan rahasia, kadang-kadang gara-gara kegiatan itu, salat jadi dikalahkan. Ini pernah kami angkat saat diskusi dengan Pak Widodo (Kepala Bakesbangpol) sebelum purna," tambahnya.

Namun demikian, Wicaksono tak ingin mengabaikan pelaku usaha penyewaan sound system. Menurutnya polemik ini harus dicarikan solusi bersama dan saling menghormati kepentingan masing-masing.

"Ini masalah sosial, jadi butuh win-win solution. Semua harus saling memperhatikan," pungkasnya.

(Sofyan arif candra/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved