UMKM Kabupaten Kediri

Bertahan di Tengah Cuaca dan Zaman, Sentra Genteng Tradisional Dusun Templek Kediri Tetap Membara

Para pembuat genteng tradisional di dusun Templek, kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, masih setia menjaga tradisi di tengah gempuran atap modern

Penulis: Isya Anshori | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/isya anshori
PEMBUATAN GENTENG - Produsen genteng tradisional di Dusun Templek di Desa Gadungan Kecamatan Puncu, Marwan saat memperlihatkan produknya, Kamis (19/6/2025). Aktivitas membentuk tanah liat menjadi genteng terus bergulir, meski dihadapkan pada tantangan cuaca ekstrem dan keterbatasan bahan baku. 

TRIBUNMATARAMAN.COM | KEDIRI - Di tengah gempuran atap modern seperti galvalum dan asbes, Dusun Templek di Desa Gadungan, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri masih setia menjaga tradisi sebagai sentra produksi genteng dan bata merah.

Aktivitas membentuk tanah liat menjadi genteng terus bergulir, meski dihadapkan pada tantangan cuaca ekstrem dan keterbatasan bahan baku.

Salah satu produsen genteng generasi ketiga di dusun tersebut, Marwan (38) mengungkapkan bahwa proses produksi genteng sangat dipengaruhi oleh cuaca.

Ketika musim kemarau, produksi berjalan lebih cepat dan efisien. Namun saat musim penghujan, pekerjaan menjadi lebih berat karena harus bolak-balik memindahkan genteng yang belum kering untuk menghindari hujan.

"Kalau kemarau, jemur sekali bisa langsung kering. Tapi kalau mendung, harus dijaga terus. Genteng gampang berubah warna dan teksturnya. Jadi memang pekerjaan ini bergantung penuh pada cuaca," jelas Marwan, Kamis (19/6/2025).

Dalam sebulan, Marwan mengaku bisa memproduksi hingga 20.000 genteng. Pasarnya cukup luas, menjangkau hingga Lamongan, Malang, Jombang, dan Nganjuk. Namun untuk keluar provinsi, dirinya belum menjajaki lebih jauh.

Meski genteng modern kini digemari karena dianggap praktis, Marwan menyebut genteng tanah liat tetap punya keunggulan tersendiri. 

"Kalau pakai galvalum atau asbes itu kan panas, tapi kalau genteng tanah liat adem, lebih sejuk. Udara dalam rumah terasa segar, tidak lembap," urainya. 

Menariknya, hubungan antarpengrajin genteng di dusun ini sangat erat. Jika ada kekurangan stok, mereka biasa saling meminjam barang produksi dengan ukuran dan merek yang sama. 

"Asal jujur dan sopan pada pembeli, semuanya akan berjalan lancar," imbuhnya.

Untuk bahan baku, para produsen biasa mengambil tanah liat dari kecamatan sekitar seperti Kepung dan Kandangan. Harga per truk mencapai Rp 220 ribu.

Namun tidak semua jenis tanah cocok. Tanah liat harus dari dataran tinggi, tidak terlalu lengket tapi juga tidak terlalu lembut, agar hasil genteng lebih kuat dan rata saat dicetak.

Selain genteng, warga Dusun Templek juga memproduksi bata merah.

Menurut Marwan, jika dikerjakan dalam satu hari penuh, satu orang bisa memproduksi hingga 1.000 bata per hari. Namun jika disambi pekerjaan lain, jumlahnya hanya sekitar 400-500 bata per hari.

"Jadi kalau produksi genteng pasti produksi bata merah, namun jika bata merah belum tentu produksi genteng," ungkapnya. 

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved