Pencabulan Santri di Ngunut Tulungagung

Kapolres Tulungagung Berkaca-kaca Saat Cerita Kekejaman Ustad yang Cabuli 7 Santri Ponpes di Ngunut

Mata Kapolres Tulungagung berkaca-kaca saat berkisah tentang kekejian AIA (26), tersangka pencabulan 7 santri laki-laki  sebuah ponpes di Ngunut

Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/david yohanes
MENGGAMBARKAN PERILAKU TERSANGKA - Kapolres Tulungagung, AKBP Taat Resdi menggambarkan perilaku brutal AIA (26) tersangka pencabulan terhadap 7 santri laki-laki sebuah pondok pesantren di Kecamatan Ngunut, Kamis (24/4/2025). Menurutnya, tersangka melakukan kekerasan agar para korban tidak melawan, tidak berteriak dan tidak berani melapor ke pimpinan pondok pesantren. (Tribunmataraman.com / David Yohanes)  

TRIBUNAMTARAMAN.COM | TULUNGAGUNG - Mata Kapolres Tulungagung, AKBP Taat Resdi berkaca-kaca saat berkisah tentang kekejian AIA (26), tersangka pencabulan 7 santri laki-laki  sebuah pondok pesantren di Kecamatan Ngunut.

Sosok ustaz  sekaligus bapak kamar ini disebut melakukan kekejaman yang luar biasa kepada para korban.

Kapolres bahkan mengaku tidak bisa bercerita secara detail untuk menggambarkan perbuatan ustaz asal Sumatera Selatan ini.

Baca juga: 7 Santri Laki-laki Korban Pencabulan Ustaz di Tulungagung Mengalami Trauma Mendalam

"Dari hasil pemeriksaan, tersangka ini cukup brutal. Baca BAP-nya saja saya sampai menangis," ucap Kapolres, saat ditemui Kamis (24/4/2025).

Kapolres menggambarkan, para korban berusia 8-12 tahun jauh dari orang tuanya untuk menuntut ilmu.

Namun saat di pondok pesantren mendapat perlakuan kejam dari ustaznya.

Dari hasil visum diketahui ada satu korban yang disodomi oleh AIA.

"Tergambar dari hasil visum itu, memang terjadi sodomi," tegas Kapolres.

Baca juga: Polisi Akan Periksa Kejiwaan Ustad yang Diduga Cabuli 7 Santri Laki-laki di Ngunut Tulungagung

Seluruh korban dipaksa untuk melakukan oral seks oleh AIA.

Kejahatan ini dilakukan sejak Maret 2024 sampai maret 2025.

Korban menerima perlakuan tak senonoh ini antara 2 kali, hingga ada yang 20 kali.

Setiap melakukannya, AIA melakukan kekerasan agar para korban tidak melawan.

Akibat sikap kejamnya itu, para korban tidak berani teriak atau melapor ke pimpinan pondok pesantren.

Akibatnya para korban mengalami trauma kejiwaan yang sangat berat.

"Secara fisik mereka masih bisa ceria saat bertemu temannya, karena masih anak-anak. Tapi secara psikologi mereka mengalami tekanan yang sangat besar," tutur Kapolres.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved