Demo Tolak UU TNI

Gelombang Demo Tolak UU TNI Terjadi Karena Trauma Pada Dwifungsi ABRI di Masa Lalu

Pengamat Hukum Tata Negara menyebut gelombang penolakan UU TNI di berbagai daerah disebabkan karena trauma pada dwifungsi ABRI di masa ORBA

Penulis: Rifky Edgar | Editor: eben haezer
ist
TOLAK UU TNI - Unjuk rasa tolak UU TNI di depan gedung negara Grahadi, Surabaya, Senin (24/3/2025) 

TRIBUNMATARAMAN.COM | MALANG - Gelombang aksi menolak UU TNI masih berlangsung di berbagai daerah. 

Di Malang, demo tolak UU TNI, Minggu (23/3/2025) malam, bahkan berakhir ricuh. 

Sementara itu, demo tolak UU TNI di Surabaya hari ini masih sedang berlangsung di depan gedung negara Grahadi. 

Baca juga: Kondisi Terkini 6 Orang yang Diamankan Polisi Setelah Demo Tolak UU TNI di Malang Ricuh

Pengamat Hukum Tata Negara/Politik Universitas Widyagama Malang, Dr. Anwar, SH., MHum menilai, bahwa gejolak yang terjadi ini menandakan kalau rakyat masih trauma dengan masa lalu.

Sebab, disahkannya UU TNI dapat berpotensi mengembalikan peran militer ke dalam wilayah sipil. Seperti dwifungsi ABRI pada masa orde baru.

Kondisi itu yang menurutnya bertentangan dengan semangat reformasi.

"Orang-orang ini masih trauma dengan pengalaman masa lalu (orde baru),"

"Pengalaman di mana ABRI hidup sebagai alat kekuasaan negara," ucapnya, Senin (24/3/2025).

Anwar mengatakan, secara historis melalui reformasi, peran TNI sebenarnya sudah dikembalikan sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan negara.

Namun dengan disahkannya UU TNI ini, bisa memberikan potensi TNI aktif masuk ke ranah sipil.

Kondisi ini yang memunculkan rasa kekhawatiran bagi masyarakat.

Terutama yang hidup pada masa orde baru dulu.

"Ya karena itulah, salah satu tuntutan reformasi adalah mengembalikan posisi TNI ke posisi yang ideal sebagai pertahanan negara,"

"Sekaligus waktu itu juga menata posisi kepolisian menjadi alat pengamanan masyarakat," ucap Anwar yang juga Rektor UWG itu.

Anwar mengkhawatirkan, apabila militer sudah memasuki ranah kekuasaan atau politik praktis itu sudah sangat berbahaya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved