Polwan Bakar Suami di Mojokerto
Kata Psikolog Soal Polwan Bakar Suami di Mojokerto: Kesehatan Mental Dibutuhkan Semua Profesi
Tragedi Polwan membakar suaminya di Mojokerto, menarik perhatian banyak orang. Ini kata psikolog dari Untag Surabaya
TRIBUNMATARAMAN.COM - Tragedi Polwan membakar suaminya di Mojokerto, menarik perhatian banyak orang.
Apalagi, baik korban maupun pelaku, sama-sama aparat penegak hukum. Mereka juga telah dikaruniai 3 anak yang masih balita.
Karolin Rista SPsi MPsi Psikolog, dosen Psikologi Untag Surabaya mengatakan, secara psikologis memang ada banyak hal yang menyebabkan perilaku ini terjadi.
"Meskipun banyak opini masyarakat yang menyudutkan pelaku yang mengkritisi bagaimana seorang polwan bisa sampai melakukan tindak kriminal," katanya.
Menurutnya, saat ini pelaku juga membutuhkan pendampingan psikolog karena bisa saja saat ini sedang merasakan penyesalan dan tertekan mengingat anak anaknya yang masih balita.
"Namun, terlepas dari semua itu, saya berharap masyarakat bisa melihat bahwa dengan atribut dan profesi apapun, kasus ini menjelaskan bahwa ketika seseorang berada dalam titik batas toleransi yang dimiliki, atau ketika kesejahteraan psikologi seseorang sudah tidak lagi dimiliki, maka ia mampu melakukan banyak hal yang di luar norma-norma atau batas-batas sewajarnya," tuturnya.
Dia melanjutkan, ciri-ciri dari seseorang yang masih bisa memiliki kesejahteraan psikologis yang baik adalah masih mampu bertindak otonom.
Bila dia seorang Polwan, dia masih bisa melakukan aktivitas bekerja, bisa beradaptasi dengan lingkungan, dan masih melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai aparat penegak hukum.
Selain itu, dia masih bisa menjalin relasi dengan sekelilingnya.
"Namun kalau dilihat pemicu terbesar situasi ini, ketika menjadi seorang ibu dari beberapa orang anak dan suami ternyata memiliki keterikatan dengan judi online, itu sebenarnya sudah merupakan tanggung jawab yang berat," ujarnya.
"Apalagi ketika ia tidak mendapatkan support system yang baik dari suami untuk menghidupi beberapa anak, sehingga tekanan yang dimiliki oleh seorang ibu ini ternyata sudah cukup tinggi," lanjutnya.
Dia menyayangkan tersangka yang kehilangan kontrol emosi meski harus diakui bahwa beban untuk merawat 3 anak dan tetap harus bekerja dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan keluarga sangat berat.
"Semua yang ditahan sudah tidak bisa lagi dia toleransi, ini yang sangat disayangkan. Harapannya dengan kasus-kasus begini kita lebih aware bahwa mau profesi apapun kesehatan mental seseorang itu sangat perlu. Kita tidak pernah tahu batas seseorang bertoleransi secara emosional itu ada di mana, lebih daripada itu hal-hal ini sebenarnya bisa lebih dicegah dengan perilaku pimpinan maupun lingkungan keluarga," urainya.
"Misalkan situasi keluarga kita yang sudah masuk dalam kategori candu, candu judi, kecanduan mencuri kecanduan pornografi, kecanduan seks bebas. Semua yang candu itu seharusnya sudah lebih cepat mendapatkan pertolongan mendapatkan bantuan karena imbasnya bukan hanya pada dirinya sendiri tapi orang-orang terdekatnya," pungkasnya.
(sulvi sofiana/tribunmataraman.com)
editor: eben haezer
Polwan bakar Suami di Mojokerto
sindrom baby blues
psikologi polwan pembakar suami di Mojokerto
Psikolog UM Surabaya
Psikolog Karolin Rista
BREAKING NEWS - Polwan yang Membakar Suaminya di Mojokerto Divonis 4 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Polwan yang Membakar Suaminya di Mojokerto Dituntut 4 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Kasus Polwan Bakar Suami, Polisi Sebut Ada Privasi Korban dan Pelaku yang Tak Bisa Diumbar |
![]() |
---|
Kasus Polwan Bakar Suami, WCC Jombang Minta Polisi Penuhi Hak Anak Tersangka yang Masih Balita |
![]() |
---|
Polwan yang Membakar Suaminya di Mojokerto Diperbolehkan Menyusui Anaknya Meski Berstatus Tahanan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.