Berita Terbaru Kabupaten Tulungagung

Audiensi APDESI Tulungagung dan BKPSDM Buntu, Pemkab Tetap Menempatkan PNS Jadi Sekdes

Audiensi atnara Apdesi Tulungagung dengan BKPSDM Tulungagung buntu. Pemkab Tulungagung bersikukuh tak menarik Sekdes berstatus PNS

Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
ist
Suasana setelah audiensi APDESI Tulungagung dan BKPSDM yang buntu. 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Tulungagung melakukan audiensi dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Tulungagung, Senin (18/9/2023).

APDESI kembali mempertanyakan 43 Sekretaris Desa (Sekdes) dengan status PNS yang masih ada di desa-desa.

Perwakilan APDESI Tulungagung ini ditemui langsung oleh Kepala BKPSDM Tulungagung, Soeroto.

Baca juga: Sekdes Berstatus PNS di Tulungagung Masih Akan Dapat Penghasilan Dobel Sampai Januari 2025

Namun audensi ini buntu, BKPSDM tidak mengakomodasi tuntutan APDESI yang meminta Sekdes PNS segera dikembalikan ke Pemkab Tulungagung.

Soeroto tetap bersikukuh, penarikan Sekdes PNS harus berdasar permohonan Kepala Desa.

Seluruh Sekdes PNS ini akan ditarik paling lambat pada Januari 2025.

Ketua APDESI Tulungagung, Anang Mustofa, mengatakan sebenarnya batas akhir Januari 2025 itu adalah peringatan.

Baca juga: APDESI Tulungagung: Pemkab Wajib Menarik Sekdes PNS Karena Bertentangan Dengan Undang-undang Desa

Namun ternyata oleh Bupati justru dijadikan acuan, untuk tetap menempatkan pada PNS sebagai Sekdes.

“Kami khawatir, 2025 nanti ada Pilkades serentak. Penarikan Sekdes bisa memicu situasi tidak kondusif,” ujar Anang.

Secara khusus Anang menyoroti penghasilan ganda yang diterima oleh para Sekdes.

Saat ini para Sekdes PNS masih menerima tambahan tunjangan dari pemerintah desa berupa tanah bengkok.

Padahal yang seharusnya menerima tambahan tunjangan hanya perangkat desa.

Sesuai Undang-undang Desa, Sekdes PNS tidak termasuk kategori perangkat desa.

Yang dimaksud perangkat adalah unsur staf, sekretariat, kewilayahan maupun teknis yang diangkat dan diberhentikan oleh Kades.

Sementara Sekdes PNS tidak diangkat oleh Kades, dan Kades tidak punya wewenang untuk memecatnya.

“Jadi kalau mereka masih menerima gaji dari negara dan mendapat tambahan tunjangan, itu harus ada kajian karena itu melanggar ketentuan,” tegas Anang.

Selain itu Kades juga tidak bisa mengambil tindakan kepada Sekdes yang melakukan pelanggaran. 

Berdasar Undang-undang Desa, Kades bisa memberhentikan perangkat yang melakukan pelanggaran berat, misalnya tindakan asusila.

Namun Sekdes PNS jika melakukan pelanggaran berat maka dikembalikan ke Pemkab dan hanya bupati yang berhak mengambil tindakan.

APDESI juga mempertanyakan penempahan PNS di desa-desa, sementara Pemkab Tulungagung mengaku masih kekurangan pegawai.

Terbukti setiap tahun Pemkab melakukan rekrutmen melalui PNS maupun Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Seharusnya jika memang kekurangan pegawai, para PNS ini ditarik ke kantor kecamatan, sedangkan Sekdes diisi lewat mekanisme rekrutmen.

“Sekarang ini banyak desa kurang pengawasan karena di Kecamatan itu, para kasi kekurangan staf. Ada desa yang laporannya sudah selesai, padahal ada proyek yang belum dikerjakan,” ungkap Anang.

Kades Kendalbulur, Kecamatan Boyolangu ini juga mengingatkan, tugas camat adalah melakukan pengawasan dan pembinaan.

Selama ini tugas ini belum maksimal karena kekurangan staf di kantor kecamatan.

Seharusnya para PNS ini ditempatkan di Kantor Kecamatan untuk pengawasan dan pemberdayaan, bukan ditempatkan di kantor desa.

(David Yohanes/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer 
 

--

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved