Ajudan Kadiv Propam Tewas Ditembak

Jurnalis Diintimidasi Saat Liput Kasus Penembakan Ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, Ada Apa?

Lagi terjadi aksi intimidasi kepada jurnalis saat melakukan peliputan kasus penembakan ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.

Editor: faridmukarrom
Warta Kota/ Miftahul Munir
Ketua RT 05 RW 01 Mayjen Pol (Purn) Seno Sukarto mengungkapkan polisi mengganti dekoder CCTV di pos keamanan komplek perumahan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo berada. 

Sebuah CCTV tergantung di bagian tembok gerbang, namun tak menyorot ke dalam rumah.

Diduga CCTV itu tak merekam kejadian penembakan.

Kemudian juga tampak beberapa unit sepeda terparkir di garasi rumah dan samping bagian pintu masuk ke dalam ada tong sampah.

Pagar rumah ada dua, masing-masing berwarna cokelat di sisi depan dan bagian sampingnya.

Menurut Ketua RT, Sambo telah lama tinggal di kompleks itu, sejak masih berpangkat AKBP.

Namun dia mengatakan, Sambo jarang menempati rumah dinas tersebut.

"Selama ini setelah beliau terlalu lama aktif mungkin di Propam. Jadi di rumah dari pagi sampai malam itu sepi. Hanya beberapa kadang-kadang pagi itu sopir-sopir pada membersihkan kendaraan. Malam juga sepi, nggak ada apa-apa. Itu yang saya tahu," jelas Seno.

"Saya nggak tahu keluarganya. Saya hanya tahu yang di KK-nya saja. Yang banyak itu yang saya tahu hanya anggotanya saja, entah sopir atau pengawalnya. Ah, saya gimana mau bedakan ya, karena tamunya pun saya juga nggak tahu. Saya jarang ke rumah dia, nggak pernah," sambungnya.

Meski jadi lokasi penembakan yang menewaskan seorang anggota polisi, tak terlihat ada garis polisi yang dipasang di rumah itu.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo berkilah tidak adanya garis polisi lantaran penyidik masih melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) lanjutan di rumah itu.

"Masih dilakukan olah TKP lanjutan," ujar Dedi saat dikonfirmasi, Selasa (12/7).

Namun begitu, dia tidak merinci mengenai olah TKP yang kini dilakukan oleh penyidik Polri.

Kasus ini pun masih ditangani oleh Polres Jakarta Selatan.

"Detailnya coba ke Kapolres Selatan," ujarnya.

Terpisah, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto, mengatakan rumah di Komplek Polri Duren Tiga, Mampang, Jakarta Selatan itu hanya merupakan rumah singgah.

"Perlu rekan-rekan ketahui, bahwasanya rumah tersebut adalah rumah singgah," kata Budhi dalam konferensi pers di Polres Metro Jakarta Selatan, Selasa (12/7).

Budhi menerangkan rumah itu berlokasi tidak jauh dari rumah asli keluarga Irjen Sambo.

Rumah tersebut, disebut Budhi, digunakan untuk tempat isolasi ketika ada anggota keluarga yang dari luar kota.

Sambil menunggu hasil tes PCR Covid-19, keluarga Irjen Sambo akan singgah di rumah tersebut.

"Jadi selama pandemi, rumah tersebut dipakai oleh keluarga untuk isolasi mandiri.

Apabila anggota keluarganya yang baru saja keluar pulang dari luar kota melakukan test PCR, sambil menunggu hasil PCR keluar maka akan melakukan isolasi di rumah tersebut, adalah rumah persinggahan," jelasnya.

Saat kejadian, istri Irjen Ferdy Sambo tengah berada di rumah tersebut.

Karena lelah dari luar kota, istri Irjen Sambo sempat tertidur hingga Brigadir J masuk ke kamar tersebut.

"Tiba-tiba Brigadir J masuk dan kemudian melakukan pelecehan terhadap ibu," ucapnya.

Sama seperti keterangan Karo Penmas, Brigjen Ahmad Ramadhan, Budhi menyebut Brigadir J sempat melakukan pelecehan dan penodongan senjata ke kepala istri Irjen Ferdy Sambo.

"Setelah melakukan pelecehan, dia juga sempat menodongkan senjata ke kepala ibu Kadiv," kata Budhi.

Saat itu, kata Budhi, Istri Irjen Sambo terbangun dan ingin berteriak meminta pertolongan.

Namun, Brigadir J membentak istri Irjen Ferdy dan menyuruhnya diam.

Keluarga Brigpol Nopryansah Yosua Korban Penembakan di Jakarta
Keluarga Brigpol Nopryansah Yosua Korban Penembakan di Jakarta (TRIBUNJAMBI.COM/ARYO TONDANG)
Keluarga Brigpol Nopryansah Yosua Korban Penembakan di Jakarta Keluarga Brigpol Nopryansah Yosua Korban Penembakan di Jakarta (TRIBUNJAMBI.COM/ARYO TONDANG) ()

"Saudara J membalas "diam kamu!" sambil mengeluarkan senjata yang ada di pinggang dan menodongkan ibu Kadiv," ungkapnya.

Saat itu, istri Ferdy Sambo berteriak. Brigadir J pun panik karena mendengar suara langkah orang berjalan yang diketahui merupakan Bharada E.

"Kemudian ibu Kadiv teriak minta tolong dan disitulah saudara J panik apalagi mendengar ada suara langkah orang berlari yang mendekat ke arah suara permintaan tolong tersebut," bebernya.

Baru separuh menuruni tangga, Bharada E melihat sosok Brigadir J keluar dari kamar. Bharada E kemudian bertanya kepada Yosua terkait teriakan tersebut.

Bukannya menjawab, Yosua malah melepaskan tembakan ke arah Bharada E.

"Pada saat itu tembakan yang dikeluarkan atau dilakukan saudara J tidak mengenai saudara RE, hanya mengenai tembok," papar Budhi.

Berbekal senjata, Bharada E membalas serangan Yosua. Hingga akhirnya, lima tembakan yang dilepaskan bersarang di tubuh Yosua.

"Saudara RE juga dibekali senjata, dia kemudian mengeluarkan senjata yang ada di pinggangnya. Nah ini kemudian terjadi penembakan."

Budhi mengatakan peristiwa baku tembak yang menewaskan Brigadir Yosua itu tidak terekam kamera karena CCTV di rumah itu rusak sejak dua pekan lalu.

"Kami juga mendapatkan bahwa di rumah tersebut CCTV-nya rusak kurang lebih dua minggu yang lalu. Sehingga tidak dapat kami dapatkan (rekamannya)," kata Budhi.

Meski begitu, Budhi menerangkan pihaknya akan tetap mengumpulkan barang bukti lain soal kasus baku tembak tersebut.

Penyidikan kasus tersebut, lanjut Budhi, akan dilakukan melalui penyidikan scientific crime investigation.

"Kami bisa berusaha untuk mengungkap membuat terang peristiwa ini dengan mencari alat bukti lain secara scientific kami juga mencari alat bukti pendukung yakni kami mendapat CCTV dari sekitar rumah tersebut yang merupakan atau bisa membuktikan petunjuk adanya proses ataupun orang yang mungkin ada berada di rumah tersebut," ungkapnya.

Keluarga Cium Kejanggalan

Tewasnya Brigadir Yosua masih menyisakan luka yang mendalam bagi keluarga korban.

Samuel Hutabarat, ayah Brigadir Yosua, mengatakan ada sejumlah kejanggalan dalam kematian anaknya.

Menurutnya, tim dari Mabes Polri menyampaikan dalam insiden tersebut Brigadir Yosua terlebih dahulu mengeluarkan senjata tajam dan menembak secara membabi buta ke arah ajudan Irjen Ferdy Sambo yang berada di rumah tersebut.

Namun, kata dia, hingga saat ini pihak kepolisian tidak menyebut pasti siapa yang terlibat baku tembak dengan Brigadir Yosua .

Bahkan, ia juga merasa janggal dan bertanya terkait kondisi orang yang terlibat baku tembak dengan Brigadir Yosua tersebut.

"Kalau anak saya yang menembak secara membabi buta, terus kondisi yang ditembak gimana, katanya lagi diperiksa di sana. Nah, logikanya kalau jarak 3 meter tidak mungkin tidak kena kalau terjadi baku tembak," kata Samuel, saat diwawancarai Tribun Jambi di kediamannya di Sungai Bahar, Senin (11/7/2022).

Samuel juga meminta pihak kepolisian untuk lebih terbuka dan memperlihatkan CCTV di lokasi kejadian, jika memang Brigadir Yosua terlebih dahulu melakukan penembakan.

Menurutnya, rumah perwira tinggi seharusnya memiliki CCTV dan pengawasan ketat.

"Itu kan rumah perwira tinggi, ya tolong diperlihatkan CCTVnya," ujarnya.

Menurutnya, kejanggalan lainnya beberapa jam sebelum kejadian, Brigadir Yosua dan keluarganya masih intens berkomunikasi.

Saat itu, orang tua korban bersama dengan adiknya sedang pulang ke kampung halaman, Balige, Sumatera Utara untuk ziarah.

Brigadir Yosua selalu aktif memberi komentar setiap foto yang dia lihat dipost oleh adiknya.

Brigadir Yosua seyogyanya ingin ikut pulang ke kampung halaman namun ia bertugas.

Saat itu, Brigadir Yosua sedang mendampingi keluarga perwira tinggi Polri tersebut ke Magelang.

Kemudian berkomunikasi dengan sang ibu ia akan kembali ke Jakarta.

"Waktu itu masih aktif chatingan, setiap foto-foto selalu dikomentari. Dia bilang enak ya, katanya sama adiknya," jelas Samuel.

Ibunda Nofriansyah Yosua Hutabarat memeluk peti jenazah anaknya, yang tewas ditembak di Jakarta. Yosua dimakamkan di Sungai Bahar, Senin (11/7/2022).TRIBUNJAMBI/FB/KOLASE
Ibunda Nofriansyah Yosua Hutabarat memeluk peti jenazah anaknya, yang tewas ditembak di Jakarta. Yosua dimakamkan di Sungai Bahar, Senin (11/7/2022).TRIBUNJAMBI/FB/KOLASE (TRIBUNJAMBI/FB/KOLASE)

Mereka memperkirakan perjalanan Magelang menunu ke Jakarta sekira 7 jam.

Kemudian, mereka menghubungi Brigadir Yosua untuk memastikan apakah sudah tiba di Jakarta.

Namun saat itu Brigadir Yosua tidak bisa dihubungi dan semua kontak di keluarganya telah diblokir.

"Semua di blokir, kakaknya dan yang lainnya di blokir," katanya.

Tidak berselang lama, mereka mendapat kabar Brigadir Yosua telah meninggal dunia.

Mirisnya, informasi tersebut tidak mereka terima langsung dari kepolisian melainkan dari adik kandung korban yang juga bertugas di Mabes Polri.

Tidak hanya itu, ia juga mengaku tidak dimintai persetujuan terkait proses autopsi yang dilakukan terhadap anaknya.

Ia mendapati Brigadir Yosua sudah dalam kondisi lebam di sekujur tubuh dan luka tembak di dada, tangan, leher dan bekas jahitan hasil autopsi.

"Tidak meminta persetujuan keluarga atas autopsi yang dilakukan," katanya.

Kejanggalan masih berlanjut, saat jenazah Brigadir Yosua tiba. Pihak keluarga sempat tidak diizinkan untuk melihat atau membuka pakaian korban.

Kemudian, mereka juga melarang pihak keluarga untuk mendokumentasikan kondisi korban saat pertama kali tiba di rumah duka.

"Awalnya kita dilarang, tapi mamaknya maksa mau lihat dan pas dilihat saya langsung teriak lihat kondisi anak saya badannya lebam, mata kayak ditusuk dan ada luka tembak," sebutnya.

Samuel merasa terpukul dengan kondisi anaknya tersebut.

Ia bilang, jika memang ditemukan kesalahan terhadap anaknya, tidak seharusnya diperlakukan dengan hal tersebut.

"Misalnyapun anak saya salah, ya jangan disiksa begitu," jelasnya. (tribun network/nir/igm/abd/dod)

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved