Ajudan Kadiv Propam Tewas Ditembak

Jurnalis Diintimidasi Saat Liput Kasus Penembakan Ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, Ada Apa?

Lagi terjadi aksi intimidasi kepada jurnalis saat melakukan peliputan kasus penembakan ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.

Editor: faridmukarrom
Warta Kota/ Miftahul Munir
Ketua RT 05 RW 01 Mayjen Pol (Purn) Seno Sukarto mengungkapkan polisi mengganti dekoder CCTV di pos keamanan komplek perumahan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo berada. 

TRIBUNMATARAMAN.com - Lagi terjadi aksi intimidasi kepada jurnalis saat melakukan peliputan kasus penembakan ajudan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.

Diduga intimidasi ini dialami oleh jurnalis CNNIndonesia.com dan 20detik.

Informasi yang dihimpun jika intimidasi ini diduga dilakukan di sekitar rumah Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2022).

Aksi intimidasi ini kemudian mendapat respon dari sejumlah pihak termasuk dari AJi (Aliansi Jurnalis Indipenden) dan LBH (Lembaga Bantuan Hukum).

"Mendesak Kapolri dan Kapolda Metro Jaya serta jajarannya mengusut kasus kekerasan dan intimidasi jurnalis yang menghambat jurnalis dalam mencari informasi," mengutip pernyataan AJI, Jumat (15/7/2022).

Ketua AJI Jakarta, Afwan Purwanto mengecam keras kasus tersebut.

Menurutnya, tindakan itu bertentangan dengan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Mengambil, menghapus paksa, hingga melakukan penggeledahan tas dan diri jurnalis yang meliput merupakan tindakan yang seharusnya tidak pantas. Tindakan tersebut kami nilai berlebihan dan sewenang-wenang," kata Afwan Purwanto.

Sementara itu, Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin mengatakan aparat seharusnya memberikan rasa aman terhadap pekerja jurnalistik yang berupaya memperoleh informasi untuk disajikan kepada publik.

Selain melanggar UU Pers, para pelaku juga bisa dikenakan pasal perampasan/pengancaman dalam KUHP dan akses ilegal dalam UU ITE.

“Tindakan intimidasi dan penghalangan aktivitas jurnalistik ini bertolak belakang dengan niat Kapolri yang menjamin transparansi dan objektivitas dalam pengungkapan insiden tembak menembak di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdi Sambo,” ucap Ade Wahyudin.

 Diberitakan sebelumnya, 2 orang wartawan media nasional menjadi korban intimidasi oleh orang tidak dikenal (OTK) saat meliput di sekitar rumah Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo, Kamis (14/7/2022).

OTK itu mengintimidasi dengan menghapus foto dan video oleh tiga orang berkaos hitam dengan perawakan tegap dan berambut cepak.

Salah satu wartawan yang tidak mau disebutkan namanya menyebut awalnya dia bersama rekannya hendak mewawancarai Ketua RT O5 RW 01, Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

"Pertama ke rumah Pak RT kan, didatenginnya sama Ibunya yang keluar, nanya-nanya kan, katanya Bapaknya itu nggak mau ngomong lagi," kata wartawan tersebut, Kamis (14/7/2022).

Di rumah Pak RT kedua wartawan itu mendapatkan informasi jika kediaman rumah Pak RT didatangi lima orang polisi pada Rabu (13/7/2022) malam.

Setelah selesai, keduanya kembali berjalan untuk mencari saksi lain bernama Asep yang diketahui seorang petugas kebersihan.

"Ketemu lah Pak Asep lah di pertigaan tuh di pinggir jalan. Oh iya saya Pak Asep, oh ya udah. Sambil wawancara tuh sempat ada orang nyamperin, manggil si Pak Asep, terus ya udah kita lanjut wawancara tuh sama Pak Asep sambil videoin segala macam," ucapnya.

Di tengah wawancara, datang lagi tiga orang berbaju hitam itu langsung mengambil handphone kedua wartawan itu dan menghapus foto hingga video.

Di samping itu, tas keduanya juga diperiksa oleh orang tidak dikenal tersebut.

"Pas udah agak jauh, disamperin lagi tuh bertiga. Langsung 'sini mana handphonenya mana handphonenya.' Langsung dihapus-hapusin (videonya). Ada 3 video," ucapnya.

Rumah Irjen Pol Ferdy Sambo Sempat Tak Terpasang Garis Polisi

Petugas keamanan di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan mengakui sempat mendengar suara ledakan pada Sabtu (9/7) dini hari.

Ledakan itu dikira bunyi petasan karena malam itu bertepatan dengan malam takbiran Idul adha.

"Kita lagi kumpul di sini nonton televisi, kita dengar seperti suara petasan ya kita anggap biasa saja. Soalnya bersamaan takbiran," katanya.

Marjuki baru sadar jika setelah pemberitaan ramai itu di rumah Ferdy Sambo yang dijaga Bharada E terjadi baku tembak hingga tewasnya Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat.

Namun tak ada yang menyangka suara itu berasal dari ledakan senjata api baik itu tetangga atau warga lainnya.

Pengakuan itu diungkapkan Marjuki, petugas keamanan di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Marjuki dan warga lainnya juga tak menyangka kalau suara itu adalah tembakan dari salah satu penjaga rumah Ferdy Sambo yakni Bharada E.

Ia baru mengetahui kejadian tersebut pada Senin (11/7) kemarin ketika para tetangganya bertanya melalui telepon seluler.

"Terus nggak lama ada anggota Polri banyak di depan rumah, kita pikir kan anggota banyak wajar sowan ke rumah pimpinan," jelasnya.

Lelaki yang mengenakan kemeja cokelat itu mengaku juga tak mendengar ada suara teriakan dari dalam rumah atau orang yang keluar.

Petugas keamanan dan beberapa warga yang ada di komplek tak mengira adanya aksi penembakan.

"Jadi kami juga enggak ada yang tahu kejadian itu," terangnya.

Hal senada diungkapkan ketua RT setempat, Seno Sukarto.

Ia mengaku samar-samar mendengar suara ledakan.

Namun seperti halnya Marjuki, Seno mengira suara itu adalah petasan yang biasa dinyalakan saat malam takbiran.

"Nggak kenceng, nggak, maaf aja saya udah ini (kurang pendengarannya) nggak dengar.

Tapi saya tanya keluarga juga nggak ada yang dengar, tetangga juga nggak dengar," jelas Seno.

"Karena dia (sekuriti) juga bilang suara tembakan itu seperti suara petasan. Karena dulu memang sering main kembang api kalau hari raya. Jadi orang sekitar ini menganggap ini suara kembang api mungkin," lanjutnya.

Kadiv Propam Mabes Polri dan Istri
Kadiv Propam Mabes Polri dan Istri (Instagram)

Kabar sebelumnya, peristiwa langka baku tembak antarajudan berlangsung, Jumat (8/7/2022) sekitar pukul 17.00 WIB.

Dari pantauan Tribun Network, rumah dinas Ferdy Sambo yang menjadi lokasi penembakan yang menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat itu berlantai dua dan dinding luar berwarna cokelat muda.

Di garasi rumah Jenderal bintang dua itu tampak beberapa pohon tinggi dan bagian pagarnya ditumbuhi dedaunan.

Sapu lidi berdiri di depan pagar kecil tempat keluar masuk penghuni rumah.

Sementara di garasi rumah ada bajaj warna hijau dan motor ATV.

Sebuah CCTV tergantung di bagian tembok gerbang, namun tak menyorot ke dalam rumah.

Diduga CCTV itu tak merekam kejadian penembakan.

Kemudian juga tampak beberapa unit sepeda terparkir di garasi rumah dan samping bagian pintu masuk ke dalam ada tong sampah.

Pagar rumah ada dua, masing-masing berwarna cokelat di sisi depan dan bagian sampingnya.

Menurut Ketua RT, Sambo telah lama tinggal di kompleks itu, sejak masih berpangkat AKBP.

Namun dia mengatakan, Sambo jarang menempati rumah dinas tersebut.

"Selama ini setelah beliau terlalu lama aktif mungkin di Propam. Jadi di rumah dari pagi sampai malam itu sepi. Hanya beberapa kadang-kadang pagi itu sopir-sopir pada membersihkan kendaraan. Malam juga sepi, nggak ada apa-apa. Itu yang saya tahu," jelas Seno.

"Saya nggak tahu keluarganya. Saya hanya tahu yang di KK-nya saja. Yang banyak itu yang saya tahu hanya anggotanya saja, entah sopir atau pengawalnya. Ah, saya gimana mau bedakan ya, karena tamunya pun saya juga nggak tahu. Saya jarang ke rumah dia, nggak pernah," sambungnya.

Meski jadi lokasi penembakan yang menewaskan seorang anggota polisi, tak terlihat ada garis polisi yang dipasang di rumah itu.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo berkilah tidak adanya garis polisi lantaran penyidik masih melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) lanjutan di rumah itu.

"Masih dilakukan olah TKP lanjutan," ujar Dedi saat dikonfirmasi, Selasa (12/7).

Namun begitu, dia tidak merinci mengenai olah TKP yang kini dilakukan oleh penyidik Polri.

Kasus ini pun masih ditangani oleh Polres Jakarta Selatan.

"Detailnya coba ke Kapolres Selatan," ujarnya.

Terpisah, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto, mengatakan rumah di Komplek Polri Duren Tiga, Mampang, Jakarta Selatan itu hanya merupakan rumah singgah.

"Perlu rekan-rekan ketahui, bahwasanya rumah tersebut adalah rumah singgah," kata Budhi dalam konferensi pers di Polres Metro Jakarta Selatan, Selasa (12/7).

Budhi menerangkan rumah itu berlokasi tidak jauh dari rumah asli keluarga Irjen Sambo.

Rumah tersebut, disebut Budhi, digunakan untuk tempat isolasi ketika ada anggota keluarga yang dari luar kota.

Sambil menunggu hasil tes PCR Covid-19, keluarga Irjen Sambo akan singgah di rumah tersebut.

"Jadi selama pandemi, rumah tersebut dipakai oleh keluarga untuk isolasi mandiri.

Apabila anggota keluarganya yang baru saja keluar pulang dari luar kota melakukan test PCR, sambil menunggu hasil PCR keluar maka akan melakukan isolasi di rumah tersebut, adalah rumah persinggahan," jelasnya.

Saat kejadian, istri Irjen Ferdy Sambo tengah berada di rumah tersebut.

Karena lelah dari luar kota, istri Irjen Sambo sempat tertidur hingga Brigadir J masuk ke kamar tersebut.

"Tiba-tiba Brigadir J masuk dan kemudian melakukan pelecehan terhadap ibu," ucapnya.

Sama seperti keterangan Karo Penmas, Brigjen Ahmad Ramadhan, Budhi menyebut Brigadir J sempat melakukan pelecehan dan penodongan senjata ke kepala istri Irjen Ferdy Sambo.

"Setelah melakukan pelecehan, dia juga sempat menodongkan senjata ke kepala ibu Kadiv," kata Budhi.

Saat itu, kata Budhi, Istri Irjen Sambo terbangun dan ingin berteriak meminta pertolongan.

Namun, Brigadir J membentak istri Irjen Ferdy dan menyuruhnya diam.

Keluarga Brigpol Nopryansah Yosua Korban Penembakan di Jakarta
Keluarga Brigpol Nopryansah Yosua Korban Penembakan di Jakarta (TRIBUNJAMBI.COM/ARYO TONDANG)
Keluarga Brigpol Nopryansah Yosua Korban Penembakan di Jakarta Keluarga Brigpol Nopryansah Yosua Korban Penembakan di Jakarta (TRIBUNJAMBI.COM/ARYO TONDANG) ()

"Saudara J membalas "diam kamu!" sambil mengeluarkan senjata yang ada di pinggang dan menodongkan ibu Kadiv," ungkapnya.

Saat itu, istri Ferdy Sambo berteriak. Brigadir J pun panik karena mendengar suara langkah orang berjalan yang diketahui merupakan Bharada E.

"Kemudian ibu Kadiv teriak minta tolong dan disitulah saudara J panik apalagi mendengar ada suara langkah orang berlari yang mendekat ke arah suara permintaan tolong tersebut," bebernya.

Baru separuh menuruni tangga, Bharada E melihat sosok Brigadir J keluar dari kamar. Bharada E kemudian bertanya kepada Yosua terkait teriakan tersebut.

Bukannya menjawab, Yosua malah melepaskan tembakan ke arah Bharada E.

"Pada saat itu tembakan yang dikeluarkan atau dilakukan saudara J tidak mengenai saudara RE, hanya mengenai tembok," papar Budhi.

Berbekal senjata, Bharada E membalas serangan Yosua. Hingga akhirnya, lima tembakan yang dilepaskan bersarang di tubuh Yosua.

"Saudara RE juga dibekali senjata, dia kemudian mengeluarkan senjata yang ada di pinggangnya. Nah ini kemudian terjadi penembakan."

Budhi mengatakan peristiwa baku tembak yang menewaskan Brigadir Yosua itu tidak terekam kamera karena CCTV di rumah itu rusak sejak dua pekan lalu.

"Kami juga mendapatkan bahwa di rumah tersebut CCTV-nya rusak kurang lebih dua minggu yang lalu. Sehingga tidak dapat kami dapatkan (rekamannya)," kata Budhi.

Meski begitu, Budhi menerangkan pihaknya akan tetap mengumpulkan barang bukti lain soal kasus baku tembak tersebut.

Penyidikan kasus tersebut, lanjut Budhi, akan dilakukan melalui penyidikan scientific crime investigation.

"Kami bisa berusaha untuk mengungkap membuat terang peristiwa ini dengan mencari alat bukti lain secara scientific kami juga mencari alat bukti pendukung yakni kami mendapat CCTV dari sekitar rumah tersebut yang merupakan atau bisa membuktikan petunjuk adanya proses ataupun orang yang mungkin ada berada di rumah tersebut," ungkapnya.

Keluarga Cium Kejanggalan

Tewasnya Brigadir Yosua masih menyisakan luka yang mendalam bagi keluarga korban.

Samuel Hutabarat, ayah Brigadir Yosua, mengatakan ada sejumlah kejanggalan dalam kematian anaknya.

Menurutnya, tim dari Mabes Polri menyampaikan dalam insiden tersebut Brigadir Yosua terlebih dahulu mengeluarkan senjata tajam dan menembak secara membabi buta ke arah ajudan Irjen Ferdy Sambo yang berada di rumah tersebut.

Namun, kata dia, hingga saat ini pihak kepolisian tidak menyebut pasti siapa yang terlibat baku tembak dengan Brigadir Yosua .

Bahkan, ia juga merasa janggal dan bertanya terkait kondisi orang yang terlibat baku tembak dengan Brigadir Yosua tersebut.

"Kalau anak saya yang menembak secara membabi buta, terus kondisi yang ditembak gimana, katanya lagi diperiksa di sana. Nah, logikanya kalau jarak 3 meter tidak mungkin tidak kena kalau terjadi baku tembak," kata Samuel, saat diwawancarai Tribun Jambi di kediamannya di Sungai Bahar, Senin (11/7/2022).

Samuel juga meminta pihak kepolisian untuk lebih terbuka dan memperlihatkan CCTV di lokasi kejadian, jika memang Brigadir Yosua terlebih dahulu melakukan penembakan.

Menurutnya, rumah perwira tinggi seharusnya memiliki CCTV dan pengawasan ketat.

"Itu kan rumah perwira tinggi, ya tolong diperlihatkan CCTVnya," ujarnya.

Menurutnya, kejanggalan lainnya beberapa jam sebelum kejadian, Brigadir Yosua dan keluarganya masih intens berkomunikasi.

Saat itu, orang tua korban bersama dengan adiknya sedang pulang ke kampung halaman, Balige, Sumatera Utara untuk ziarah.

Brigadir Yosua selalu aktif memberi komentar setiap foto yang dia lihat dipost oleh adiknya.

Brigadir Yosua seyogyanya ingin ikut pulang ke kampung halaman namun ia bertugas.

Saat itu, Brigadir Yosua sedang mendampingi keluarga perwira tinggi Polri tersebut ke Magelang.

Kemudian berkomunikasi dengan sang ibu ia akan kembali ke Jakarta.

"Waktu itu masih aktif chatingan, setiap foto-foto selalu dikomentari. Dia bilang enak ya, katanya sama adiknya," jelas Samuel.

Ibunda Nofriansyah Yosua Hutabarat memeluk peti jenazah anaknya, yang tewas ditembak di Jakarta. Yosua dimakamkan di Sungai Bahar, Senin (11/7/2022).TRIBUNJAMBI/FB/KOLASE
Ibunda Nofriansyah Yosua Hutabarat memeluk peti jenazah anaknya, yang tewas ditembak di Jakarta. Yosua dimakamkan di Sungai Bahar, Senin (11/7/2022).TRIBUNJAMBI/FB/KOLASE (TRIBUNJAMBI/FB/KOLASE)

Mereka memperkirakan perjalanan Magelang menunu ke Jakarta sekira 7 jam.

Kemudian, mereka menghubungi Brigadir Yosua untuk memastikan apakah sudah tiba di Jakarta.

Namun saat itu Brigadir Yosua tidak bisa dihubungi dan semua kontak di keluarganya telah diblokir.

"Semua di blokir, kakaknya dan yang lainnya di blokir," katanya.

Tidak berselang lama, mereka mendapat kabar Brigadir Yosua telah meninggal dunia.

Mirisnya, informasi tersebut tidak mereka terima langsung dari kepolisian melainkan dari adik kandung korban yang juga bertugas di Mabes Polri.

Tidak hanya itu, ia juga mengaku tidak dimintai persetujuan terkait proses autopsi yang dilakukan terhadap anaknya.

Ia mendapati Brigadir Yosua sudah dalam kondisi lebam di sekujur tubuh dan luka tembak di dada, tangan, leher dan bekas jahitan hasil autopsi.

"Tidak meminta persetujuan keluarga atas autopsi yang dilakukan," katanya.

Kejanggalan masih berlanjut, saat jenazah Brigadir Yosua tiba. Pihak keluarga sempat tidak diizinkan untuk melihat atau membuka pakaian korban.

Kemudian, mereka juga melarang pihak keluarga untuk mendokumentasikan kondisi korban saat pertama kali tiba di rumah duka.

"Awalnya kita dilarang, tapi mamaknya maksa mau lihat dan pas dilihat saya langsung teriak lihat kondisi anak saya badannya lebam, mata kayak ditusuk dan ada luka tembak," sebutnya.

Samuel merasa terpukul dengan kondisi anaknya tersebut.

Ia bilang, jika memang ditemukan kesalahan terhadap anaknya, tidak seharusnya diperlakukan dengan hal tersebut.

"Misalnyapun anak saya salah, ya jangan disiksa begitu," jelasnya. (tribun network/nir/igm/abd/dod)

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved