Kisah Inspiratif

Kisah Andri Seorang Kurir yang Jadi Pahlawan Pendidikan Lewat Rumah Belajar Gratis di Surabaya

Inilah kisah Andri seorang kurir bersama Yayasan Novaloka Cakrawala Asa yang mampu mendirikan rumah belajar gratis bagi anak miskin di Surabaya.

Editor: faridmukarrom
Dhea Bertamarsella/ Magang Tribunmataraman.com
Foto Bersama Pengelola: Reporter Tribun Mataraman berkunjung k e rumah Belajar Gratis Novaloka Cakrawala Asa pada Kamis (11/9/2025). Sisi tengah Andri memakai jaket warna abu-abu seorang kurir sekaligus pendiri Rumah Belajar Gratis 

TRIBUNMATARAMAN.COM | SURABAYA - Surabaya dikenal sebagai kota metropolitan dan pusat bisnis dengan wajah modern di Jawa Timur. 

Namun, di balik deretan gedung tinggi dan jalanan yang ramai, terdapat kenyataan getir yang kerap terabaikan. 

Masih banyak keluarga yang hidup dalam keterbatasan ekonomi, terhimpit biaya hidup yang terus meningkat akibat urbanisasi dan kesenjangan sosial yang menukik. 

Bagi sebagian keluarga, pendidikan formal menjadi kemewahan.

Anak-anak harus menunda mimpi, bahkan sekadar menyimpan harapan untuk bisa duduk di bangku sekolah.

Baca juga: Berjubelnya Penumpang Bus di Awal Pekan Rute Blitar Menuju Surabaya

Situasi itulah yang kemudian mendorong lahirnya gagasan untuk menciptakan ruang bagi anak-anak kurang mampu agar tetap bisa belajar. 

Gagasan itu menjelma menjadi Rumah Belajar Gratis, sebuah program pendidikan alternatif yang diinisiasi oleh Yayasan Novaloka Cakrawala Asa

Resmi berjalan sejak 3 September 2025, program ini bermula dari rumah kontrakan sederhana di Jl. Pakis Gunung I No.133, dengan biaya sewa Rp15 juta per tahun. 

Jalanan di bagian depan tak terlalu bagus karena tidak rata, padahal letaknya di belakang kompleks perumahan yang cukup apik.

Meski sederhana, rumah ini telah menjadi cahaya baru bagi puluhan anak yang terpinggirkan dari sistem pendidikan formal.

Rumah Belajar Gratis lahir dari keprihatinan seorang pemuda Surabaya bernama Andri Sulistiyono, yang sehari-hari bekerja sebagai kurir. 

Melihat anak-anak di sekitarnya yang tidak bisa sekolah karena biaya, ia merasa tak kuasa tinggal diam. 

“Karena mereka punya masa depan dan punya hak belajar. Jadi kita butuh bantuan dari masyarakat juga untuk membantu anak-anak,” ungkapnya Kamis (11/9/2025).

Rumah Belajar Gratis
Rumah Belajar Gratis: Kegiatan belajar mengejar pada jenjang TK di Rumah Belajar Gratis Novaloka Cakrawala Asa pada Kamis (12/9/2025). Guru sedang mengajarkan huruf vokal kepada anak-anak

Andri menyadari bahwa menunggu pemerintah turun tangan tidak cukup.

“Saya rasa kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, kita harus mulai dari bawah supaya pemerintah akhirnya memberikan support juga,” tegasnya. 

Dari tekad itulah ia memutuskan bergerak sendiri, membuka Rumah Belajar Gratis bagi siapa pun yang membutuhkan.

Upaya awal ia lakukan dengan menyebarkan brosur ke kampus-kampus untuk mencari relawan mahasiswa sebagai pengajar. Namun, belum ada yang berminat. 

Akhirnya, Andri memilih merekrut guru profesional berbayar.

Honor yang diberikan Rp50 ribu untuk setiap kali pertemuan. 

Bagi Andri, itu bentuk penghargaan kepada sang guru.

“Saya ingin menepis anggapan bahwa beban guru itu selalu berat. Kalau guru sejahtera, murid juga ikut sejahtera.” 

Kini, Rumah Belajar Gratis sudah memiliki dua guru tetap, keduanya berpengalaman dan mampu membedakan murid yang cepat menangkap pelajaran dengan yang membutuhkan perhatian lebih.

Kelas Rumah Belajar dimulai pada pukul 13.00–15.00 WIB dengan jadwal belajar sementara pada hari Rabu dan Kamis.

Jika operasionalisasinya telah mendukung, maka Rumah Belajar akan mengadakan kegiatan belajar setiap hari.

Rumah Belajar Gratis berdiri di antara rumah-rumah warga, dengan gang sempit yang tak bisa dilalui kendaraan roda empat. 

Dari depan pintu, tampak sampah bangunan berserakan, motor-motor terparkir, dan pedagang yang sibuk berjualan. 

Sesekali, suara riuh kendaraan atau obrolan tetangga menyusup ke ruang belajar, bersaing dengan dengung kipas angin yang berderit. Namun, semua itu tak menurunkan semangat anak-anak.

Ruang belajar beralaskan tikar, dengan papan tulis kecil yang menempel di dinding. Alat mewarnai sederhana seperti krayon dan pensil warna diletakkan di sudut ruangan. 

Meski fasilitas seadanya, anak-anak tetap bersemangat. Mereka bahkan sering datang lebih awal sebelum jadwal dimulai. 

“Kita belum datang, tapi mereka sudah menunggu di depan pagar,” cerita Andri sambil tersenyum.

Respons orang tua pun sangat positif. Mereka berbondong-bondong membawa Kartu Keluarga dan akta lahir anak-anaknya untuk mendaftar. 

Hanya dalam hitungan hari, jumlah pendaftar sudah mencapai 53 anak, meski belum semuanya bisa hadir rutin karena harus menyesuaikan jadwal sekolah. 

Meski dapat dibilang tengah bergerak di tengah keterbatasan, tapi kreativitas terus menyala di Rumah Belajar Gratis ini. 

Agar suasana tidak monoton, Andri mengadakan lomba mewarnai kecil dengan hadiah sederhana. 

Ada pula sesi tanya jawab berhadiah uang, yang membuat kelas riuh dengan tawa. “Daripada mereka fokus belajar serius terus, takutnya jenuh. Jadi kita kasih reward kecil,” jelasnya.

Tak hanya pelajaran akademis, pendidikan karakter juga ditanamkan. Ke depan, anak-anak diajak mengumpulkan botol plastik bekas di wadah khusus. 

“Jadi mereka belajar peduli lingkungan sekaligus belajar praktik tentang tanggung jawab,” kata Andri.

Program literasi juga mulai dirintis. Sebuah rak buku kecil akan disiapkan agar anak-anak terbiasa membaca. 

Selanjutnya, Andri berharap bisa membangun perpustakaan mini di rumah belajar ini.

Selain itu, branding digital tak kalah penting. Di sela kesibukannya sebagai kurir, Andri menyempatkan diri membuat konten di TikTok, Instagram, dan YouTube. 

Ia juga menyiapkan kanal donasi daring melalui Kitabisa. “Kalau media sosial kuat, orang akan tahu bahwa anak-anak ini benar-benar ada dan butuh dukungan,” ujarnya.

Sistem perlahan mulai tertata.

Per 11 September 2025, kelas dipisahkan berdasarkan jenjang: TK sendiri, SD sendiri, sementara anak yang tidak sekolah akan diberi pendekatan berbeda. 

Targetnya, akan ada piagam kelulusan setiap tiga bulan untuk anak sekolah, dan enam bulan untuk anak putus sekolah. 

Hal ini memudahkan regenerasi sehingga semakin banyak anak bisa merasakan manfaatnya.

Tak berhenti di situ, Andri merencanakan hal-hal yang lebih besar. Ia ingin melibatkan guru khusus untuk mendampingi anak berkebutuhan khusus seperti autisme dan down syndrome. 

Ada pula rencana menghadirkan psikolog untuk mendampingi anak maupun orang tua. Forum wali murid mingguan pun akan digelar sebagai ruang diskusi keluarga. 

“Karena rumah anak-anak itu orang tua. Kalau orang tuanya kuat, anak-anak juga akan ikut kuat,” ujarnya.

Dalam jangka panjang, Andri bahkan bermimpi Rumah Belajar Gratis bisa bekerja sama dengan Dinas Pendidikan untuk memfasilitasi paket A, B, dan C. 

Dengan begitu, anak-anak yang benar-benar putus sekolah tetap punya jalur pendidikan. 

Jika sistem di lokasi saat ini sudah matang dan berjalan, ia berharap Rumah Belajar ini bisa diperluas ke wilayah lain.

Perjalanan Rumah Belajar Gratis jelas tidak mudah. Dana masih murni dari kantong pribadi Andri sebagai kurir. 

Ia harus memutar otak untuk membayar kontrakan, gaji guru, membeli papan tulis, hingga kebutuhan operasional lain. 

Namun, ia tak patah arang. Rumah Belajar Gratis adalah bukti bahwa perubahan bisa dimulai dari langkah kecil. 

Dari sebuah rumah kontrakan sederhana, ia menjadi rumah kedua bagi anak-anak, ruang penguatan bagi orang tua, sekaligus inspirasi bagi masyarakat.

“Meski masih banyak fasilitas yang kurang, yang paling penting adalah jalan dulu, supaya bisa diketahui masyarakat. Kita membuka ruang untuk orang lain bisa belajar di sini,” pungkas Andri.

Bagi yang ingin ikut berkontribusi, Rumah Belajar Gratis ini juga membuka ruang kerja sama dan dukungan. Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui media sosial Novaloka Cakrawala  Asa.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Mataraman

(tribunmataraman.com/ Zahra Salsabila dan Dhea Bertha)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved