Menunya sederhana tapi menggugah selera, mulai dari kopi, aneka snack, dan yang paling diminati adalah es potong yang dilapisi roti.
Rasanya klasik, seperti nostalgia masa kecil, cocok dinikmati sambil menunggu cat lukisan mengering di meja.
Yang membuat tempat ini terasa sangat personal adalah kisah-kisah yang tertinggal di balik setiap lukisan.
"Pernah ada perempuan datang malam-malam, mukanya kelihatan habis nangis. Dia pesan kopi, lalu melukis sampai jam 11 malam. Mungkin dia ke sini sekalian curhat lewat lukisannya," cerita Sukma.
Saat ini, dinding-dinding di kedai itu sudah hampir penuh dengan karya pengunjung. Sukma mengaku akan menyiapkan ruang galeri baru yang lebih besar. Kafe ini juga termasuk satu-satunya di wilayah Pare bahkan Kediri yang mengusung konsep ngopi sambil melukis.
"Biar karya-karya lama nggak cuma sekadar tempelan, tapi jadi bagian dari memori yang hidup di sini," katanya.
Sekitar 80 persen pengunjung kedai ini adalah siswa dan mahasiswa dari Kampung Inggris. Tapi banyak juga yang datang dari luar Pare, seperti Santi, siswa asal Bojonegoro yang sudah beberapa kali datang.
"Rasanya kayak terapi. Kita bisa painting date, bisa ngobrol sambil melukis. Menuang pikiran tanpa harus berkata-kata," ucapnya.
(isya anshori/tribunmataraman.com)
editor: eben haezer