"Karena orang luar negeri itu suka yang rasa soft yang berimbang," ungkapnya.
Sumadi Kopi ini ditanam di ketinggian 1.500 MDPL.
Kopi ini ditanam di kebun seluas 54 hektar dengan 54 petani.
Untuk produksinya ada di 20 hektar lahan dan 30 hektar sisanya untuk proses penanaman.
Setiap satu hektarnya memiliki 2.000 pohon kopi.
Setiap pohonnya memiliki usia 4 tahun yang bisa menghasilkan 20 kg biji kopi.
Ada tiga prinsip yang dilakukan oleh kelompok tani Sumadi ini, yakni pengembangan ekonomi, keberlanjutan ekologi dan pengembangan sosial.
Seperti dalam pengembangan ekonomi, setiap petani memiliki omset hingga Rp 200 juta setiap kali panen.
Jumlah tersebut terbagi menjadi Rp 50 juta untuk operasional di masa tunggu setahun, lalu yang Rp 150 juta sebagai simpanan untuk target pengembangan.
"Dampak pengembangan ini dapat menyerap tenaga kerja di kawasan Desa kami lintas usia. Dipastikan di desa kami tidak ada yang menganggur dan semua menggarap kopi," ungkapnya.
Dahulunya para petani di sana hanya memiliki beberapa pohon kopi saja dengan penghasilan minim.
Kebanyakan petani hanya menanam sayur mayur saja.
Lalu setelah mengenal konsep agroforestri ini, para petani bisa mandiri secara ekonomi melalui kopi yang kini menjadi komoditas utama dan potensial.
Ditambah lagi dengan pembinaan dari BI Malang, termasuk green house untuk memaksimalkan kopi.
"Adanya green house ini kami bisa memenuhi pesanan pasar internasional. Karena mereka meminta kopi spesial taste yang single origin, yakni prosesnya ini yang mampu menjaga konsistensi rasa kopi," tandasnya.
(rifky edgar/tribunmataraman.com)
editor: eben haezer