TRIBUNMATARAMAN.COM - Banjir bercampur limbah kembali menggenangi permukiman Desa Sidorejo, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung.
Bahkan banjir dengan aroma tak sedap sangat menyengat ini lebih tinggi dari sebelumnya.
Air hitam ini masuk ke rumah-rumah warga hingga Kamis (27/10/2022) siang.
Banjir bandang bercampur limbah dari Pabrik Gula Mojopanggung ini mulai datang pada Rabu (26/10/2022) sekitar pukul 19.00 WIB.
"Air datangnya dari timur mengeluarkan asap mengepul. Aromanya menyengat, suhunya panas," ujar seorang warga, Siti Heni Setyowati (28).
Baca juga: Permukiman Warga Desa Sidorejo Tulungagung Digenangi Banjir Bercampur Limbah
Ketinggian air terus naik hingga menjelang tengah malam.
Pada pukul 21.00 WIB Saat itu air mulai masuk rumah-rumah warga.
Heni mengaku sangat tersiksa karena aroma menyengat tak sedap.
"Semalaman gak bisa tidur karena baunya sangat tidak enak," keluhnya.
Pada pukul 05.00 WIB Kamis (27/10/2022) air mulai surut dari permukiman warga.
Namun pada pukul 08.00 WIB air kembali naik dan masuk rumah warga lagi.
Selain masuk rumah warga, banjir juga memastikan hewan-hewan air di permukaan warga.
Baca juga: Dituding Jadi Penyebab Banjir Bercampur Limbah, ini Penjelasan PG Mojopanggung
Bangkai kepiting banyak mengambang atau nyangkut di teras-teras rumah warga.
Binatang bercapit ini mati dengan cangkang memerah.
Demikian juga hewan air seperti siput juga banyak mengambang karena mati.
Banyak yang keluar dari cangkangnya dalam kondisi mari.
Bahkan warga menemukan belut yang mati, diduga karena faktor pencemaran lingkungan.
Tumbuh-tumbuhan juga terdampak dengan genangan air bercampur limbah.
Rumput dan belukar mati dengan kondisi kuning.
Pohon-pohon pisang milik warga daunnya juga mulai menguning.
Menurut Deputi Advokasi dan Kebijakan Lingkungan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi Tulungagung, Maliki Nusantara, matinya biota air ini pertanda ada pencemaran berat.
"Kita belum melihat sumbernya. Tapi matinya hewan-hewan air itu pertanda ada pencemaran berat, bisa pencemaran organik maupun nonorganik," terang Maliki.
Lanjut Maliki, matinya hewan-hewan air ini dimungkinkan karena adanya limbah.
Hal ini sesuai dengan pengakuan warga, bahwa selalu ada kiriman air mengepul dari arah PG Mojopanggung.
Namun untuk membuktikan harus ada pengujian di laboratorium.
Pencemaran di Desa Sidorejo ini dimungkinkan air limbah yang belum layak dibuang.
Sesuai ketentuan Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD) harus nol.
Indikasi yang paling mudah adalah dengan biotilik, tidak boleh ada hewan air yang mati.
"Hewan air harus bisa hidup di air bebas limbah yang sudah diolah lewat IPAL. Barulah air itu boleh dibuang ke sungai," tegasnya.
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada pada limbah.
Sedangkan BOD adalah jumlah oksigen yang diperlukan bakteri untuk mengurangi senyawa-senyawa kimia.
Sebelumnya PG Mojopanggung mengakui, ada air limbah yang masuk ke permukiman warga.
Namun limbah itu tidak berbahaya, karena berasal dari air pendingin ketel.
Hanya saja air mempunyai suhu yang lebih tinggi, karena itu mengeluarkan asap.
Meluapnya pembuangan PG Mojopanggung ini karena debit air Kali Song yang naik.
Air dari Kali Song mengalir masuk ke Sungai Giling, saluran pembuangan dari PG Mojopanggung.
Limbah yang seharusnya masuk Kali Song dan bermuara di Sungai Ngrowo, akhirnya masuk ke permukiman warga.
(David Yohanes/tribunmataraman.com)
editor: eben haezer