Putra Daerah

Sosok Wahyu Kristian Natalia Dosen BINUS Malang, Hijrah Dari Industri Media di Waktu yang Tepat

Ini adalah kisah Wahyu Kristian Natalia (35), dosen Universitas Bina Nusantara (BINUS) Malang dengan segudang pengalaman sebagai jurnalis

Editor: eben haezer
dok. pribadi
HIJRAH - Wahyu Kristian Natalia, dosen BINUS Malang dengan segudang pengalaman sebagai jurnalis 

TRIBUNMATARAMAN.COM | SURABAYA - Ini adalah kisah Wahyu Kristian Natalia (35), dosen Universitas Bina Nusantara (BINUS) Malang dengan segudang pengalaman sebagai jurnalis. 

Bisa dibilang, perempuan yang akrab dipanggil Natali ini 'hijrah' dari industri media di saat yang tepat. 

Yakni saat bisnis media massa mulai menghadapi tekanan ekonomi yang besar. 

Namun perempuan yang akrab dipanggil Miss Natali ini meninggalkan dunia jurnalistik bukan semata karena ingin 'menyelamatkan diri'. 

Dia beralih ke dunia akademisi karena ingin berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan anak-anak muda. 

Keputusan Natalia meninggalkan dunia jurnalistik, dibuat pada 2018. 

Setelah hampir satu dekade berkecimpung sebagai video jurnalis (VJ), reporter, news anchor, hingga produser di salah satu televisi lokal di Surabaya, ia memilih undur diri dan mencoba karir sebagai dosen. 

Kampus pertama tempatnya mengajar adalah AMIKOM Yogyakarta. 

Lalu, sejak 2023, dia hijrah ke Jawa Timur, mengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi, Binus Malang. 

Karena itu, perempuan kelahiran Ngawi tahun 1990 tersebut kini menetap di Malang.

Pengalaman Jurnalistik

Meski kini sangat menikmati dunia akademisi, Natali tak memungkiri, dunia jurnalisme telah memberikan banyak pengalaman berharga baginya. 

Selama menjadi jurnalis, dia telah meliput berbagai peristiwa besar. Mulai dari Demo Buruh hingga tragedi Bom Surabaya.

Namun ada satu momen yang sangat membekas di ingatannya.

Yakni saat ia meliput tragedi jatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501 pada 2014. 

Kala itu, Natali menyaksikan secara langsung proses evakuasi dan identifikasi korban di RS Bhayangkara Surabaya.

Dari tragedi itu ia menyadari pentingnya peran jurnalis dalam memberikan informasi terbaru, tidak hanya kepada keluarga korban, tetapi juga untuk masyarakat luas. 

“Di situlah peran media dibutuhkan,” terang Natali.

Menurutnya, media tidak hanya menyampaikan informasi terkini yang berbasis fakta, tetapi juga mengutamakan empati, terutama saat memberitakan peristiwa yang melibatkan korban jiwa.

Alasan Hijrah

Saat Natali memutuskan hijrah profesi, banyak yang bertanya-tanya.  Apalagi, ia telah cukup matang berkarir sebagai jurnalis. 

Dia pun mengatakan, pertimbangannya berkarir sebagai dosen adalah semata untuk berbagi wawasan kepada generasi muda.

Setelah bertahun-tahun bekerja sebagai jurnalis di stasiun televisi, ia merasa bahwa kontribusi terbaik dan berkelanjutan yang dapat ia berikan adalah melalui dunia akademik. 

Dengan menjadi dosen, Natali ingin meneruskan ilmu dan pengalaman yang diperolehnya di lapangan kepada generasi muda yang ingin berkarir di industri media.

Kemunduran Industri Media

Natali menyadari bahwa industri media massa di Indonesia mengalami banyak tekanan. 

Apalagi, peran media massa sebagai sumber informasi utama bagi masyarakat, kini mulai tergeser oleh media sosial.

Sebagai akademisi, ia melihat kemunduran industri media dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sangat kompleks. 

Bukan hanya sekadar karena persoalan bisnis atau perubahan teknologi. Tapi juga karena perubahan struktur komunikasi pada masyarakat.

Perubahan struktur komunikasi masyarakat saat ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan media sosial. 

Hal ini menciptakan tantangan bagi industri media karena harus bersaing dengan kecepatan dan kemudahan penyebaran informasi di media sosial yang semakin masif.

Natali juga menerangkan bagaimana menurunnya kepercayaan publik terhadap industri media yang kerap dianggap terafiliasi dengan kepentingan politik.

Selain masalah kepercayaan, industri media saat ini juga menghadapi tekanan ekonomi yang cukup besar. 

"Efisiensi anggaran oleh pemerintah, menambah beban industri media yang mengalami disrupsi digital dan krisis finansial," katanya. 

Namun, bukannya pesimistis, Natali justru melihat ini sebagai kesempatan, khususnya bagi generasi muda.

Dengan kemampuan beradaptasi yang cepat, Natali menilai bahwa generasi muda lebih siap menghadapi tantangan dan perubahan dalam industri media. Terutama di tengah dominasi platform media sosial saat ini.

“Bagi saya ini kesempatan mereka (Gen Z) untuk mengaplikasikan ilmu mereka. Karena pergeseran perilaku audiens, dominasi platform seperti Youtube, TikTok, dan Instagram itu bagi saya lebih bisa dikelola justru oleh Gen Z,” jelas Natali.

Ia percaya, anak muda yang kritis, kreatif, dan cepat beradaptasi dengan teknologi, memiliki potensi besar untuk mendorong perubahan dalam industri media.

"Tentunya dengan tetap menjunjung tinggi etika jurnalistik," lanjutnya. 

Sosok Inspiratif

Sebagai dosen dengan segudang pengalaman jurnalistik, Natali memiliki sosok jurnalis inspiratif. 

Dia adalah  Jakob Oetama, pendiri Kompas sekaligus Universitas Multimedia Nusantara.

Bagi Natali, Jakob Oetama bukan hanya jurnalis, tetapi juga pendidik yang ikut membentuk generasi penerus industri media.

Beda Tantangan

Meski meninggalkan dunia jurnalistik sebelum industri media mengalami surut, Natali tidak mengaku “lega” atas keputusannya. 

Baginya, baik industri media maupun dunia akademik memiliki tantangan tersendiri.

Wanita yang tumbuh besar di Surabaya ini menyampaikan, industri media maupun dunia akademik, memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat.

"Jika jurnalis bertugas menyampaikan informasi yang faktual, maka akademisi punya tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai kritis serta membekali generasi muda dengan pengetahuan yang relevan," pungkasnya. 

(Alifya Dyara/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved