Ramadan 2025

Berpuasa Secara Mindfullness

Keutamaan Ramadan tidak berhenti hanya itu, salah satu malam di bulan Ramadan merupakan malam Istimewa adalah lailatul qodar

Editor: Rendy Nicko
Dok Pribadi
Prof Hj Muslihati, Sekretaris Komisi Perberdayaan Perempuan Remaja dan Keluarga MUI Jawa Timur 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Alhamdulillah, bulan ramadan kembali datang. Bulan mulia penuh keberkahan. Bulan kesembilan dalam tahun hijriyah ini memiliki banyak sebutan, di antaranya syahrul ibadah atau bulan ibadah, syahrul maghfiroh atau bulan penuh ampunan, syahrurrohmah atau bulan penuh kasih sayang Allah, syahrulquran bulan diturunkan nya Al Quran, syahruttarbiyah atau bulan edukasi, dan tentu yang paling utama adalah syahrusshiyam atau bulan puasa

Keutamaan Ramadan tidak berhenti hanya itu, salah satu malam di bulan Ramadan merupakan malam Istimewa adalah lailatul qodar yang sering disebut dengan malam seribu bulan karena berlipatgandanya pahala ibadah yang dianugerahkan Allah di malam luar biasa tersebut. Pendek kata bulan Ramadhan sangat Istimewa karena didalamnya terdapat kesempatan emas untuk beramal sholeh, beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui berbagai amal ibadah wajib seperti puasa dan sholat, dan berbagai amal ibadah sunnah untuk mencapai kualitas insan bertaqwa. 

Puasa dan latihan pengendalian diri

Diantara sekian banyak sebutan untuk ramadhan, sebutan syahruttarbiyah atau bulan edukasi perlu diulas lebih detail. Sebutan ini tentu bertali temali dengan sebutan lain yaitu syahrushiyam, syahrul quran dan syahrul ibadah. Ibadah puasa yang dilaksanakan secara bersungguh-sungguh, merupakan proses edukasi yang tidak hanya berdampak pada aspek spiritual dan religius seorang muslim, namun juga sangat berpengaruh pada dinamika psikologis dan perilakunya. Dampak ini diperoleh dari upaya proses pelaksanaan puasa itu sendiri. 

Puasa yang dalam bahasa arab disebut as-Shiyaam atau as-Shaum memiliki makna menahan, secara syariat berupa ibadah yang dilakukan dengan tara cara menahan makan dan minum dan aktivitas lain yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar atau memasuki waktu subuh hingga terbenam matahari atau memasuki waktu maghrib. Tentu, puasa tidak dimaksudkan menahan lapar dan haus semata namun juga mengendalikan hawa nafsu dan berbagai perbuatan tercela lainnya. 

Menahan diri merupakan latihan psikologis yang tidak sederhana bagi manusia, apalagi jika dilaksanakan dalam durasi yang cukup lama. Puasa di bulan Ramadhan bagi sebagian orang merupakan ibadah yang berat bagi mereka yang terbiasa bebas, karena harus menahan diri dari dorongan insting, libido, ego dan nafsu adalah tantangan yang tidak mudah dilakukan. Puasa Ramadhan menjadi semakin menantang karena manusia mudah tergoda dan cenderung akan merespon setiap stimulus yang datang dari lingkungan sekitar. Pendek kata, manusia secara umum tidak tahan godaan.  Tanpa kekuatan iman dan niat, maka kemungkinan seseorang hanya akan berpuasa diawal bulan lalu menyerah tidak menyelesaikannya sebulan penuh dengan berbagai alasan. 

Pengendalian diri sebagai salah satu proses penting selama beribadah puasa, tidak muncul tiba-tiba. Kemampuan ini tumbuh dan berkembang dari edukasi, pembiasaan dan latihan sejak belia. Keluarga dan masyarakat menjadi ruang edukasi yang penting. Penjelasan, motivasi dan contoh dari orang tua serta seluruh keluarga menjadi diterminan penentu munculnya pemahaman dan kesadaran akan penting pengendalian diri ketika berpuasa. Latihan pengendalian diri ini akan membuahkan berbagai kualitas pribadi seperti resiliensi atau ketangguhan, agilitas dan adaptabilitas atau kemampuan beradaptasi, dan tentunya juga sikap altruis dan empati. Semua kemampuan tersebut sangat diperlukan dalam menghadapi dinamika kehidupan yang naik turun ibadat roaller coaster. 

Tiga level kualitas puasa

Mencapai predikat muslim sejati dengan kualitas ibadah tertinggi tentu memerlukan proses. Begitu juga dengan penunaian ibadah puasa. Ibarat siswa yang sedang sekolah, seseorang bisa menapaki setiap tangga kelas secara bertahap setelah melewati sekian evaluasi. Dalam beribadah puasa, Imam Al Ghazali dalam Kitab nya Ihya Ulumuddin membagi level puasa menjadi tiga tingkatan yaitu level pertama shaumul umum atau kualitas puasa masyarakat awam, level kedua shaumul ‎khusus atau kualitas puasa orang-orang spesial, dan level ketiga atau level tertinggi shaumul khususil khusus atau kualitas puasa orang-orang istimewa. Setiap level memiliki kriteria tersendiri. 

Puasa level pertama dilaksanakan sebatas menahan haus dan lapar serta hal-hal lain yang membatalkan puasa secara syariat namun terkadang masih diciderai dengan perilaku yang berpotensi membatalkan pahala ibadah ini. Puasa semacam ini sering dilakukan kebanyakan orang, dimana mereka masih sering menggunjing dan menghina orang lain atau bermaksiat mata, telinga, kaki, tangan dan jari jemari melalui perangkat gadget. Ibarat kata ibadah dilaksanakan maksiat terus dilakukan. 

Puasa level kedua tentu lebih baik dari level pertama, mereka yang mencapai level ini mampu menahan haus, lapar dan hal-hal yang membatalkan, sekaligus menahan diri dari perbuatan tercela baik menahan mata, lisan, tangan, kaki dan semua aggota tubuh dari perbuatan dosa dan maksiat. Mereka berusaha menghindari bahkan mengelola diri agar jauh dari perbuatan tersebut. Puasa level kedua puasa yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran bahwa ibadah puasa nya tidak boleh dinodai oleh perbuatan tercela, sekalipun tanpa suara, semisal berbagai aktivitas kurang baik melalui gadget berbagai platform sosial media atau artificial intelligence yang ada. 

Puasa level ketiga adalah level tertinggi menurut Imam Al-Ghazali. Di level khushusil khushus ini puasa tidak saja menahan diri dari maksiat, namun juga menjaga hati agar selalu tertaut pada Allah SWT. Ketika terbersit hal lain selain Allah SWT seperti harta duniawi maka puasanya dianggap batal. Mengingat betapa beratnya laku puasa di level ini, maka tidak mengherankan jika level ini hanya mampu ditunaikan oleh para nabi dan kekasih Allah SWT. 

Bagi kita yang masih terikat dengan aktivitas dan kebutuhan duniawi, tentu kualitas level ketiga sangat berat untuk dicapai. Namun demikian, kita perlu terus berusaha mencapai kualitas puasa dari waktu ke waktu agar tidak ternoda dari perbuatan buruk yang dapat merusak hakikat dan menghilangkan pahala puasa. Upaya untuk meningkatkan kualitas puasa sangat penting agar kita meraih predikat istimewa yang dijanjikan Allah SWT, mencapai kualifikasi orang-orang yang bertaqwa.

Berpuasa secara Mindfullness 

Melaksanakan puasa dengan baik dengan menahan diri dari berbagai godaan yang dapat menodai pahala puasa, memerlukan latihan berproses. Kesadaran sebagai hamba yang wajib mengabdi dan bersyukur pada sang Khalik menjadi modal penting dalam menjalani ibadah puasa ramadhan secara khusyuk dan mindfulness. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

Dari Wirid ke Warid

 

Dari Ta'abbud ke Isti'anah

 

Hijrah Ekonomi

 

Dari Syari'ah ke Hakikat

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved