Ramadan 2025
Dari Syari'ah ke Hakikat
Barangsiapa yang bertasawuf (hakikat) tanpa berfikih (syari'ah) maka ia fasik
TRIBUNMATARAMAN.COM - Dalam kitab-kitab tasawuf sering kita temukan istilah: Man tashawwaf wa lam yatafaqqaha faqad tafassaq, wa man tafaqqaha wa lam yatashawwafa faqad tazandaq, wa man jama’a baina huma faqad tahaqqaqah (Barangsiapa yang bertasawuf (hakikat) tanpa berfikih (syari'ah) maka ia fasik. Barangsiapa yang berfikih tanpa bertasawuf maka ia zindiq, dan barangsiapa yang menggabungkan keduanya maka ia mencapai puncak kebenaran).
Pernyataan ini mengisyaratkan betapa pentingnya penyerasian antara syari'ah dan hakikat. Menurut Al-Qusyairi, syari'ah merupakan perintah yang harus dilaksanakan dalam bentuk ibadah, dan hakekat merupakan kesaksian akan kehadiran peran serta ketuhanan dalam setiap kehidupan. Syaria'h lebih merupakan konsep merambah jalan Tuhan, sedangkan hakikat keabadian di dalam melihat-Nya. Kita masih mengenal satu istilah lain, yaitu tarekat, yang merupakan perjalanan hamba di dalam meniti jalan syari'ah.
Dengan alasan apapun, tidak ada jalan lain para ahli hakikat untuk meninggalkan syari'ah. Namun idealnya pengamalan syari'ah disemangati oleh hakekat. Wadah untuk menyinergikan antara syari'ah dan hakekat ialah tarekat. Orang yang menuntun jamaah unruk melakukan sinerji syari'ah dan hakekat biasanya disebut musrsyid. Sedangkan mursyid adalah representasi atau perpanjangan syekh, yang merupakan pendiri dan penganjur suatu tarekat.
Kehadiran syari'ah yang tidak diikat dengan hakikat tidak dapat diterima. Sebaliknya kehadiran hakikat tidak dilandasi syari'ah tidak akan berhasil. Bahkan kemungkinannya bisa mengakibatkan penyesatan. Siapapun yang hendak memasuki dunia hakekat lebih jauh sebaiknya memilki mursyid yang akan membimbing mereka. Syari'ah berisi beban hukum dari Allah Swt kepada para hamba, sedangkan hakikat lebih merupakan dominasi kreatif Al-Haq dan merupakan kesaksian terhadap sesuatu yang telah ditentukan pada diri hamba. Al-Qusyairi mencontohkan: Iyyaka na'budu adalah manifestasi syari'ah, sedangkan iyyaka nasta'in adalah manifestasi hakikat.
Sesungguhnya seseorang tidak mesti harus bertarekat. Tidak mesti juga seseorang memiliki syekh atau mursyid dalam arti pemimpin tarekat. Seseoarang bisa mendapatkan bimbingan dari ulama atau ustas yang mendasarkan ajarannya pada Alquran dan hadis. Hanya saja bimbingan mereka sering dianggap bersifat generik dan uumum. Bimbingan khusus secara intensif banyak dirasakan orang melalui tarekat, yang di dalamnya ada tatakrama tertentu yang mesti diamalkan.
Namun kita juga harus hati-hati karena banyak aliran tertentu yang cenderung dipertanyakan keabsahan dan kemuktabarahannya menggunakan istilah tarekat. Jika ingin bertarekat, kita dianjurkan untuk memilih tarekat yang betul-betul ajarannya bersumber dari Al-Qur'an dan hadis. Tarekat seperti ini biasa disebut dengan tarekat mu'tabarah, suatu tarekat yang tidak diragukan ajarannya. Tareka yang tidak populer (gair mu'tabarah) belum tentu salah atau sesat. Namun kita harus hati-hati. Kita harus melihat secara kritis dan memastikan substansi ajarannya tidak bertentangan dengan ajaran Alquran dan Hadis. (*)
Menteri Agama RI
Prof Dr KH Nasaruddin Umar MA
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Mataraman
(TribunMataraman.com)
Lebaran 2025, Hampir 187 Ribu Orang Mudik Pakai Kereta Api Lewat Stasiun di Wilayah Daop 7 |
![]() |
---|
Ratusan Pengunjung Antusias Berebut Tumpeng Ketupat Cokelat di Kampung Coklat Blitar |
![]() |
---|
Dampingi KH Nurul Huda Ploso, Mas Ipin Bupati Trenggalek Sowan Ulama Sambut Hari Raya Ketupat |
![]() |
---|
VIDEO - Tahu Kuning Takwa Kediri Diburu Pemudik untuk Oleh-Oleh Lebaran 2025 |
![]() |
---|
Pantai Dalegan, Pantai Favorit Warga Gresik Saat Libur Lebaran 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.