Putra Daerah

Nanang Sigit Purnomo Seniman Pare Kediri Ubah Limbah Kayu Jadi Karya Seni Bernilai Tinggi

Inilah sosok Nanang Sigit Purnomo, seniman ukir dari Pare Kediri yang karya-karya cungkil kayunya telah dikenal sampai mancanegara

Penulis: Isya Anshori | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/isya anshori
BERNILAI SENI TINGGI - Owner Cungkil Art, Pare, Nanang Sigit Purnomo saat memperlihatkan karyanya, Kamis (13/2/2025). Nanang telah membuktikan bahwa limbah kayu tidak selamanya tak bernilai, kayu bekas justru berubah menjadi karya seni yang kaya makna dan bernilai tinggi. 

TRIBUNMATARAMAN.COM | KEDIRI - Di sebuah gang kecil di Jalan Arjuna Kelurahan/Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, berdiri sebuah galeri seni minimalis bernama Cungkil Art.

Galeri sekaligus rumahnya ini menjadi tempat bagi Nanang Sigit Purnomo menuangkan kreativitasnya dalam seni cungkil kayu. 

Berawal dari pemanfaatan limbah kayu, kini karyanya telah dikenal hingga luar kota dan bahkan direncanakan dikirim ke Texas, Amerika Serikat.  

Baca juga: Cerita Tuah Dewi Triangga Bawa Tenun Ikat Kediri ke Dunia Fashion dan Oleh-Oleh Khas

Pria 42 tahun ini menceritakan, awal mula ia menekuni seni cungkil kayu terjadi pada pertengahan tahun 2020, saat pandemi COVID-19 melanda.

Ketika banyak orang kehilangan pekerjaan akibat pembatasan aktivitas, ia justru menemukan inspirasi dari limbah kayu yang sering dianggap tidak berguna.

"Orang pasti melihat limbah kayu itu jelek, nggak bisa dimanfaatkan. Tapi saya coba cari inspirasi, akhirnya muncul ide untuk mengolahnya jadi sesuatu yang punya nilai seni," kata Nanang, Kamis (13/2/2025).  

Bahan baku yang digunakan Nanang sebagian besar berasal dari limbah rumah atau potongan kayu jati tua yang ia kumpulkan. Menurutnya, kayu jati tua memiliki aroma khas dan tekstur yang lebih hidup dibandingkan kayu jati baru.  

"Kalau kayu jati tua itu ada jiwa seninya, beda dengan yang baru dipotong. Kalau pakai yang masih muda, rasanya kurang dapat," jelasnya.  

Dalam menciptakan karya, Nanang menerapkan prinsip spiritualitas yang kuat, terutama saat mengukir wajah tokoh-tokoh besar. Baginya, memahat wajah seseorang bukan hanya soal teknik, tetapi juga tentang rasa dan penghormatan.  

"Sebelum memahat wajah seorang kyai, atau orang yang telah meninggal saya selalu berdoa dulu, membersihkan hati, dan meminta ijin secara batin. Kalau nggak begitu, rasanya kurang keluar penjiwaannya," ungkapnya.  

Salah satu karya Nanang yang paling diminati adalah ukiran wajah Mbah Hasyim Asy’ari dan Gus Dur. Ia mengungkapkan bahwa banyak pembeli yang tertarik dengan karakter-karakter religius karena nilai historis dan spiritualnya yang mendalam.  

"Seni ini pakai rasa, apalagi kalau bikin tokoh-tokoh besar seperti Mbah Hasyim atau Gus Dur. Ini bukan sekadar ukiran biasa," ujarnya.  

Menurutnya, proses mencungkil kayu memerlukan ketelitian tinggi. Dimulai dari pemilihan kayu yang tepat, kemudian sketsa awal digambar di permukaan kayu.

Uniknya lagi, cungkil ini akan mengikuti serat kayu yang telah ada di dalamnya. Setelah itu, Nanang menggunakan alat pahat untuk mengukir setiap detail dengan presisi.  

"Terkadang saya bisa menyelesaikan dalam seminggu, tapi ada juga yang butuh waktu berbulan-bulan. Seperti ukiran Mbah Syaikhona Kholil Bangkalan yang saya buat selama satu tahun sembilan bulan, dari Januari 2023 hingga November 2024, pas hari jadinya NU," tambahnya.  

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved