Pemerkosaan Sadis di Jombang

Gadis SMA di Jombang Diperkosa 3 Pria Lalu Dibunuh, WCC Sebut Femisida Paling Ekstrem

Woman Crisis Center kabupaten Jombang menyebut pemerkosaan dan pembunuhan terhadap gadis SMA di Jombang adalah femisida paling ekstrem.

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/anggit pujie widodo
PEMERKOSAAN SADIS DI JOMBANG - Pelaku utama kasus pemerkosaan dan pembunuhan gadis SMA saat ditanya motif pembunuhan oleh pihak kepolisian di Mapolres Jombang, Jawa Timur pada Kamis (13/2/2025). WCC Jombang sebut masuk kategori Femisida, kejahatan berbasis gender paling ekstrem. 

TRIBUNMATARAMAN.COM | JOMBANG - Women Crisis Center (WCC) Kabupaten Jombang merespon kasus pemerkosaan sadis yang terjadi pada siswi kelas 3 SMA. 

Korban, pelajar berusia 18 tahun, ditemukan tidak bernyawa di sungai Desa Pacarpeluk, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang.

Belakangan terungkap, korban adalah korban pemerkosaan yang kemudian dibunuh oleh pelaku. 

Direktur WCC Jombang, Ana Abdillah menyebut, kejadian ini masuk kategori Femisida.

Femisida ini merupakan penghilangan nyawa terhadap perempuan berbasis gender yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk.

"Termasuk pembunuhan oleh pasangan intim (intimate partner femicide), pembunuhan terkait kekerasan seksual, pembunuhan akibat eksploitasi seksual, hingga pembunuhan kehormatan keluarga," ucapnya saat dikonfirmasi pada Sabtu (15/2/2025) melalui pesan seluler.

Dia menyebut, peristiwa di Jombang ini adalah kekerasan berbasis gender yang paling ekstrem. 

Apa yang terjadi pada korban merupakan persoalan sistemik yang secara kultural masih mengakar kuat di sistem masyarakat patriarki.

"Korban dibunuh karena dia perempuan yang didorong superioritas, dominasi dan hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan," ungkapnya.

Ana melanjutkan, korban femisida tidak hanya dirampas nyawanya melainkan mengalami penyiksaan berlapis dan sadis oleh pelaku.

Femisida diketahui terjadi karena kepentingan pelaku yang merasa sebagai gender superior untuk mengontrol hidup dan tubuh korban yang dipandang mereka sebagai objek dan milik, bukan sebagai manusia yang berdaulat atas dirinya.

"Jika mengutip direktori MA (2022), adapun motif yang biasa mendasari terjadinya Femisida adalah pertengkaran, cemburu, sakit hati, perselingkuhan, kecurigaan perselingkuhan dan faktor ekonomi," bebernya.

Lebih lanjut, motif ketiga pelaku dalam kasus ini diketahui adalah ekonomi dengan maksud merampas sepeda motor dan ponsel milik korban, disamping motif merebut kedaulatan tubuh korban.

Apa yang harus dilakukan Negara? Ana menjelaskan, negara dan elemen pemerintahan di bawahnya, Provinsi sampai Pemerintah Daerah bisa melakukan identifikasi dampak dan pulihkan keluarga korban femisida.

"Pemberdayaan masyarakat untuk memahami hak kesehatan seksual dan reproduksi, melalui edukasi tentang hubungan yang sehat," pungkasnya.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved