Berita Terbaru Kabupaten Trenggalek

Mengenal Tradisi Ngetung Batih yang Dilakukan Warga Dongko Trenggalek Tiap Tahun Baru Hijriah

Tiap tahun baru Hijriah, warga Dongko Trenggalek punya tradisi Ngitung batih. Inilah sejarahnya.

Penulis: Sofyan Arif Chandra | Editor: eben haezer
ist
Upacara Adat Ngetung Batih Yang Digelar Setiap Tahun dalam Rangka Menyambut Tahun Baru Hijriah 

TRIBUNMATARAMAN.COM | TRENGGALEK - Warga Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek akan punya gawe besar dalam menyambut Tahun Baru 1446 Hijriah, Minggu (7/7/2024).

Tepat pada pergantian tahun, warga Kecamatan Dongko akan menggelar tradisi yang sudah dijaga turun temurun yaitu Ngetung Batih.

"Upacara adat Ngetung Batih ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan yang maha kuasa pada pergantian tahun, selain itu juga dalam rangka mengumpulkan keluarga makanya dikatakan Ngitung Bathih (menghitung anggota keluarga)," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Trenggalek, Sunyoto, Kamis (4/7/2024).

Bertepatan dengan berkumpulnya seluruh keluarga, warga memanjatkan doa agar tahun-tahun berikutnya diberikan kehidupan dan kesejahteraan yang lebih baik.

"Karena orang Dongko senang dengan kebudayaan tertentu dan kesenian tertentu maka akan ada pertunjukan kesenian. Tahun ini agak spesifik karena ada pemecahan rekor MURI," lanjutnya.

Even yang dimaksud adalah pagelaran tari Turonggo Yakso dengan jumlah 2.500 penari yang berlokasi di lapangan Kecamatan Dongko

Selain itu akan ada pelaksanaan arak arakan tumpeng serta wayang kulit sebagai sarana ruwatan murwakala atau bersih desa.

Sejarah Ngetung Batih sendiri bermula pada tahun 1.600 an saat Sultan Agung Mataram mengutus Sentono Projo untuk melihat kondisi masyarakat di Selatan Jawa.

"Tugas tersebut dilakukan agar kebijakan yang diambil bisa sesuai dengan kondisi masyarakat setempat," jelas Sunyoto.

Salah satu yang dilakukan oleh utusan tersebut adalah Ngetung Batih atau menghitung cacah jiwa yang dimulai dari setiap kepala keluarga atau setiap rumah.

Hal tersebut ternyata diteruskan oleh masyarakat Kecamatan Dongko yang dilakukan setiap bulan Suro atau setiap tahun baru untuk melihat perkembangan penduduk selama setahun terakhir.

"Tradisi ini juga dilakukan dalam satu rangkaian tasyakuran menyambut tahun baru," paparnya.

Jumlah cacah jiwa dilaporkan ke ketua adat atau kepala pemerintah setempat dengan membawa Takir Plontang sesuai jumlah anggota keluarganya.

"Misalnya anggota keluarganya 5, jumlah Takir Plontangnya juga 5 buah, tapi biasanya ditambah 1 lagi yang diletakkan di depan rumah sebagai tolak balak," jelas Sunyoto.

Takir Plontang yang lain lalu dibawa ke Onderan atau pada zaman sekarang disebut kantor kecamatan.

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved