Sekolah Berbisnis Seragam

Kisruh Sekolah di Tulungagung "Berbisnis" Seragam: Sekolah Menuding, Kadindik Provinsi Membantah

Orangtua murid SMA di Tulungagung mengeluhkan mahalnya harga seragam yang harus dibeli dari sekolah. Sekolah menuding ada instruksi dari provinsi.

Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/david yohanes
Orang tua siswa baru SMAN 1 Kedungwaru dibebani biaya pembelian seragam sebesar Rp 2.360.000. Polemik mahalnya harga sekolah ini membuat orangtua murid geger, sampai akhirnya sekolah mengaku dapat instruksi dari pemprov jatim. Tapi Dinas Pendidikan Provinsi Jatim membantah tudingan itu. 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Para orangtua siswa SMA/SMK di Tulungagung, Jatim, khususnya yang anaknya baru diterima menjadi siswa baru, dipusingkan oleh mahalnya harga kain seragam yang dijual oleh pihak sekolah. Bahkan, dari hasil penelusuran, diketahui bahwa harga kain seragam sekolah itu jauh lebih mahal dibandingkan harga kain seragam di pasaran.

Semuanya bermula dari keluhan orangtua siswa baru di SMAN Kedungwaru, Tulungagung.

Orangtua siswa SMAN Kedungwaru Tulungagung tersebut mengeluh karena harus membeli paket seragam lewat sekolah dengan harga mencapai Rp 2.360.000.

Baca juga: Wali Murid Keluhkan Harga Kain Seragam SMAN Kedungwaru Tulungagung Lebih Mahal Dibanding di Pasaran

Harga itu untuk 10 jenis seragam, mulai putih abu-abu, pramuka, batik, khas, jas almamater, kaus olah raga, ikat pinggang, tas, atribut dan jilbab bagi siswi muslim yang berjilbab. 

Seluruh paket seragam ini masih berupa kain, kecuali kaus olah raga yang dibagikan dalam bentuk jadi. 

Namun ternyata harga yang dipatok SMAN 1 Kedungwaru jauh di atas harga pasaran seragam terbaik. 

Kain untuk satu setel seragam putih abu-abu dipatok Rp359.400. 

Baca juga: Penjelasan SMAN Kedungwaru Tulungagung Soal Harga Kain Seragam yang Lebih Mahal Dari Pasaran

Sementara harga di pasaran, harga satu setel seragam jadi di pasaran yang terbaik hanya Rp 170.000. 

“Harga Rp 170.000 itu kainnya dingin seperti masuk lemari es,” ucap Rudi, seorang pedagang seragam yang diajak Tribunmataraman.com membandingkan harga.

Lalu kain untuk satu setel seragam pramuka dipatok Rp 315.850, sedangkan di pasaran harga satu setel seragam pramuka terbaik hanya Rp 180.000.

Kain seragam batik dipatok Rp 383.200, sedangkan di pasaran harga satu setel seragam batik jadi sekitar Rp 205.000.

Baca juga: Harga Kain Seragam Seluruh SMA dan SMK Negeri di Tulungagung Mahal, Disebut Perintah Dindik Provinsi

Kain seragam khas sekolah dipatok Rp 440.550, sedangkan di pasaran dijual Rp 267.000.

Lalu kain jilbab dipatok Rp 160.000, sedangkan jilbab terbaik di toko seragam hanya Rp 50.000.

“Untuk jilbab yang biasa sekitar Rp 30.000, Rp 35.000. Yang paling baik Rp 45.000 sampai Rp 50.000,” ungkap Rudi. 

Jenis seragam lain Rudi tidak bisa menyebut harga karena tidak berjualan jenis yang sama. 

Dari data yang dibagikan orang tua siswa, kain jas almamater dipatok Rp 185.000, satu setel kaus olah raga Rp 130.000, ikat pinggang Rp 36.000, tas Rp 210.000, dan atribut Rp 140.000.

Salah satu orang tua siswa, Emon, nama samaran, uang seragam wajib lunas di hari Rabu (12/7/2023) kemarin. 

Jika ada orang tua siswa tidak bisa melunasi wajib mengajukan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari desa. 

“Maunya bisa diangsur, tapi ini wajib lunas hari Rabu minggu lalu. Kalau tidak pilihannya bawa SKTM,” ucap Emon, saat ditemui Kamis (20/7/2023). 

Emon pun mengakui harga kain yang dibagikan lebih mahal dibanding harga seragam jadi di pasaran.

Bahkan ongkos jahit satu setel seragam pun harganya hampir sama dengan beli seragam jadi.

Emon mencontohkan, ongkos jahit seragam putih abu-abu bisa mencapai Rp 150.000.

Padahal harga itu jika ditambah Rp 20.000 saja sudah dapat seragam jadi, tanpa perlu menjahit. 

“Kalau jas almamater, biayanya paling tidak Rp 200.000. Pramuka, putih abu-abu Rp 150.000,” ungkapnya.

Sehingga, lanjut Emon, harga total untuk seragam putih abu-abu saja mencapai Rp 500.000, dengan rincian Rp359.400 harga kain dan Rp 150.000 ongkos jahit.

Emon pun mempertanyakan kelebihan harga yang sangat mencolok ini. 

Tanggapan SMAN Kedungwaru

Kepala SMAN 1 Kedungwaru, Nuriddin, saat dikonfirmasi lewat Whatsapp tidak memberi penjelasan langsung.

Dia meminta Tribunmataraman.com untuk langsung ke bagian toko SMAN 1 Kedungwaru, bagian yang membagikan seragam itu.

Ada dua pegawai yang saat itu ada di bagian pembagian seragam dan tengah bekerja.

Dua petugas bagian seragam ini mengaku seluruh kain dikirim langsung dari Dinas Pendidikan Provinsi.

"Kami bukan beli terus kami jual lagi. Semua dikirim dari Provinsi," ucap petugas ini.

Soal harga juga dipatok langsung dari provinsi, sementara sekolah hanya menjalankan saja.

Pihak sekolah juga dilarang membeli kain sendiri di lokal Tulungagung dan harus ikut aturan dari Dinas Pendidikan Provinsi.

Kebijakan ini sudah berjalan bertahun-tahun di SMAN 1 Kedungwaru.

"Kami hanya bertugas membagikan. Prosesnya dari Provinsi sampai sini kami tidak tahu," katanya.

Masih menurut petugas yang membagikan seragam ini, sebenarnya tidak ada paksaan membeli paket kain seragam dari sekolah.

Namun jika membeli seragam di luar, maka warnanya tidak akan sama dengan yang dijual lewat sekolah.

Apalagi warga seragam tahun lalu dengan tahun ini ada perbedaan.

NE, salah salah satu orang tua siswa mengakui, memang tidak ada paksaan membeli seragam yang disampaikan secara terbuka.

Namun pihak sekolah menegaskan, jika tidak membeli seragam di sekolah maka warnanya akan beda.

Karena itu tidak ada pilihan selain membeli seragam lewat sekolah.

"Anak-anak pasti takut dong kalau seragamnya beda. Makanya tidak ada pilihan selain membeli lewat sekolah," katanya.

Terjadi di Sekolah Lain

Setelah kisruh sekolah berbisnis seragam ini ramai diberitakan, terungkap bahwa praktik yang sama ternyata juga terjadi di sekolah lain.

Bukan hanya di SMAN 1 Kedungwaru, seluruh SMA/SMK negeri di Tulungagung juga memberlakukan hal serupa.

Pihak sekolah menjual kain seragam kepada para siswa baru dengan harga selangit.

Ada sekolah yang bersikap ketat dengan mewajibkan siswa secara halus, seperti ancaman warna seragam tidak sama jika membeli di luar.

Namun ada juga yang bersikap longgar dengan memperbolehkan membeli sebagian seragam di luar sekolah.

Salah satu orang tua siswa dari SMAN 1 Tulungagung menunjukkan kuitansi pembelian paket kain seragam seharga Rp 1.600.000 lebih.

Harga ini masih di bawah harga paket seragam yang dijual di SMAN 1 Kedungwaru.

Informasi dari orang tua siswa ini, ada sebagian seragam yang bisa dibeli di luar.

"Yang tidak bisa beli di luar kan seragam khas, jas almamater, seragam olah raga sama badge. Lainnya kan bisa," ucap orang tua siswa ini.

Namun demikian diakui harga yang dipatok sangat jauh dari harga pasaran.

Sementara dari kuitansi yang didapat dari seorang wali SMKN 2 Boyolangu, biaya paket kain seragam ini mencapai Rp 2.295.000.

Harga itu untuk atasan putih, rok abu-abu, atasan pramuka, rok pramuka, atasan olah raga, celana olah raga, dan tas sekolah.

Kemudian ada sejumlah aksesoris seperti topi, ikat pinggang, dasi, badge, kaus kaki, hasduk, kolong, dan hijab 3 macam.

Pembayaran uang seragam dilewatkan Koperasi Bhakti Usaha di sekolah ini.

Seorang pejabat di salah satu SMA Negeri mengakui, kain seragam itu seluruhnya dikirim dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.

Sekolah tidak berani menolak karena pengadaan kain seragam ini kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi.

Kain dikirim dalam bentuk gelondongan ke sekolah-sekolah, kemudian sekolah yang memotong kain itu sesuai kebutuhan masing-masing.

"Kami yang diminta memotong kain sesuai pesanan para siswa. Merepotkan sekali," keluh sumber ini.

Masih menurut sumber yang sama, harga yang dipatok dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur memang jauh lebih mahal dari harga pasaran.

Bahkan harganya bisa dua kali lipat dibanding seragam jadi produk asli Tulungagung.

Padahal Tulungagung adalah sentra konveksi, bisa memproduksi seragam murah dengan kualitas tinggi.

Apalagi yang dibeli dari sekolah masih berupa kain sehingga masih perlu keluar duit tambahan untuk ongkos jahit.

"Harus diakui, harganya sangat mahal. Saya pun malas ikut cawe-cawe," katanya.

Dindik Bantah Memberi Instruksi

Polemik bisnis seragam di sekolah ini pun sampai ke telinga Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Aries Agung Paewai.

Menanggapi hal tersebut, Aries yang belum lama dilantik menjadi Kepala Dinas Pendidikan Jatim mengatakan bahwa Dindik melarang sekolah maupun komite sekolah untuk menjual seragam.

Bahkan siswa baru di jenjang SMA/SMK di Jatim diperbolehkan untuk tidak mengenakan seragam baru dan boleh memakai baju bekas khususnya bagi siswa tidak mampu.

“Kita sudah komitmen, baik komite maupun sekolah tidak boleh jual seragam. Sekali lagi, sekolah maupun komite tidak boleh jual seragam. Bahkan ibu gubernur telah menytakan siswa yang baru masuk SMA boleh pakai baju bekas,” kata Aries saat diwawancara di Dyandra Convention Center, Surabaya, Jumat (21/7/2023).

Guna menyiasati agar pembelian seragam tidak membebani siswa, kata dia, Dinas Pendidikan Jatim sudah memiliki terobosan untuk menggagas sistem orang tua asuh.

“Jadi kalau ada yang tidak mampu beli seragam, maka orang tua asuh itu yang membelikan,” tegas pria yang juga Pj Walikota Batu ini.

Meski sekolah dan komite sudah tidak memiliki celah untuk menjual seragam, namun dikatakan Aries bahwa koperasi sekolah bisa menjual seragam. Akan tetapi sifatnya sebagai opsi atau alternatif yang tidak mewajibkan siswa.

“Iya, jadi yang boleh koperasi. Tapi gak boleh memaksa. Koperasi boleh jual, kalau mahal, siswa boleh nggak beli. Kan kalau jualan kalau nggak beli nggak apa-apa. Karena kalau itu yang jual koperasi kita nggak ikut-ikut,” tegasnya.

Seperti yang terjadi di Tulungagung, diketahui bahwa seragam yang dijual sangat mahal. Menurutnya itu hak dari pihak koperasi untuk mematok harga. Namun yang ditekankannya adalah siswa tidak wajib.

“Jadi siswa tidak wajib beli. Kalau koperasi boleh jualan seragam memang ya. Tapi kalau ketahuan sekolah yang jual, saya akan tindak,” pungkasnya.

DPRD Minta Diusut Tuntas

Komisi E DPRD Jatim turut angkat bicara mengenai polemik tersebut.

Dewan pun mendorong agar polemik itu diusut secara tuntas. Apalagi berdasarkan pengakuan dari salah seorang pejabat SMA Negeri setempat, kain seragam itu seluruhnya dikirim dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.

Anggota Komisi E DPRD Jatim Adam Rusydi menjelaskan, secara aturan hal tersebut tidak diperkenankan. Namun, dewan mengakui hingga saat ini belum menerima laporan maupun bukti yang valid.

"Kami juga akan menelusuri lebih dalam lagi terkait temuan pembelian seragam yang menurut pemberitaan harganya dua kali lipat dari pada harga pasaran," kata Adam, Jumat (21/7/2023).

Politisi Partai Golkar itu menyebut perlu dilakukan pengusutan tuntas keluhan yang dialami oleh para orang tua siswa tersebut. Adam pun memastikan, Komisi E bakal mengawal polemik itu.

"Apabila masyarakat dirasa ada yang kurang pas terkait kebijakan di SMA / SMK di wilayah Tulungagung, Komisi E DPRD Jatim akan menerima dan menindaklanjuti aduan tersebut," tandasnya.

(david yohanes/fatimatuz zahroh/yusron naufal putra)

editor: eben haezer

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved