Sidang Asusila Sekolah SPI
Sidang Dugaan Asusila Sekolah SPI Batu, Ini Fakta yang Diungkap Kak Seto di Depan Hakim
Jangan sampai membela anak dengan cara-cara tidak beretika dan berestetika, sebab itu dapat menjatuhkan anak itu sendiri.
Penulis: Anas Miftakhudin | Editor: Anas Miftakhudin
TRIBUNMATARAMAN.COM I MALANG - Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Dr Seto Mulyadi dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang dugaan asusila di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Batu dengan terdakwa JE.
Pria yang akrab disapa Kak Seto dihadirkan sebagai saksi ahli dari kuasa hukum terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Senin (4/7) kemarin.
Kasa hukum terdakwa JE, Ditho Sitompul mengatakan, pihaknya menghadirkan Kak Seto dalam kapasitasnya sebagai ahli psikologi khusus anak.
Baca juga: Gadis Kediri Alami Dua Kali Kecelakaan, Diembat Paman dan Lalu Lintas Begini Respons Ortu
Baca juga: Kapolres Lakukan Penyimpangan Dilaporkan Istrinya ke Propam, Jabatan Langsung Dicopot
Baca juga: Begini Upaya Polisi Menangkap DPO Putra Kiai di Jombang Jadi Tersangka Pencabulan, Perbatasan Dijaga
"Saksi ahli kita dari psikolog. Tentu yang kita hadirkan orang yang punya kapasitas psikologi. Kak Seto sudah 40 tahun bergelut di bidang psikologi dan juga dia ketua LPAI. Kami menghadirkan Kak Seto untuk menunjukkan hal-hal yang sudah terungkap dalam persidangan selama ini. Sebab bagi kami, ada hal-hal yang tidak bisa membuktikan bahwa klien kami sebagai pelaku seperti yang diisukan selama ini," ujar Dhitho pada awak media usai sidang.
Ketika sidang berlangsung, tim kuasa hukum menanyakan kepada Kak Seto terkait data tunggal dari pihak korban apakah bisa disajikan sebagai alat bukti.
Baca juga: Duh Kejamnya Ibu Ini, Anak sendiri Dilempar ke Sungai Jasad Baru Ditemukan 7 Hari Kemudian
Baca juga: Skandal Polwan dengan Pendeta, Berduaan di Pastori Digerebek Suami dan Teman Polisi Lain
Baca juga: Kasat Lantas Dicopot Setelah Tepergok Selingkuh dengan Istri Perwira
"Kami menanyakan hal itu pada Kak Seto. Apakah dengan satu data tunggal dari korban dapat disajikan menjadi alat bukti. Menurut keterangan saksi ahli, data tunggal itu tidak lengkap. Harusnya ada data pembanding. Misalnya, diperiksa orang-orang di sekitarnya. Seperti orangtuanya. Atau bahkan pelaku juga diperiksa secara psikologi," terangnya.
Lanjut Ditho, selama ini psikologi forensik memang mengaku bahwa data itu tidak lengkap.
Karena itu pada awalnya, pihak penyidik diminta agar memeriksa pelaku meski hal ini disampaikan secara lisan. Tetapi tidak diizinkan.
"Menurut kami, data yang sekarang itu tidak lengkap karena hanya menyajikan dari satu sisi. Kita harus mendengarkan data dari satu sisi, kita harus mendengarkan dari kedua belah pihak," ungkapnya.

Ditho menambahkan, dalam sidang Kak Seto menegaskan bahwa Lembaga Perlindungan Anak Indonesia yang dipimpinnya adalah lembaga resmi.
"LPAI adalah lembaga yang memiliki legal standing dan kekuatan hukum. Di luar dari lembaga itu tidak memiliki dasar hukum yang tepat. Jika ada yang mengaku-ngaku sebagai aktivis anak meskipun dalam perkara ini bukan lagi anak, maka kapasitasnya patut dipertanyakan," tegas Ditho.
Kak Seto, imbuh Ditho, juga mempertanyakan dalam keterangannya, jangan sampai keinginan untuk membela anak malah menjatuhkan anak itu sendiri.
"Jangan sampai membela anak dengan cara-cara tidak beretika dan berestetika, sebab itu dapat menjatuhkan anak itu sendiri. Karena itu harus disampaikan dengan cara baik seperti pesan Kak Seto," terangnya.
Ditho juga menceritakan bahwa saksi ahli selama ini sudah mengikuti perkembangan SPI.
Sekolah ini dinilai Kak Seto memiliki standard internasional, dan anak-anak itu terlindungi di sana.