Kelangkaan Minyak Goreng

Siasat Pelaku UMKM di Trenggalek Hadapi Kelangkaan Minyak Goreng

Para pelaku usaha mikro kecil menengah atau UMKM di Kabupaten Trenggalek bersiasat di tengah minyak goreng yang harganya mahal dan stoknya langka.

Penulis: Aflahul Abidin | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/aflahul abidin
Proses produksi jajanan keripik tempe di pusat oleh-oleh 2 RHS di Kecamatan Karangan. 

TRIBUNMATARAMAN.com | TRENGGALEK - Para pelaku usaha mikro kecil menengah atau UMKM di Kabupaten Trenggalek bersiasat di tengah minyak goreng yang harganya mahal dan stoknya langka.

Mereka adalah para peNgusaha makanan yang memakai minyak goreng sebagai salah satu bahan utama dalam proses produksi.

"Tentu pengaruhnya kerasa sekali," kata Puprapti Ningsih, produsen camilan sekaligus pemilik pusat oleh-oleh 2 RHS di Kecamatan Karangan, Selasa (22/2/2022).

Baca juga: Cara Membuat Minyak Kelapa Sendiri, Bermanfaat Menurunkan Kolesterol dan Mencegah Diabetes

Wanita yang akrab disapa Nining itu memproduksi aneka camilan yang proses pembuatannya digoreng. Seperti keripik tempe.

Maka dari itu, harga dan stok minyak goreng berpengaruh besar terhadap usahanya.

"Dulu saat minyak goreng masih wajar, saya biasa punya stok sekitar 200 karton. Sekarang 20 saja sudah banyak," aku dia.

Meski demikian, ia tetap bersyukur usaha yang ia geluti tetap bisa berjalan. Para pekerja yang menggantungkan kelangsungan hidupnya lewat usaha tersebut juga masih bertahan.

Nining mengaku, melonjaknya harga minyak goreng membuat margin keuntungannya berkurang drastis.

Ia memilih untuk tak menaikkan harga produk camilan yang ia buat untuk mempertahankan pelanggan dan pasar.

Untuk menyiasatinya, Nining memilih untuk memakai minyak goreng yang harganya masih dianggap terjangkau dan wajar.

Bila sebelumnya ia hanya mau memakai produk minyak goreng dengan kualitas nomor wahid untuk produk premiumnya, kini ia mencoba realistis dengan menggunakan produk yang kualitasnya di bawahnya.

Akibat stok yang terbatas dan harga yang mahal, ia mulai berencana untuk mengurangi produksi menjelang Lebaran mendatang.

"Kalau mau Lebaran, biasanya kami membuat keripik tempe sampai 4 ton. Lebaran nanti mungkin sekitar 2 ton saja," katanya.

Hal serupa juga dirasakan Hardini Dyah Asmarani, pelaku UMKM yang memproduksi jajanan makaroni goreng kering berkemasan modern.

Hardini mengatakan, para pelaku UMKM saat ini merasa seperti dihantam kendala dua kali saat pandemi.

Pertama, kondisi pasar yang melesu dampak Covid-19.

Kedua, harga bahan produksi terutama minyak goreng yang melambung dan stoknya yang tak semelimpah dulu.

"Beberapa kali saya kehabisan stok minyak goreng," kata dia.

Selain stok yang tak selancar dulu, harga minyak goreng yang naik juga berpengaruh dengan usahanya.

Untuk sekali produksi, Hardini membutuhkan sekitar 60 liter minyak goreng.

"Dulu harganya masih murah. Sekarang sekitar Rp 18 ribu per liter," kata dia.

Ia mengaku mengetahui adanya harga minyak goreng murah Rp 14 ribu per liter, yang merupakan program pemerintah untuk menekan harga komoditas tersebut.

Akan tetapi, stok minyak goreng seharga itu cukup sulit ditemui di pasaran.

Kalaupun ada, pembelian minyak goreng dibatasi per orang dengan antrean yang panjang.

Akibat dampak pasar yang lesu akibat pandemi dan biaya produksi yang bertambah, keuntungan yang didapat dari bisnis yang Hardini geluti juga signifikan.

"Dalam setahun ini, penurunannya sekitar 50 persen," katanya. 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved