Press Release

Dewan Pers Sesalkan Pernyataan Saksi Ahli Dari Unair di Sidang Kasus Kekerasan Jurnalis Nurhadi

Pernyataan saksi ahli dari Unair dalam persidangan perkara kekerasan terhadap jurnalis Nurhadi, disesalkan Dewan Pers dan pengacara korban.

Editor: eben haezer
ist
Sidang lanjutan perkara penganiayaan terhadap jurnalis Nurhadi di PN Surabaya, Rabu (17/11/2021). Dalam sidang ini, pengacara terdakwa mendatangkan saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga. 

“Wartawan sama polisi itu lho berteman. Toh kasus-kasus kriminal itu dimuat wartawan. Bahasanya kan restorative justice. Jadi kalau ada orang beritikad baik dan tulus, kemudian ditersangkakan, padahal awanya damai, ya sudah samai saja, diselesaikan baik-baik. Ya menurut saya karena sama-sama profesi,” kata Toetik.

Khusus menanggapi pernyataan tersebut, Fatkhul Khoir menilai bahwa kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak sebaiknya diselesaikan melalui restorative justice, apalagi bila pelakunya adalah polisi. Soal perdamaian antar pihak, dia menganggap bahwa perdamaian bisa diwujudkan tanpa menghapus pidananya.

“Dalam hubungan antarmanusia, damai itu memang baik. Tetapi bukan berarti menghapus pidananya. Apabila hal tersebut (restorative justice) diterapkan dalam kasus kekerasan terhadap jurnalis, maka kerja-kerja jurnalis tidak akan pernah aman karena pelakunya tidak pernah dihukum,” kata Fatkhul Khoir.

Karena itu, Fakthul Khoir berharap agar Universitas Airlangga, mengevaluasi penugasan Toetik sebagai saksi ahli.

“Saya rasa, Unair harus mengevaluasi penugasan yang bersangkutan (Toety) sebagai saksi ahli. Karena pernyataannya banyak yang ngawur. Saya juga penasaran apakah yang bersangkutan punya karya-karya ilmiah terkait delik pers sehingga layak disebut sebagai ahli yang kompeten dalam kasus ini,” pungkasnya.

Disayangkan Dewan Pers

Pernyataan Toetik Rahayuningsih itu juga disayangkan anggota Dewan Pers, Arif Zulkifli.

Menurut Azul, panggilan akrab Arif Zulkifli, Wartawan bekerja berdasarkan mandat konstitusi dan Undang-undang Pers 40/1999 untuk memenuhi hak publik untuk tahu.

"Dalam bekerja wartawan dilindungi UU dan karenanya penghalang-halangan terhadap kerja wartawan melanggar UU. Memeriksa ponsel, merusak sim card wartawan merupakan pelanggaran terhadap prinsip kebebasan pers. Patut disayangkan dalam persidangan ahli membenarkan tindakan terdakwa," ujar Azul. 

"Polisi dan wartawan boleh saja berkawan, tapi itu tidak berarti polisi boleh merintangi kerja wartawan. Istilah Restorative justice yang dipakai saksi ahli agar kasus penganiayaan Nurhadi diselesaikan di luar jalur hukum merupakan salah kaprah dan upaya nyata untuk mengaburkan inti persoalan, menormal penganiayaan dan membiarkan praktik penghalang-halangan kerja jurnalistik terjadi," sambungnya. 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved