Berita Nasional

Said Abdullah Minta Pemerintah Tak Fokus Pengurangan Anggaran TKD, Tapi Lakukan Efisiensi di Daerah

Said mendorong agar pemerintah pusat tidak hanya fokus pada pengurangan TKD, tetapi juga memperkuat efisiensi penggunaan dana di daerah

Editor: Rendy Nicko
Dokumen PDIP Jatim
Ketua Badan Anggaran DPR RI sekaligus Plt Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim, MH Said Abdullah saat pengarahan kader Se-Malang Raya, Jumat (10/3/2023). 

TRIBUNMATARAMAN.COM, JAKARTA – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah menanggapi munculnya protes dari sejumlah pemerintah daerah atas berkurangnya alokasi dana transfer ke daerah (TKD) dalam RAPBN 2026.

Dia menilai keluhan tersebut wajar dan harus disikapi dengan bijak oleh pemerintah pusat melalui dialog terbuka.

“Situasi ini memicu aspirasi dari pemda agar alokasi TKD tidak dipotong. Tentu saja aspirasi seperti ini wajar dan seirama dengan semangat Kemendagri serta Kemenkeu untuk menanggapinya secara bijak dan dialogis,” ujar Said di Jakarta, Senin (13/10/2025).

Said menjelaskan, alokasi TKD dalam APBN 2026 memang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Dari Rp919,9 triliun pada 2025, turun menjadi Rp848,5 triliun karena efisiensi anggaran.

“Dalam RAPBN 2026, pemerintah mengusulkan TKD sebesar Rp649,9 triliun, lalu Banggar DPR menambahkannya menjadi Rp692,9 triliun setelah pembahasan. Jadi, memang ada koreksi positif sebesar Rp43 triliun dari usulan awal,” kata dia.

Dia menilai pengurangan alokasi TKD perlu dijelaskan secara terbuka agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di daerah. Said mengingatkan, penurunan anggaran tidak seharusnya diartikan sebagai pemangkasan otonomi daerah.

“Tidak perlu saling menyalahkan, karena itu justru kontraproduktif. Pemerintah pusat dan daerah harus sama-sama menjaga transparansi serta memperkuat koordinasi,” tegas dia.

Menurut Said, dalam sistem negara kesatuan, otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat dengan semangat pemberdayaan. Dia menyebut filosofi otonomi daerah di Indonesia berbeda dengan negara federal yang memberikan kewenangan dari bawah ke atas.

“Dalam negara kesatuan, pemerintah pusat membentuk daerah dan memberikan kewenangan secara proporsional. Semangatnya adalah memberdayakan daerah dalam kerangka pemerintahan yang demokratis,” jelas dia.

Politisi PDI Perjuangan itu juga menegaskan bahwa kewenangan pemerintah pusat dalam menyusun TKD tidak bersifat mutlak. Pemerintah tetap terikat oleh aturan hukum yang tercantum dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).

“Kewenangan pemerintah pusat dalam menyusun TKD tidak bersifat mutlak. Pemerintah pusat terikat dengan seluruh ketentuan yang diatur dalam UU HKPD,” ujar dia.

Said menjelaskan, mekanisme pengelolaan keuangan pusat dan daerah saat ini bersifat asimetris, menyesuaikan karakteristik masing-masing daerah. Artinya, setiap daerah memiliki kapasitas fiskal berbeda yang diatur berdasarkan faktor sosial, budaya, dan kesejarahan.

“Karena sifat otonomi kita asimetris, maka pembagian kewenangan dan dana juga tidak bisa seragam. Ada daerah seperti Yogyakarta, Aceh, atau Papua yang punya kekhususan tersendiri,” kata politisi asli Sumenep ini. 

Lebih lanjut, Said mendorong agar pemerintah pusat tidak hanya fokus pada pengurangan TKD, tetapi juga memperkuat efisiensi penggunaan dana di daerah. Dia menyebut pemerintah daerah kerap mengeluhkan lambatnya pencairan dana pusat dan proses birokrasi yang rumit.

“Banyak daerah yang menyimpan dana di bank bukan karena tidak mau menyerap, tapi karena pencairan dan koordinasi dari pusat sering terlambat. Ini perlu diselesaikan dengan komunikasi yang lebih intensif,” ucap dia.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved