Berita Terbaru Kabupaten Kediri

Tanggapi Soal Kasus Kekerasan WBP, Kalapas Kediri Sebut Pelaku Langsung Dipindahkan

Lapas Kelas IIA Kediri akhirnya memberikan penjelasan resmi terkait peristiwa dugaan kekerasan antar Warga Binaan

Penulis: Isya Anshori | Editor: Sri Wahyuni
TribunMataraman.com/Humas Lapas Kediri
DIPINDAH - Momen saat WBP berinisial ASP (20) bersama petugas Lapas II A. Kepala Lapas Kediri Solichin menegaskan bahwa pihaknya telah mengambil langkah cepat dan tegas sejak kasus kekerasan pada Rabu (27/8/2025) lalu. 

TRIBUNMATARAMAN.COM I KEDIRI - Lapas Kelas IIA Kediri akhirnya memberikan penjelasan resmi terkait peristiwa dugaan kekerasan antar Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang sempat menimbulkan kehebohan publik.

Kepala Lapas Kediri Solichin menegaskan bahwa pihaknya telah mengambil langkah cepat dan tegas sejak kasus ini mencuat pada Rabu (27/8/2025) lalu.

Menurut Solichin, peristiwa bermula saat seorang WBP berinisial ASP (20) mengeluh sakit perut kepada petugas sekitar pukul 08.20 WIB.

Korban kemudian dibawa ke klinik lapas untuk diperiksa. 

"Dari keterangan awal, korban mengaku dipaksa menelan dan meminum barang-barang yang tidak lazim," kata Solichin, Sabtu (6/9/2025). 

Mengingat kondisi korban memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, pihak lapas segera berkoordinasi dengan pengadilan karena statusnya masih tahanan titipan. 

"Atas izin tersebut, korban kami bawa ke RSUD Simpang Lima Gumul. Hasil pemeriksaan medis menyatakan kondisinya stabil dan tidak perlu rawat inap," jelasnya.

Terkait isu dugaan pelecehan seksual yang beredar, Solichin menegaskan hasil medis tidak menemukan adanya kerusakan pada area vital korban. 

"Kami sangat berhati-hati menyampaikan informasi. Semua masih membutuhkan proses pemeriksaan lanjutan," tegasnya.

Baca juga: Kebakaran di Permukiman Padat Penduduk di Surabaya, Seorang Penghuni Tewas Usai Terjatuh

Untuk itu, langkah tegas langsung dijatuhkan kepada WBP yang diduga sebagai pelaku pemaksaan. 

"Sejak hari kejadian, pelaku langsung kami pisahkan ke strap cell sebagai pengamanan awal," kata Solichin.

Keesokan harinya, pelaku disidangkan di hadapan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).

Dari hasil sidang, diputuskan menjatuhkan register F sehingga sejumlah hak narapidana dicabut. 

"Saya bahkan mengusulkan agar pelaku dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. Namun karena situasi Kediri masih belum kondusif, sementara waktu kami alihkan ke Lapas Kelas I Surabaya, Porong," ungkapnya.

Tak hanya fokus pada pelaku, pihak lapas juga memastikan korban mendapat perhatian khusus.

Setelah pulang dari rumah sakit, dokter klinik lapas kembali melakukan pemeriksaan tambahan. 

"Hasilnya, tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan. Korban kini dalam kondisi membaik dan sudah bisa beraktivitas dengan rawat jalan," jelas Solichin.

Menurutnya, langkah-langkah cepat ini penting untuk menjaga keamanan dan ketertiban di dalam lapas. 

"Pemindahan bukan sekadar hukuman, melainkan upaya pencegahan agar peristiwa serupa tidak terulang. Kami tidak ingin ada warga binaan yang merasa takut," ungkapnya.

Solichin juga menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen memperkuat pengawasan internal agar hak-hak seluruh WBP tetap terlindungi. "Kami tidak menoleransi bentuk kekerasan apapun di dalam lapas. Setiap laporan akan langsung kami tindaklanjuti," ucapnya.

Baca juga: Berkat Polinema dan Dinas Koperasi dan UKM Malang 30 UMKM Desa Wringinsongo Miliki Legalitas

Sebelumnya, nasib pilu dialami ASP (20) seorang narapidana muda yang tengah menjalani masa tahanan di Lapas Kelas II Kediri.

ASP merasa lemas dengan kondisi perut sakit dan tidak bisa buang air besar setelah diduga menjadi korban kekerasan dan sodomi oleh dua rekan satu selnya.

Kasus memilukan ini mencuat setelah ASP harus dilarikan ke rumah sakit pada Rabu (27/8/2025) sore.

Saat itu, tubuhnya lemah, perutnya terasa sakit, dan kondisinya dinilai sangat memprihatinkan oleh pihak lapas. Dari situlah terungkap cerita pilu yang dialaminya.

Penasihat hukum korban, Moh. Rofian mengungkapkan bahwa ASP mendapat perlakuan tidak manusiawi dari dua sesama tahanan yakni Remon Peterpen (30) asal Pare dan Adam Subroto (32) asal Kota Kediri. 

Keduanya diduga tidak hanya melakukan penganiayaan fisik, tetapi juga tindakan yang melampaui batas kemanusiaan.

"Klien kami disiksa, dipaksa makan cacing hidup, bahkan dipaksa menelan benda berbahaya seperti staples. Dugaan paling berat, ia juga mengalami sodomi yang dilakukan oleh pelaku Remon," kata Rofian. 

 

(Isya Anshori/TribunMataraman.com)

Editor : Sri Wahyunik

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved