TRIBUNMATARAMAN.COM - Kondisi anak yang dianiaya personel Linmas saat ditempatkan di rumah aman, kini mulai membaik.
Namun, kasus yang didera anak berusia 17 tahun tersebut menyisakan pertanyaan bagi Surabaya Children Crisis Center (SCCC) selaku pendamping hukumnya.
"Anak ini bukan residivis, usianya masih remaja, ancaman hukuman memang di atas 7 tahun, namun kerugian kurang dari Rp2,5 juta. Dia sebenarnya berpeluang besar kasusnya selesai di luar pengadilan tanpa harus dititipkan di shelter," kata Sulkhan Alif, ketua SCCC.
Baca juga: SCCC Ungkap Praktik Penyiksaan Anak di Rumah Aman DP3APPKB Surabaya: Korban Dipukul dan Dibalsem
Pengacara yang akrab dipanggil Alif ini melanjutkan, kasus tersebut sebenarnya bisa saja dimediasi di ranah Polsek tanpa harus ditahan lebih lama di shelter.
Menurut dia, dalam perkara anak seharusnya penegak hukum mengedepankan diversi (mendamaikan) atau kewajiban memberikan keadilan restoratif.
Hal ini sesuai dengan apa yang tertulis dalam website Kemenkumham bahwa Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan semua pihak yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali bukan pembalasan.
Baca juga: Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi Memecat Linmas Pelaku Kekerasan Terhadap Anak di Rumah Aman
Baca juga: Terungkap, Anak Korban Kekerasan di Rumah Aman DP3A-PPKB Surabaya Lebih Dari 1 Orang
Penyelesaian terbaik yang dimaksud dilakukan dengan mempertemukan para pihak untuk bermusyawarah agar mendapatkan solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Namun pihak Polsek Karangpilang yang bertindak sebagai penegak hukum dalam kasus ini mengatakan, bahwa si anak harus langsung dititipkan di shelter karena pada saat melakukan penindakan selanjutnya menemui beberapa kendala.
Misalnya, saat kejadian, ibu si anak yang menjadi jaminan sedang berada di luar kota. Sementara ayahnya sudah meninggal.
"Jadi kami tidak melakukan BAP. Di Polsek hanya transit, kemudian langsung kami titipkan di shelter," ujar Kapolsek Karang Pilang Polrestabes Surabaya, Kompol A. Risky.
Permasalahan ini juga diakui oleh Iwan selaku Sekretaris SCCC.
Menurutnya polisi punya kewenangan untuk tetap mengedepankan diversi sejak anak itu tertangkap. Sayangnya, hal itu tidak dilakukan.
"Kalau saat itu polisi merekomendasikan supaya korban dan anak berdamai mungkin ceritanya beda," pungkasnya.