Baru setelah proses sidang ditemukan fakta bahwa Handi dalam keadaan hidup ketika dibuang ke Sungai Serayu, sehingga Priyanto dituntut melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
"Barangkali Orjen kami juga meminta petunjuk kepada Panglima untuk menentukan berat ringannya hukuman. Pada waktu statement Panglima itu kita kan belum lihat fakta," lanjut Wirdel.
Dikuliti Hakim
Sebelumnya, saat sidang berlangsung, kelakuan sang kolonel pernah dikuliti oleh majelis atas hubungannya dengan Lala.
Hubungan Kolonel Priyanto dengan seorang janda, Nurmala Sari yang sudah berlangsung sekitar 9 tahun baru terungkap dalam sidang pembunuhan berencana sua sejoli Nagreg, Jawa Barat di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta.
Perkenalan hingga terjalin hubungan berlangsung sejak 2013. Ketika itu, terdakwa Kolonel Priyanto bertugas sebagai Guru Militer (Gumil) di Pusdik Pemilum Cimahi, Jawa Barat.
Lamannya perkenalan yang sudah terjalin, mantan Kasi Intel Kasrem 133/NW (Gorontalo) Kodam XIII/Mdk, mengajak Lala Cimahi mengikuti rapat di Pusat Zeni Angkatan Darat (Pusziad) pada 6 Desember 2021 lalu.
Namun ketika rapat berlangsung, Lala ditinggal di Hotel Holiday Inn yang lokasinya dekat dengan Pusziad di Jakarta.
Kronologi Terungkapnya Hubungan Kolonel Priyanto dengan Lala
Dalam kasus ini, Kolonel Priyanto didakwa pembunuhan berencana terhadap dua sejoli, Handi Saputra (17) dan Salsabila (14).
Kedua korban ditabrak mobil yang ditumpangi terdakwa kemudian jaaadnya dibuang ke sungai.
Dari kejadian yang ada, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Brigjen TNI Faridah Faisal menyuruh Kolonel Priyanto menceritakan kronologi perjalanan bersama dua anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Sholeh sebelum peristiwa terjadi.
Secara detail Kolonel Priyanto menceritakannya.
Awalnya terdakwa berangkat dari Gorontalo ke Yogyakarta kemudian ke Jakarta untuk mengikuti rapat di Pusat Zeni Angkatan Darat (Pusziad) pada 6 Desember 2021.
Dari Yogyakarta ke Jakarta, Kolonel Priyanto berangkat bersama Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Achmad Sholeh.