RUU TNI

4 Poin Bermasalah Dalam Revisi RUU TNI Menurut PC PMII Bondowoso

Kuatir Dwifungsi Militer, PC PMII kabupaten Bondowoso menyatakan tolak RUU TNI yang saat ini revisinya sedang dibahas oleh DPR bersama pemerintah.

Penulis: Sinca Ari Pangestu | Editor: eben haezer
dok.pmii bondowoso
TOLAK REVISI UU TNI - PC PMII Bondowoso, saat aksi Indonesia gelap beberapa bulan lalu di Kantor DPRD Bondowoso. PC PMII Bondowoso menolak tegas revisi RUU TNI. 

TRIBUNMATARAMAN.COM | BONDOWOSO - PC PMII kabupaten Bondowoso menyatakan tolak RUU TNI yang saat ini revisinya sedang dibahas oleh DPR bersama pemerintah.

Menurut Ketua Umum PC PMII Bondowoso, Mohammad Holik, Revisi UU TNI itu berpotensi mengembalikan dwi fungsi militer seperti yang pernah dipraktikan rezim Orde Baru (Orba).

"Ini berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI. Ini pernah dipraktekkan rezim Orba," terangnya pada Senin (17/3/2025).

Ia menjelaskan, pihaknya tak segan akan turun aksi dalam menyuarakan penolakan ini.

Apalagi, sebelumnya, pembahasan revisi RUU TNI digelar secara tertutup di tengah efisiensi anggaran. 

"Pembahasan RUU TNI di hotel mewah menunjukkan pemotongan anggaran hanya gimmick. Pemerintah Indonesia seperti tidak memiliki rasa malu dan omon-omon belaka," ujarnya.

Ditambahkan oleh Riski Yanto, pengurus PC PMII Bondowoso,pihaknya mengkaji revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) diusulkan masuk Prolegnas Prioritas 2025 setelah muncul Surat Presiden RI Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025.

Melihat ini pihaknya menemukan setidaknya empat poin poin bermasalah dalam substansi RUU TNI. Di antaranya yakni :

1. Memperpanjang masa pensiun yang dinilai dapat menambah persoalan penumpukan perwira non-job dan penempatan ilegal perwira aktif di jabatan sipil.

2. Perluasan jabatan sipil bagi perwira TNI aktif yang berpotensi mengancam supremasi sipil, menggerus profesionalisme, dan independensi TNI

3. Revisi Ini dapat memperbesar dominasi militer dalam kebijakan nasional, yang dianggap merugikan kelompok-kelompok sipil dan masyarakat yang ingin melihat pemerintahan yang lebih transparan dan demokratis. Ada pula yang berpendapat bahwa hal ini dapat menciptakan ketegangan antara sipil dan militer, serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap TNI.

4. Kekhawatiran bahwa revisi ini bisa menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak-pihak yang ada di dalam tubuh TNI, terutama jika tidak diikuti dengan mekanisme pengawasan yang ketat. Ini berisiko mengarah pada penindasan terhadap kelompok-kelompok tertentu yang memiliki pandangan politik berbeda.

Karena itulah, kata Riski, pihaknya mendesak DPR dan Presiden segera menghentikan pembahasan revisi UU TNI. Karena bertentangan dengan reformasi TNI dan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.

"DPR dan Presiden harus membuka ruang partisipasi publik dalam pembahasan revisi, untuk memastikan bahwa aturan baru tetap mendukung supremasi sipil, demokrasi, dan HAM," pungkasnya.

(sinca ari pangistu/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved