Ramadan 2025
Membangun Masyarakat Moderat melalui Disiplin Spiritual dalam Perspektif Islam Nusantara
Ramadan dan Peradaban : Membangun Masyarakat Moderat melalui Disiplin Spiritual dalam Perspektif Islam Nusantara
TRIBUNMATARAMAN.COM - Ramadan bukan sekadar ibadah, tetapi juga sarana membangun peradaban berbasis disiplin spiritual. Puasa melatih kesabaran, empati, dan keseimbangan dalam beragama—nilai-nilai yang selaras dengan konsep wasathiyah (moderat) dalam Islam. Di Indonesia, nilai-nilai ini telah lama hidup dalam tradisi Islam Nusantara yang menekankan harmoni, toleransi, dan kebersamaan sosial.
Puasa dan Disiplin Spiritual dalam Islam Nusantara
Menurut teori self-control (Baumeister, 1994), kemampuan menahan diri berkontribusi pada kesuksesan sosial. Dalam Islam Nusantara, hal ini tampak dalam tradisi megengan (penyambutan Ramadhan dengan doa dan silaturahmi), yang mengajarkan pengendalian diri dan persiapan spiritual.
Puasa juga membentuk kebiasaan baik, sebagaimana dijelaskan dalam The Power of Habit (Duhigg, 2012). Selama Ramadhan, masyarakat Muslim Indonesia terbiasa dengan ibadah bersama, tadarus, dan berbagi dalam tradisi ngabuburit atau takjilan, yang memperkuat solidaritas dan kepedulian sosial.
Moderasi Islam dan Harmoni Sosial
Islam Nusantara dikenal dengan pendekatan moderatnya, sebagaimana dikonsepkan dalam wasathiyah oleh Syaikh Yusuf Al-Qaradawi. Allah SWT berfirman:
> "Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu umat yang wasath (moderat), agar kamu menjadi saksi atas manusia..." (QS. Al-Baqarah: 143)
Ramadan mengajarkan keseimbangan, yang dalam konteks Islam Nusantara tercermin dalam sikap toleran terhadap budaya lokal, seperti tradisi haul ulama dan kenduri, yang memperkuat kebersamaan antarumat.
Puasa sebagai Perekat Sosial
Teori social bonding (Hirschi, 1969) menyebutkan bahwa hubungan sosial yang kuat mengurangi konflik dan meningkatkan solidaritas. Tradisi zakat dan sedekah di bulan Ramadhan, yang dalam Islam Nusantara diwujudkan dalam budaya berkat atau bagi-bagi takjil, memperkuat ikatan sosial dan mencegah ketimpangan ekonomi.
Kesimpulan
Puasa bukan sekadar ritual, tetapi alat transformasi sosial. Dalam perspektif Islam Nusantara, puasa Ramadhan menjadi sarana menjaga harmoni dan membangun peradaban yang inklusif. Jika nilai-nilai Ramadhan diterapkan secara konsisten, maka masyarakat yang lebih damai, moderat, dan berkeadaban akan semakin nyata—mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin di bumi Nusantara.
Dr H Muhammad Ghufron Lc MHI
Pengurus Lembaga Dakwah Khusus MUI Jawa Timur
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Mataraman
(TribunMataraman.com)
Lebaran 2025, Hampir 187 Ribu Orang Mudik Pakai Kereta Api Lewat Stasiun di Wilayah Daop 7 |
![]() |
---|
Ratusan Pengunjung Antusias Berebut Tumpeng Ketupat Cokelat di Kampung Coklat Blitar |
![]() |
---|
Dampingi KH Nurul Huda Ploso, Mas Ipin Bupati Trenggalek Sowan Ulama Sambut Hari Raya Ketupat |
![]() |
---|
VIDEO - Tahu Kuning Takwa Kediri Diburu Pemudik untuk Oleh-Oleh Lebaran 2025 |
![]() |
---|
Pantai Dalegan, Pantai Favorit Warga Gresik Saat Libur Lebaran 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.