Qomarul Lailiah, ASN Surabaya yang Jadi Satu-satunya Wasit Perempuan Cabor Bulu Tangkis di Olimpiade

"Misalnya saja, waktu hamil. Kami ada break melahirkan 1 tahun. Ketika mau mulai (menjadi wasit) mental mulai dari nol, bahkan minus. Perlu juga pemahaman dari suami dan keluarga. Sebab, Turnamen bisa selesai sampai tengah malam, bahkan sebelum adzan Subuh," kata perempuan asli Surabaya ini.

Untuk menjadi wasit sekelas olimpiade pun diakuinya tidak mudah. Dari total 26 wasit bulu tangkis pada kejuaraan multi olahraga tersebut, masing-masing harus mengikuti seleksi yang ketat.

Di antaranya, aktif memimpin pertandingan internasional dengan jumlah tertentu di tiap tahunnya. "Dalam setahun, kami ada appraisal dan itu harus berpredikat baik. Di luar lapangan, BWF juga akan melakukan penilaian hubungan sesama teman melalui penilaian 360 derajat," lanjutnya.

Dari sisi fisik, pihaknya juga harus rutin berolahraga. "Kami berterimakasih juga terhadap dukungan sekolah yang sangat support terhadap kegiatan kami," katanya.

Ke depan, pihaknya berharap ada semakin banyak wasit asal Indonesia yang berkiprah di ajang internasional, sekelas olimpiade. Terutama, wasit perempuan.

"Sebenarnya potensi itu ada. Kami berharap adik-adik ini bisa belajar, terutama Law of Badminton-nya yang semua dalam bahasa Inggris. Bahasa Indonesia ada, tapi tetap kami harus membaca dulu bahasa Inggrisnya dan kemudian mempraktikannya di lapangan," tutur Alumni Sarjana Sastra Inggris ini.

(bobby c koloway/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

Caption:

Wasit bulu tangkis untuk Olimpiade Paris 2024 asal Surabaya, Qomarul Lailiah saat ditemui di sela pekerjanya beberapa waktu lalu.