Berita Terbaru Kabupaten Tulungagung

Kisah Oscar Tabun Pengusaha Marmer Tulungagung, Cuan Makin Lumer Sejak Beralih Pakai Listrik PLN

Sejak beralih menggunakan listrik PLN untuk operasional mesin potong batu, cuan pengusaha marmer di Tulungagung makin lumer

Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/david yohanes
Mesin pemotong batu untuk mempersiapkan bahan baku kerajinan marmer milik Oscar Tabun di Desa/Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung. 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Oscar Tabun, pemilik usaha Anugerah Marmer di Desa Campurdarat, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, bersyukur pernah membuat keputusan beralih menggunakan tenaga listrik untuk operasional mesin potong batunya. 

Menurut perajin baru marmer kelahiran NTT ini, menggunakan tenaga listrik jauh lebih menguntungkan dibanding menggunakan tenaga mesin diesel.

Saat ini Oscar mengoperasikan 4 buah mesin potong batu. 

Dua di antaranya berdiamater 50 cm. Sedangkan dua mesin sisanya, masing-masing berdiameter 75 cm dan 120 cm.

Selain itu Oscar juga mengoperasikan 10 mesin bubut di 10 lokasi berbeda, di tempat orang yang dia percaya untuk mengoperasikannya.

“Tahun 2017 saya baru beralih ke tenaga listrik dari PLN. Sebelum itu saya menggunakan mesin diesel,” tutur Oscar saat ditemui di rumahnya.

Untuk menggerakkan 4 bilah pemotong ini Oscar menggunakan tenaga dinamo listrik berkekuatan 40 PK dan 34 PK.

Setiap dinamo dipakai untuk mengerakkan dua bilah pemotong.

Setiap bulan Oscar hanya menghabiskan Rp 2.500.000 sampai Rp 3.000.000 untuk tagihan listrik.

“Itu sudah pemakaian full setiap bulan. Kalau misalnya pemakaian jarang-jarang tagihannya turun dari itu,” ungkap Oscar.

Sementara saat menggunakan mesin diesel, Oscar harus mengajukan izin ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) agar bisa menggunakan solar bersubsidi.

Karena usahanya masih kategori UMKM, Oscar bisa mendapatkan rekomendasi penggunaan solar bersubsidi yang berlaku setiap tiga bulan.

Dengan solar bersubsidi ini setidaknya Oscar menghabiskan biaya Rp 5.000.000 hingga Rp 7.000.000 per bulan.

“Itu untuk harga tahun 2017 lalu. Kalau sekarang pastinya bisa lebih mahal dari itu,” paparnya.

Jika tidak mendapatkan solar bersubsidi maka  dia terpaksa membeli solar nonsubsidi yang jauh lebih mahal.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved