Tol di Jawa Timur

Warga Terdampak Tol Kediri-Tulungagung di Panggungrejo Kompak Menolak Harga Pembebasan Lahan

Warga kelurahan Panggungrejo, kecamatan Tulungagung, kompak menolak nilai ganti untung tanahnya yang terdampak tol Kediri-Tulungagung.

Penulis: David Yohanes | Editor: eben haezer
tribunmataraman.com/david yohanes
Lokasi proyek tol Kediri-Tulungagung di persawahan Kelurahan Panggungrejo Tulungagung. 

TRIBUNMATARAMAN.COM - Surti Liniko Warsi (60) mengaku terkejut saat melihat nilai ganti untung tanahnya yang dilewati Tol Kediri-Tulungagung.

Tanah yang menghadap jalan Soekarno-Hatta masuk wilayah Kelurahan Panggungrejo, Kecamatan Tulungagung dihargai Rp 2,3 juta per meter persegi.

Harga itu disebut hanya sepertiga dari harga pasaran tanah yang berupa persawahan produktif ini.

Baca juga: Kepala Kantor Pertanahan Tulungagung Tanggapi Warga Protes Harga Ganti Rugi Tol Kediri-Tulungagung

Padahal warga kelurahan Kutoanyar ini menjadikan lahan sawah miliknya sebagai investasi jangka panjang.

“Tanahnya sudah kami beli sangat lama. Harapannya tanah ini bisa dipakai anak-anak kelak untuk usaha, karena langsung menghadap raya,” ucap Surti.  

Namun ternyata harga yang diberikan tim appraisal Tol Kediri-Tulungagung ini dianggap sangat rendah.

Surti mengungkapkan, tanah serupa dengan lokasi yang tidak jauh dihargai Rp 100 juta per ru, atau sekitar Rp 6,25 juta per meter persegi.

Dengan harga Rp 2,3 yang diberikan appraisal, nilainya jauh di bawah harga pasaran.

“Harga pasarannya hampir Rp 7 juta per meter. Itu tiga kali lipat dari harga yang diberikan appraisal,” tutur Surti.

Ia menganggap penetapan harga appraisal seperti perampokan hak rakyat.

Warga tidak pernah dilibatkan dalam penentuan harga ganti untung, dan langsung menerima nilainya saja.

Surti yang pernah bertanya proses penentuan harga kepada tim appraisal, tidak pernah mendapat penjelasan.

“Kami tanya,bagaimana caranya menentukan harga, tapi dijawab rahasia. Layaknya orang mau beli tanah, kan diajak ngomong soal harga, diajak tawar-menawar” ucapnya kesal.

Apalagi lahan persawahan miliknya hanya terkena di bagian depan dan belakang saja.

Jika tanah ini dilepaskan, maka sisa tanah yang ada di bagian tengah akan kehilangan harga karena tidak punya akses dan terlalu dekat dengan jalan tol.

Karena itu Surti menolak menjual tanahnya jika tidak semua dibeli.

“Yang bagian tengah akan kehilangan fungsi, karena depan dan belakang kena tol. Sisanya tidak akan punya harga,” ungkap Surti.

Serti tidak sendirian, ada belasan warga pemilik tanah di Kelurahan Panggungrejo yang terdampak Exit Tol Kediri-Tulungagung.

Mereka kompak berjuang bersama, menolak harga yang dinilai terlalu rendah yang disodorkan appraisal.

Kawit (62), warga lainnya juga mengaku keberatan dengan harga yang dipatok appraisal.

“Harga pasaran saat ini Rp 100 juta per Ru. Harga appraisal masih terlalu murah,” tegasnya.

Kawit pun mengungkap, lahan di Kelurahan Kutoanyar lahan terbaik, paling produktif di wilayah kota.

Lahan ini bisa panen tiga kali dalam setahun, posisinya juga strategis karena langsung menghadap Jalan Soekarno-Hatta yang termasuk jalan nasional.

Uang ganti rugi yang diberikan appraisal tidak akan cukup untuk membeli lahan pengganti dengan nilai ekonomis yang sama.

“Beli di mana di wilayah kota lahan sebagus itu? Sudah tidak ada di wilayah kota,” ucapnya.

Ada 180 bidang tanah yang terdampak Tol Kediri-Tulungagung di Kelurahan Panggungrejo.

Dari jumlah ini baru 16 orang yang menyatakan setuju dengan harga yang ditetapkan appraisal, sisanya menolak.

Alasan mereka sama, harga yang dipatok oleh appraisal terlalu rendah.

(David Yohanes/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved