TRIBUNMATARAMAN.COM, TULUNGAGUNG - Andreas Andrie Djatmiko akademisi Universitas Bhinneka PGRI (UBHI) Tulungagung menjadi salah satu tokoh yang diundang dalam debat Paslon di Pilkada Tulungagung, Jumat (22/11/2024) malam.
Namun Andrie memilih pulang sebelum debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini tuntas.
Ia menilai debat kedua atau debat terakhir ini kualitasnya sama dengan debat pertama, tidak ada substansi yang dimunculkan.
“Yang saya pertanyakan, ini LO (penghubung) mempersiapkan materi debat dengan benar atau tidak. Jangan-jangan LO hanya melihat debat ini hanya formalitas,” ujarnya.
Andrie lebih khawatir para Paslon dan tim pemenangan melihat kultur masyarakat Tulungagung, bahwa pertarungan sebenarnya adalah menjelang pencoblosan, yaitu politik uang.
Hal ini yang menyebabkan debat terasa hambar dan tanpa substansi.
LO seharusnya berperan mempersiapkan setiap Paslon, karena sebelumnya materi debat sudah dibocorkan.
“Misalnya waktu kampanye di depan pendukung mereka bisa lancar menyampaikan visi dan misi. Tapi kenapa saat debat mereka gugup,” ucap Andrie.
Setiap Paslon seharusnya juga punya program unggulan sesuai bidangnya.
Jika tim pemenangan jeli, seharusnya mempersiapkan Paslon supaya bisa menyampaikan program secara padat, 2-3 menit saja dan langsung dipahami masyarakat.
Namun yang terjadi, penyampaian setiap Paslon dalam debat sebatas formalitas, sehingga orang sulit menangkap.
“Sebenarnya saya berharap ada yang menonjol, menyampaikan dengan enjoy supaya swing voters memilih dia,” sambung Andrie.
Dengan penyampaian materi di dalam debat ini, Andrie yakin tidak mempengaruhi swing voters (suara mengambang).
Masih menurut Andrie, debat terakhir tidak berarti apa-apa bagi pemilih rasional.
Ia memberi kualitas debat Paslon Pilkada Tulungagung nilai 1-2 dalam skala 10.
Dengan kualitas Paslon yang ditampilkan dalam debat, Andrie pesimis angka partisipasi pemilih bisa di atas 80 persen seperti target KPU.
Diperkirakan angka partisipasi ini ada di di atas 60 persen saja, tidak sampai 80 persen.
Sementara motivasi para pemilih bisa karena serangan fajar, atau sekedar menggugurkan kewajiban sebagai pemilih.
“Masyarakat akhirnya memilih siapa yang populer, bukan karena visi dan misi para Paslon,” tegas Andrie.
Sementara kelompok rasional bisa memilih karena melihat sosok yang menguasai panggung debat.
Secara keseluruhan, Andrie menilai Paslon nomor 4 lebih menguasai panggung, meski secara esensi semua sama saja.
Ia mencontohkan, Paslon nomor 4 yang dari kalangan profesional bisa menyerang 3 Paslon lainnya yang pernah duduk di pemerintahan.
“Jika dipersiapkan, 3 Paslon lain bisa menyerang wakil Paslon nomor 4 karena latar belakangnya anggota dewan. Kebijakan apa yang sudah dibuat sebagai anggota DPRD,” papar Andrie.
Satu-satunya yang dinilai lebih baik adalah penataan panggung debat.
Para Paslon menghadap ke para pendukung sehingga terkesan semi kampanye.
Sementara pada debat pertama, Paslon berdiri membelakangi pendukungnya.
(David Yohanes/tribunmataraman.com)
Editor: eben haezer