Berita Terbaru Kabupaten Kediri

Transfusi Lima Kantong Darah hingga Operasi Berjalan Lancar dengan Program JKN

Penulis: Luthfi Husnika
Editor: eben haezer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peserta BPJS Kesehatan Arizal Alfan

TRIBUNMATARAMAN.COM | KEDIRI -  Arizal Alfan (29) tak menyangka bahwa dirinya harus dirawat di rumah sakit dalam waktu cukup lama. Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) asal Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri ini tiba-tiba merasa lemas hingga dilarikan ke instalasi gawat darurat (IGD) RS Bhayangkara Kediri. Setelah dilakukan pemeriksaan dan cek laboratorium darah, ternyata hemoglobin (HB) pria yang akrab disapa Ariz tersebut hanya 5,6 gram/dL. Padahal, HB normal pria dewasa seharusnya berada di angka 13-17 gram/dL.

"Awalnya saya merasa sangat lemas, kemudian dibawa ke IGD RS Bhayangkara untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah diperiksa dan diambil sampel darah untuk pengecekan laboratorium, ternyata hasil dari cek darah menunjukkan kalau hemoglobin (HB) saya sangat rendah yaitu 5,6 gram/dl,” pungkasnya saat ditemui, Rabu (21/8).

Hasil laboratorium yang menyatakan bahwa kadar hemoglobin Ariz rendah. Dokter menyarankan untuk dilakukan rawat inap agar lebih mudah pemantauan secara intensif mengenai kondisi kesehatan Ariz.

“Karena kondisi saya waktu itu yang hampir kritis dan kadar hemoglobin rendah sehingga dapat mengakibatkan resiko yang fatal. Akhirnya dokter menyarankan untuk rawat inap supaya bisa dipantau dengan baik,” kata Ariz.

Kadar hemoglobin Ariz yang rendah membuat dirinya harus mendapatkan tambahan darah melalui transfusi supaya dapat mengembalikan kadar hemoglobin yang normal. Saat itu ia membutuhkan sekitar 5 kantong darah untuk menyeimbangkan kadar hemoglobinnya menjadi normal.

“Kadar hemoglobin saya kan rendah. Akhirnya saya membutuhkan hingga 5 kantong darah untuk ditransfusi ke tubuh saya supaya kadar hemoglobinnya bisa kembali normal,” tuturnya.

Ariz merupakan peserta PPU BU dengan hak rawat kelas 2. Ketika Ariz disarankan oleh dokter untuk rawat inap, ternyata hak kelas rawatnya atau kelas 2 sedang penuh sehingga pihak keluarga memutuskan untuk naik satu tingkat kelas rawat di kelas satu karena Ariz harus segera memperoleh penanganan.

“Ketika mau rawat inap ternyata kamar dengan hak rawat inap kelas 2 sedang penuh. Akhirnya memutuskan untuk naik kelas menjadi hak kelas rawat nomor 1 agar bisa segera mendapatkan perawatan karena kondisi saya yang hampir kritis,” ujarnya.

Pada saat memutuskan untuk naik hak kelas rawat, Ariz merasa khawatir akan biaya yang membengkak. Ia memikirkan berapa biaya yang harus dikeluarkan terlebih dia memilih hak kelas rawat nomor satu, kemudian harus melakukan transfusi darah, dan menjalankan operasi.

“Saya khawatir sekali dengan biaya yang harus dibayarkan, karena saya dan keluarga memutuskan untuk naik kelas. Apalagi saya dirawat selama 10 hari. Saya berpikir pasti akan lebih banyak biayanya. Ketika hendak membayar tagihan rumah sakit, saya sedikit terkejut. Padahal waktu itu saya harus transfusi sampai lima kantong darah. Kemudian harus operasi, dan terdapat 2 dokter spesialis yang selalu visit. Jadi bukan hanya satu spesialis saja, tetapi terdapat dokter spesialis penyakit dalam dan dokter spesialis bedah yang menangani saya,” tuturnya.

Ariz menuturkan selain menjadi peserta JKN, dirinya juga memiliki asuransi swasta yang diberikan oleh kantor tempat ia bekerja. Meskipun dirinya memiliki asuransi yang lain, Ariz mengaku tetap menggunakan JKN dan rutin untuk membayar iurannya tiap bulan.

“Sebenarnya saya memiliki asuransi swasta dari kantor. Tapi saya tetap memilih menggunakan JKN terlebih dahulu untuk berobat. Karena saya seringnya menggunakan layanan yang diberikan oleh JKN. Satu keluarga juga sudah tercover dengan JKN. Kami juga tidak merasa keberatan dengan iuran bulanannya. Karena memang Program JKN ini sangat membantu,” terangnya.

(Luthfi Husnika/TribunMataraman.com)

editor: eben haezer