Sidang Tragedi Kanjuruhan

Panpel Arema FC Divonis 1,5 Tahun, Pengacara: 'Yang Dihukum dan Tanggung Jawab Harusnya Polisi'

Editor: eben haezer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris (kiri) bersama kuasa hukumnya, Sumardhan (kanan) saat tiba di Polda Jatim, Selasa (11/10/2022)

TRIBUNMATARAMAN.COM - Sumardhan, pengacara Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris,  mengaku belum memberikan respon atau tanggapan apapun atas vonis yang diijatuhkan kepada kliennya oleh hakim PN Surabaya. 

Sebagai informasi, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya telah memvonis Abdul Haris dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara pada Kamis (9/3/2023) lalu. Dirinya dinilai bersalah karena kealpaan yang menyebabkan kematian atau luka-luka.

Sumardhan mengaku, terkait upaya banding yang rencananya dilakukan oleh pihak jaksa, pihaknya belum memberikan tanggapan atau respon.

Sebab, hingga kurang lebih 20 hari pasca vonis Abdul Haris, belum ada memori banding yang diajukan jaksa.

"Berkaitan dengan upaya banding yang dilakukan oleh jaksa. Tentunya, klien saya sudah menerima putusan, bukan berarti mengaku salah. Tetapi, sebagai bentuk tanggung jawab moril,"

"Sampai sekarang, juga melebihi 14 hari ketentuan UU, jaksa tidak mengajukan memori banding. Jadi kami selaku kuasa hukum, tidak akan melakukan tanggapan karena tidak ada memori banding," ujarnya kepada TribunJatim.com, Minggu (2/4/2023).

Dirinya menjelaskan, dari fakta persidangan, yang harus dihukum dan paling bertanggung jawab dalam kasus Tragedi Kanjuruhan adalah pihak kepolisian.

"Kejadian itu terjadi 20 menit setelah selesai pertandingan, jadi semestinya yang bertanggung jawab secara pidana adalah polisi. Karena pada saat di persidangan, dan bertanya kepada 12 polisi yang melakukan penembakan, mereka menyatakan yang memerintahkan penembakan gas air mata adalah atasan yaitu danton atau danki," jelasnya.

Dalam sidang, dirinya juga sempat mengajukan pertanyaan yang membuat puluhan polisi itu bingung menjawab. Karena mereka bertugas dalam pertandingan sepak bola, hanya menerima perintah dari atasannya sesama polisi.

"Seandainya diminta menembak oleh panpel atau pihak security officer, mereka mengaku tidak mau, karena panpel bukan atasannya. Ini jawaban mereka di persidangan," tambahnya.

Dirinya pun juga mengungkap fakta lain dalam persidangan, yaitu penembakan gas air mata dilakukan untuk mengamankan diri. Dalam hal ini, dilakukan pihak kepolisian karena awalnya ada sejumlah oknum suporter yang turun ke lapangan.

"Perintah itu untuk mengamankan diri sendiri dari pukulan Aremania, padahal tidak ada pukulan. Lalu saya tanya, yang lebih membahayakan apakah orang dekat atau jauh, mereka mengatakan yang dekat. Lalu saya tanya lagi, kenapa yang ditembak yang jauh atau ke arah tribun, ternyata mereka tidak bisa menjawab," pungkasnya.

(kukuh kurniawan/tribunmataraman.com)

editor: eben haezer