Erupsi Gunung Semeru Tidak Seperti Letusan Merapi Tahun 2010, Mbah Rono Ungkap Perbedaannya

Penulis: Alif Nur Fitri P
Editor: eben haezer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kondisi terkini Jembatan Besuk Koboan atau dikenal sebagai Gladak Perak, yang putus akibat diterjang banjir lahar dingin Gunung Semeru.

TRIBUNMATARAMAN.COM - Erupsi Gunung Semeru disebut berbeda dengan erupsi Merapo pada 2010 silam.

Hal itu disampaikan olehh ahli vulkanologi, Surono atau yang akrab disapa Mbah Rono.

Ada beberapa hal yang diungkapkan Mbah Rono terkait erupsi Gunung Semeru pada Sabtu (4/12/2021).

Berikut selengkapnya dilansir dari Kompas.com.

Baca juga: 3 Update Baru Kematian Mahasiswi NW: Bripda Randy Bagus Dipenjara, Paman dan Teman Korban Diperiksa

1. Penyebab Erupsi

Mbah Rono mengatakan, erupsi Gunung Semeru disebabkan oleh gundukan atau kubah lava yang gugur akibat hujan.

"Erupsi yang orang bayangkan seperti Merapi 2010, jebol kawah menjadi suatu letusan, awan panas letusan. Di Semeru tidak.

Memang Semeru sering terjadi letusan berupa gas, uap, abu vulkanik, tapi dia cuma mengeluarkan lelehan lava yang membentuk gundukan atau kubah lava," ujar Surono.

"Gundukan ini makin lama makin besar volumenya. Nah, musim hujan ini bisa jadi membuat kubah lava sebagian menjadi batu, sebagian lagi masih cair longsor," lanjut dia.

Gundukan tersebut menghasilkan uap atau gas yang bercampur dengan debu halus, material kerikil hingga bongkahan yang membentuk awan panas guguran.

2. Kemungkinan Erupsi Susulan

Mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) itu menjelaskan, itu turut menjelaskan kemungkinan adanya erupsi susulan Gunung Semeru.

"(Erupsi susulan) ya tinggal (lihat) kubahnya masih ada atau tidak?

Kalau kubahnya sudah tidak ada, tidak ada lagi awan panas guguran karena tidak ada yang digugurkan

karena dia (erupsi Semeru) bukan letusan yang materialnya keluar, menyembur ke atas melalui kawah. Bukan begitu," kata dia.

3. Warga Diimbau Tak Mendekati Sungai

Lebih lanjut, Mbah Rono mengatakan, guguran tersebut masuk ke sungai Kobokan sehingga diharapkan masyarakat tidak beraktivitas terlebih dahulu di sekitar lokasi tersebut.

Apalagi saat ini sebaran abu masih cukup tebal dan musim hujan pun masih berlangsung.

Menurut dia, jika musim hujan berlangsung lama, maka abu-abu vulkanik dari Semeru yang menyebar ke segala arah akan terbawa air hujan menuju ke yang lebih rendah, yaitu sungai.

"Sungai yang paling berpotensi banjir lahar adalah sungai-sungai yang terdapat endapan awan panas,

masyarakat jangan panik karena endapan awan panas masih panas di dalam sungai, hujan masih lebat,

kalau air masuk ke dalam endapan itu karena di dalam pasti panas, maka menjadi ledakan-ledakan di tengah sungai," terang Surono.

Dia mengatakan, apabila endapan itu terbawa air hujan maka akan berkembang menjadi lahar hujan yang panas dan memiliki daya dobrak yang tinggi seperti semen.

Dengan demikian, endapan itu bisa merusak fasilitas infrastruktur yang ada di sekitar apabila sudah bergerak.

"Ini (erupsi Semeru) bukan suatu letusan yang dibangun dari gempa, tapi dari material yang menumpuk di sekitar kawah, gugur.

Pasti Badan Geologi akan melihat, masih adakah gundukan material itu? Kalau tidak ada lagi gundukan, ya sudah selesai," kata dia.

"Yang berkepanjangan nanti adalah lahar hujannya, tidak selesai-selesai selama musim hujan ada. Bersabar saja sampai betul-betul dingin kemudian potensi air hujannya tidak memicu lahar hujan," ucap Surono.

Diketahui, Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur mengalami guguran awan panas, Sabtu (4/12/2021) sore.

Material vulkanik yang terpantau pukul 15.20 WIB mengarah ke Besuk Kobokan, Desa Sapiturang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang.

Hingga saat ini, diketahui 14 orang meninggal dunia akibat erupsi, sedangkan ratusan orang mengalami luka-luka.

Adapun warga di sejumlah desa kini mengungsi ke tempat yang lebih aman.