Berita Tulungagung

Pandemi Covid-19 Dorong Peningkatan Permintaan Ular Piton Dari Negara-negara ASEAN

Penulis: David Yohanes
Editor: eben haezer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Zaenal Arifin memamerkan koleksi ularnya.

TRIBUNMATARAMAN.com | TULUNGAGUNG - Zaenal Arifin (38) warga Desa Bendosari, Kecamatan Ngantru mengeluarkan salah seekor ular piton dari salah satu kotak plastik bening miliknya.

Ular berwarna kuning dengan pola unik pada kulitnya ini seharga Rp 45 juta.

Ular ini salah satu dari 15 ekor yang dicuri dan berhasil ditemukan lagi oleh personel Polsek Ngantru.

Baca juga: Masih Anak-anak, Satu Tersangka Pencurian Ular Piton di Tulungagung Tak Ditahan

Total nilai 15 ekor ular piton yang dicuri mencapai Rp 133 juta.

Menurut Zaenal, usaha breeding ular piton ini sudah digeluti secara serius sejak 2014 lalu.

“Tahun 2008 dimulai dari koleksi. Sedangkan breeding dimulai tujuh tahun lalu,” tutur Zaenal.

Saat ini Zaenal mempunyai sekitar 30 induk ular piton di rumah.

Harga ular piton ditentukan oleh perpaduan genetik yang bisa dilacak dari pola di kulitnya.

Semakin banyak percampuran genetik dan pola unik di kulitnya, harganya semakin mahal.

“Saya pernah menjual piton usia 3 bulan seharga Rp 100 juta. Waktu itu yang beli orang Malaysia,” ungkap Zaenal.

Baca juga: Dua Pemuda Tulungagung Curi 15 Ekor Ular Piton Senilai Rp 133 Juta, Dijebak Polisi Diajak COD

Piton yang termurah adalah yang mempunyai pola kulit asli, bukan campuran.

Biasanya dari satu indukan, muncul satu ular dengan gen murni tanpa campuran.

Ular seperti ini biasanya hanya dijual Rp 100.000, atau bahkan diberikan ke orang yang mau merawatnya.

“Karena polanya dianggap jelek, jadi tidak harganya. Biasanya saya kasih-kasihkan saja,” tutur Zaenal.

Sebelum masa pandemi, Zaenal bisa menjual 3-4 ekor ular per bulan.

Harganya pun bervariasi, dari yang termurah di atas Rp 2.000.000 hingga puluhan juta.

Sedangkan di tahun pertama pandemi virus Corona, penjualan bisa mencapai 10 ekor per bulan.

Naiknya permintaan ular ini berkulit indah ini tidak lepas dari kampanye tinggal di rumah selama pandemi.

Karena bosan di rumah, warga akhirnya mencari kesibukan dengan menjalankan hobinya.

Ular menjadi salah satu menjadi pilihan binatang yang dipelihara.

“Karena situasi sudah mulai pulih, permintaan sudah mulai turun. Saat ini hampir sama seperti sebelum pandami,” ungkap Zaenal.

Sepasang ular membutuhkan dua bulan proses perkawinan.

Induk akan mengandung telurnya selama tiga bulan.

Lalu telur akan dikeluarkan dan proses inkubasi selama 3 bulan sampai menetas.

Selama ini hasil persilangan Zaenal dijual ke berbagai kota besar di Indonesia.

Selain itu pasarnya juga sampai di negara ASEAN, seperti Malaysia, Singapura dan Thailand.

“Hewan ini relatif aman dipelihara. Hanya memang perlu diimbangi wawasan memperlakukan ular,” katanya.

Memelihara ular piton seperti merawat koleksi.

Proses penjualannya pun tergantung keinginan hati.

Jika memang mau melepas koleksi, ular bisa ditawarkan ke forum pecinta reptil.