Perang Beras Oplosan di Trenggalek

Dilema Penggilingan Padi Trenggalek di Tengah Isu Oplosan, Beras Bagus Dicurigai

Warga rupanya malah curiga jika beras yang mereka beli memiliki bulir bagus dan utuh, khawatir itu adalah beras oplosan.

Penulis: Sofyan Arif Chandra | Editor: Sri Wahyuni
TribunMataraman.com/Sofyan Arif Candra
BERAS - Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Perdagangan (Diskomidag) Kabupaten Trenggalek, Saniran menemukan merek beras yang masuk daftar merah dugaan beras oplosan di Kabupaten Trenggalek, Jumat (18/7/2025). Mengemukanya daftar beras oplosan menjadikan konsumen curiga jika ada beras dengan bulir utuh. 

TRIBUNMATARAMAN.COM | TRENGGALEK - Warga rupanya malah curiga jika beras yang mereka beli memiliki bulir bagus dan utuh. Mereka khawatir itu adalah beras oplosan.

Isu beras oplosan beberapa waktu terakhir turut memberikan dampak pada penjualan beras di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

Penjualan beras menjadi lebih sulit karena masyarakat khawatir adanya beras oplosan yang beredar di pasaran.

Seorang pemilik penggilingan padi di Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Brian Andre mendapatkan sejumlah keluhan dari toko-toko langganannya, bahwa banyak konsumen yang justru curiga ketika beras yang dijual mempunyai kualitas bulir yang bagus dan utuh.

"Masyarakat berpikirnya dipukul rata, beras yang bagus berarti beras oplosan. Jadi (penjualannya) agak menurun, masyarakat justru lebih memilih yang beras-beras biasa," ucap Brian, Rabu (13/8/2025).

Di sisi lain, Brian berupaya agar gabah yang digiling bisa menjadi beras yang bagus dan utuh sehingga harga jualnya pun bisa tinggi.

Hal tersebut untuk meningkatkan margin laba Brian mengingat saat ini harga gabah kering giling (GKG) sangat tinggi, jika beras yang dihasilkan dari penggilingan broken atau banyak yang patah maka nilai jualnya rendah dan berpotensi merugi.

"Saya belinya langsung dari petani-petani yang datang ke rumah, jual gabah satu karung, dua karung tetap kita terima. Saat ini harganya cukup tinggi, mulai dari Rp 7.500 hingga Rp 8.000 perkilogram," kata Brian.

Harga tersebut cenderung tinggi karena sebelumnya harga GKG berada di kisaran Rp 6.500 hingga paling tinggi Rp 7.000.

Baca juga: Mayat Perempuan di Hutan Gua Lowo Ponorogo Ternyata Warga Pacitan

Peningkatan tersebut terjadi saat pemerintah menetapkan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) gabah di tingkat petani adalah Rp 6.500 perkilogram.

Karena harganya yang relatif tinggi, Brian menghindari untuk menyimpan stok gabah ataupun beras terlalu lama. 

Ia akan menyesuaikan jumlah penggilingan sesuai dengan permintaan beras dari toko langganannya dan gabah yang masuk dari petani.

"Kalau ramai sehari bisa 1 ton, tapi kalau sepi ya 50 kuintal, tergantung permintaannya seperti apa," pungkasnya.

 

(Sofyan Arif Candra/TribunMataraman.com)

Editor : Sri Wahyunik

 

 

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved